Mohon tunggu...
Widhi Satya
Widhi Satya Mohon Tunggu... -

[nihil]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Allahu Akbar... Allahu Akbar...

26 April 2010   05:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:35 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

***

Kumatikan televisi. Kubuang koran. Edan... Kenapa kalimat takbir jadi pasaran begini ya? Terdakwa, kriminal, demonstran, ‘wakil rakyat' yang berantem di gedung DPR, pembukaan pidato, semua ‘melafalkan' kalimatullah seolah kalimat itu hal yang remeh saja. Seolah kalimat tersebut menjadi ‘semboyan kebengisan', konotasi anarkisme, teriakan murka, luapan keras kepala, dan segala macam stigma miring lainnya. ‘Allahu Akbar' dimana-mana. Dan ironisnya, "dimana-mana" itu, seringkali tidak pada tempatnya. Seringkali, dan memang sangat sering, "dimana-mana" itu adalah di tengah kerusuhan, di tengah ke'semrawut'an, di tengah ke'ganjil'an. Orang dengan mudahnya melakukan konfrontasi dan penganiayaan sambil meneriakkan "Allahu Akbar". Orang dengan mudahnya mengacak-acak ‘tempat maksiat' juga sambil meneriakkan "Allahu Akbar".

"Pernah ga denger triakan Allahu Akbar. Pake Peci tapi kelakuan bar-bar. Ngerusakin bar... Orang ditampar-tampar" [Slank - Gossip Jalanan]

***

Aku bisa membayangkan. Jauh pada zaman Rasulullah SAW. Di tengah kobaran perang yang berkecamuk, mempertahankan akidah, menghadapi kaum Kafir Quraisy. Teriakan Allahu Akbar lantang dimana-mana. Bukan sebagai "mantra untuk membunuh musuh". Tapi lebih kepada seruan dan ikrar akan ‘identitas' mereka. Identitas yang terancam menjadi amukan, siksaan, bahkan kehilangan nyawa, hanya karena ‘keceplosan' mengucap kalimatullah. [caption id="attachment_126969" align="alignright" width="210" caption="sumber gambar : cybermq.com"][/caption] Maka, dalam perang yang berkobar (sebagai bentuk resistensi, bukan agresivitas, juga karena tak dapat lagi dicegah oleh dakwah diplomatik) itulah, setiap muslim dengan lantang meneriakkan kalimat takbir yang jika kuterjemahkan secara bebas berarti...

"Kami muslim! Dan kami bangga! Akidah kami tak kan goyah! Meskipun nyawa menjadi taruhannya, kami tak gentar sedikitpun!"

Dan, ketika salah satu mujahid gugur, maka kalimat Takbir yang bertalu-talu itu menjadi saksi syahidnya mereka. Serta menjadi ‘nyanyian' disepanjang jalan mereka, menuju tempat yang telah dijanjikan-Nya, ditemani bidadari bermata jeli.

"dan memasukkan mereka ke dalam jannah yang telah diperkenankanNya kepada mereka." [Muhammad : 6]

***

"Allahuakbar... Allahuakbar..." "Hei! Udah... brenti dulu kerjanya... dah dipanggil tu ma Bos Besar!"

***

[caption id="attachment_126970" align="alignleft" width="210" caption="sumber : edymas.wordpress.com"][/caption] Seruan yang sungguh indah. Terlebih Jika dilafalkan oleh penyeru yang loyal kepada Tuhannya, dan berdedikasi terhadap jamaah. Seruannya akan merasuk masuk sangat dalam, dan menggetarkan setiap relung jiwa yang dilaluinya. Ketika pagi, seruan itu menjadi alarm. Supaya manusia tak lebih ‘malas' dari ayam. Gemanya yang bertalu-talu, memecah kesunyian pagi. Membangunkan, serta mengingatkan kita akan telah diberikannya hari baru (lagi). Dan bahwasanya tak ada ucapan syukur yang lebih baik dari mendirikan sholat, dan bukan tidur.

"Assholaatu khairumminannaum..."

***

Tengah hari, seruan itu menandai jeda aktivitas. Ketika otak telah penat, mata telah lelah, serta perhatian telah diforsir setelah setengah hari berkutat dengan pekerjaan.. Saatnya istirahat sejenak. Segarkan semua indera, dengan siraman air wudlu, dan kembali bersihkan hati dengan ruku' dan sujud.

"Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan." [Al Hajj : 77]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun