***
"Bang! Baru mo dibawa ke kuburan ya?" "Eh! Lo wid..Kapan dateng?" "Baru aja.. Assalamu'alaikum bang.. Ikut belasungkawa, semoga amal ibadah beliau diterima,diampuni dosanya,serta keluarga yang ditinggalkan agar diberi ketabahan" "Makasih ya wid.. Gimana? Mo ikut ke kuburan?" "Boleh deh, sapa tau besok gw mati. Biar dah tau jalan jadi ga perlu ngrepotin orang bawa-bawa mayat gua. Bisa jalan ndiri!" "Haha! Becanda aja lo!"
***
Mungkin.. Aku setengah serius. Hal yang paling kuhindari adalah merepotkan orang lain. Dan andai saja, apa yang kukatakan bisa terjadi, aku lebih menginginkan demikian. Sayangnya, manusia, yang telah dicabut nyawa dari tubuhnya (baca: mayat) tak mungkin secara wajar berjalan mondar-mandir layaknya manusia bernyawa. Jika demikian adanya, tayangan semacam dunia lain, tak akan menjamur dan 'membudaya' pada zamannya. Sehingga, mau tak mau, pekerjaan seperti memandikan,mensholati,memikul sampai makam, menggali, mengazani, hingga menutup kubur, merupakan rangkaian 'acara' yang pembawa dan pemerannya harus 'dipasrahkan'.
***
Jika mengetahui betapa tak berdayanya aku ketika telah tak bernyawa, masihkah aku begitu beratnya untuk paling tidak beritikad: "Sekedar ingin menyapa..." [caption id="attachment_134785" align="aligncenter" width="300" caption="sumber gambar : jocr8.com"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H