Mohon tunggu...
Widhi Satya
Widhi Satya Mohon Tunggu... -

[nihil]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Sekedar Ingin Menyapa

8 Mei 2010   02:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:20 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

[caption id="attachment_134788" align="aligncenter" width="300" caption="sumber gambar : quotesaarcade.com"][/caption] "Assalamu'alaikum.. Warahmatullah... Wabarakaatuh.. Lama banget ga da kabar? Sehat ja kan? Sibuk apa sekarang?"

***

Tak lebih dari lima kalimat, untuk mengawali silaturahmi. Tak lebih dari satu jam untuk merekatkannya kembali.

***

Kesibukan... Entah itu berupa tanggung jawab pekerjaan, masih terikat studi, atau benar-benar malas kemudian melupakan, seringkali menjadi alasan pelarianku untuk tetap menjaga tali silaturahmi. Tanpa kusadari, berhala bernama "materi" sedikit demi sedikit telah mengikis rasa kepekaanku terhadap kehidupan sosial. Hari demi hari, kuhabiskan waktuku demi mencukupi kebutuhan materi, yang bahkan aku sendiri tak pernah tahu kata cukup dan kapan harus berhenti. Materi takkan pernah habis dan takkan pernah selesai untuk dikejar. Ah... Bodohnya aku. Diperbudak materi, dibendakan benda. Hingga, tanpa sadar, waktuku yang begitu berharga, tak kualokasikan dengan proporsional. Imbasnya, hanya untuk duduk menemani bapak minum teh, menyaksikan acara teve favoritnya, berbicara, mendekatkan hati dan hati pun aku beralasan "tak punya waktu" pada diriku.

***

"Assalamu'alaikum! Eh ada tamu.. Dah dari tadi Pak Sus?" "Udah.. Mas Widhi baru pulang kuliah apa kerja ne?" "Dua-duanya! Hehe. Duduk dulu.. Belom dibikinkan minum ya? Mau minum apa Pak Sus?" "Ga usah repot2.. Cukup air putih yang dikasih api nyala!" "Haha" ...

***

Ah... Lama sekali rasanya. Aku tak ingat, kapan terakhir kali aku duduk menemani tetanggaku yang sering sekaki sengaja meluangkan waktunya berkunjung ke rumahku. Meski hanya sekedar ngobrol ngalor ngidul, sesekali terbahak, tapi terasa sangat lepas. Jauh lebih menyenangkan daripada obrolan tentang tugas, mata kuliah, bisnis, omset, proyek, prospek dan tetek bengek lainnya. Tak perlu intelejensia tinggi, untuk mengakrabkan diri. Karena berbicara adalah naluri dasar manusia. Buang semua remeh temeh penjagaan citra (anak muda jaman sekarang menyebutnya jaim), leburkan juga sekat-sekat 'kasta', maka segalanya akan mengalir dengan sendirinya.

***

"Wid, kalo ga cape, anterin bapak taziah. Mumpung belom ujan. Ato mo besok aja?" "Siapa yang ninggal?" "Ibunya mas Fitri" "Innalillah.. Sekarang aja pak. Saya sholat dulu..." ...

***

Lama sekali aku tak mengunjunginya. Mantan rekan kerja bapakku, yang karena usianya tak jauh beda denganku, akupun kemudian akrab dengannya. Lama tak ada kabar, justru kabar dukalah yang terdengar. Dulu ketika ibu dan adikku, pun ketika keluargaku dilanda kemalangan, dia tak pernah absen mengunjungiku. Zalim jika aku tak mensegerakan mengunjunginya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun