Mohon tunggu...
Widhi Setyo Putro
Widhi Setyo Putro Mohon Tunggu... Sejarawan - Arsiparis di Pusat Studi Arsip Statis Kepresidenan ANRI

Menyukai sejarah khususnya yang berhubungan dengan Sukarno “Let us dare to read, think, speak, and write” -John Adams

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sukarno dan Kecintaannya Pada Sepeda

1 Februari 2023   15:52 Diperbarui: 3 Februari 2023   11:08 687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sukarno bersepeda bersama Fatmawati di India, Sumber: geheugen.delheper/Charles Breijer 

"Banyak kesenangan-kesenangan yang sederhana telah dirampas dariku. Misalnja, dimasa kecilku aku telah mengelilingi Pulau Jawa dengan sepeda. Sekarang perjalanan semacam itu tidak dapat kulakukan lagi, karena tentu tidak sedikit orang yang akan mengikutiku."

Ucapan tersebut disampaikan oleh Sukarno dalam otobiografinya karya Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat (1966). Sepeda begitu berkesan bagi Sukarno, bukan saja alat transportasi tetapi juga menggambarkan alat perjuangan dan romantisme. 

Dengan sepeda juga Sukarno muda pernah membonceng seorang gadis belanda bernama Rika Melbuyseen, gadis pertama yang diciumnya. Akan tetapi pada peristiwa itu, ia tidak sengaja menabrak ayahnya. Rasa ketakutan akan dimarahi sesampainya di rumah muncul di benak Sukarno. Namun ternyata ia tidak dimarahi karena menurut ayahnya, berhubungan dengan gadis Belanda menjadi hal baik untuk memperbaiki Bahasa Belanda Sukarno.

Sepeda Hasil Menabung

Pada awal Sukarno bersekolah di Hogare Burgers School (HBS) Surabaya pada tahun 1915, ia belum mempunyai sepeda. Ia pergi ke sekolah dengan berjalan kaki atau membonceng sepeda temannya. Jarak dari sekolah ke rumah kosnya, rumah HOS Tjokroaminoto di Gang Paneleh sekitar 1 kilometer. Kemudian Sukarno mulai menabung sampai terkumpul 8 rupiah, yang kemudian dibelikan sepeda merek Fongers, sepeda produksi Belanda.

"Aku merawatnya bagai seorang ibu, ia kugosok-gosok, kupegang-pegang, kubelai-belai."

Suatu hari, anak laki-laki dari Tjokroaminoto yang bernama Harsono, tanpa sepengetahuan Sukarno memakai sepedanya dan menabrak pohon sehingga bagian depan sepeda itu rusak. Selama berminggu-minggu ia meratapi dan merasa tergoncang melihat Fongers-nya yang hitam mengkilat itu sekarang menjadi ringsek. Akhirnya ia dapat menabung 8 rupiah lagi dan membeli sepeda yang lain tapi untuk Harsono.

Bertemu Marhaen

Ketika berkuliah di Technische Hoogschool (kini menjadi Institut Teknologi Bandung) pada 1921, Sukarno sering menggunakan sepeda untuk pergi kuliah, ke rumah kawan, atau ke tempat-tempat sejuk di Bandung untuk menghilangkan penat.

Suatu hari karena kepenatannya dengan soal-soal politik, Sukarno memutuskan untuk tidak kuliah dan bersepeda hingga ke Kota Bandung bagian selatan yang dipenuhi sawah-sawah. Singkat cerita Sukarno berbincang dengan salah satu petani muda. Dari percakapan tersebut Sukarno mengetahui bahwa petani tersebut memiliki tanah sawah sendiri dan alat-alat bertani sendiri. Petani itu juga mengerjakan sawahnya sendiri namun hasilnya hanya cukup untuk makan sehari-hari. Petani itu juga memiliki tempat tinggal sendiri. Ketika Sukarno bertanya siapa namanya, petani tersebut menjawab Marhaen.

"Selanjutnya di hari itu aku mendayung sepeda berkeliling mengolah pengertianku yang baru.. Petani-petani kita mengusahakan bidang tanah yang sangat kecil sekali. Mereka adalah korban dari sistem feodal, dimana pada mulanya petani pertama diperas oleh bangsawan yang pertama, dan seterusnya sampai ke anak-cucunya selama berabad-abad"

"Seorang Marhaen adalah orang yang mempunyai alat-alat yang sedikit, orang kecil dengan milik kecil, dengan alat-alat kecil, sekedar cukup untuk dirinya sendiri. Bangsa kita yang puluhan juta jiwa yang sudah dimelaratkan, bekerja bukan untuk orang lain dan tidak ada orang yang bekerja untuk dia. Marhanesiame adalah Sosialisme Indonesia dalam praktek."

"Marhaenisma adalah lambang dari penemuan kembali kepribadian nasional kami"

Pertemuan Sukarno dengan Marhaen itu tergambar dalam Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat (1966).

kebutuhan di Pembuangan

Sepeda juga menjadi kebutuhan Sukarno ketika masa pembuangan seperti di Ende dan Bengkulu.  Sukarno diasingkan ke Ende pada tahun 1934, di sana ia dibatasi ruang geraknya. Sukarno dibolehkan pergi ke tepi pantai untuk melihat para nelayan namun dilarang untuk berbicara kepada mereka. Kecintaanya dengan sepeda, membuat Sukarno tahu betul merek dari sepeda para polisi di kota Ende.

"Di kota ini ada delapan orang polisi, jadi sungguhpun berpakaian preman aku mengenal mereka itu. Disamping itu, hanya mereka yang memakai sepeda hitam dengan merek Hima."

"Aku teringat disuatu sore ketika seorang preman membuntutiku di jalan-jalan yang  juga dijalani oleh angsa, kambing, kerbau, dan sapi. Aku bersepeda melalui rumah-rumah panggung dan menuju ke sungai...."

Ketika dipindahkan dari Ende ke Bengkulu pada 1938 terdapat cerita yang menarik tentang kecintaannya Sukarno pada sepeda. Dalam buku Pasang Surut Pengusaha Pejuang (1987:189), Hashim Ning bin Ismail Ning datang menemui Sukarno atas ajakan Raden Mas Rasjid. Ayah Ning diminta oleh Hatta (yang juga dalam pembuangan pada waktu itu) untuk membantu Sukarno. Selain mendengarkan Sukarno bicara soal Indonesia, Hashim Ning dalam pertemuan itu bertanya tentang apa kebutuhan Sukarno. Sukarno berpikir agak lama dan akhirnya menjawab "Aku perlu sepeda dan topi helm. Topi Helm berwarna gading tua, bukan cokelat". Hashim Ning mengatakan dia akan menelepon ayahnya soal itu. Bahkan Sukarno memberi penjelasan soal sepeda yang diinginkannya. "Sepeda merek Fongers" kata Sukarno. Kebutuhan itu kemudian dikirim oleh Ismail Ning lewat Kantor Verhauisboedel yang mengurus jasa pindahan.

Sukarno bersama Ibu Inggit, Ratna Juami, dan beberapa sahabat di depan rumah pembuangan di Bengkulu Sumber: ANRI, SKR No. 715
Sukarno bersama Ibu Inggit, Ratna Juami, dan beberapa sahabat di depan rumah pembuangan di Bengkulu Sumber: ANRI, SKR No. 715

Dengan sepeda Fongers itu, Sukarno berkeliling kota dengan Inggit yang setia menemani dalam perjuangan. Selain itu Sukarno juga bersepeda berkeliling kota Bengkulu Bersama pengusaha Muhammadiyah Haji Hasan Din. Di Bengkulu, Sukarno mulai mengenal putri dari Haji Hasan Din bernama Fatimah yang kemudian kita kenal dengan Fatmawati. Bersepeda bersama menjadi romantika sendiri bagi Fatmawati. "Waktu kami Bersama berada di Bengkulu sering kami berlomba naik sepeda." kenang Fatmawati dalam Fatmawati: Catatan Kecil Bersama Bung Karno (2016)

Bersepeda di Luar Negeri

Bersepeda dapat dikatakan menjadi hobi dari Sukarno, termasuk ketika berkunjung ke luar negeri.  Pada saat berkunjung ke India awal 1950, Sukarno berkesempatan ke Agra, tempat Taj Mahal berada. Akan tetapi terjadi insiden yaitu ban mobil yang digunakan kempes. Sukarno tak buang waktu untuk sekedar menunggu di dalam mobil, ia kemudian keluar lalu meminjam sepeda seorang petani India yang tidak jauh dari lokasi mobil berhenti. Dengan sepeda itu pula, Sukarno menyempatkan diri membonceng Fatmawati.

Sukarno meminjam sepeda dari petani di IndiaSumber: geheugen.delpher.nl
Sukarno meminjam sepeda dari petani di IndiaSumber: geheugen.delpher.nl

Cerita tentang kecintaan Sukarno dengan sepeda juga terlihat ketika kunjungannya ke Amerika Serikat pada tahun 1956. Ketika di Hollywood Sukarno diberi kesempatan untuk melihat-lihat di sekitar studio-studio film. Sesaat meninggalkan halaman studio, ia melihat seorang anak pengantar surat lewat dengan mengendarai sepeda. Sukarno kemudian menghentikannya dan meminjamnya. Perasaan senang tergambar dari kalimatnya berikut ini:

"Tiba-tiba aku merasa senang dan pikiranku terbuka, karena itu aku naik dan pergi. Aku bukan hendak memberi kesan kepada siapapun. Hanya karena merasa senang." 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun