Belum lagi tuntutan bisnis yang semakin "galak". Utamanya pasca pandemi. Ketika banyak usaha gulung tikar dan yang bertahan pun harus bekerja lebih keras. Banyak berhemat, banyak melakukan efisiensi. Lantas perkara kesejahteraan SDM pun menjadi prioritas nomor sekian. Tekan terooosss. Tambahin aja bebannya, tapi wegah mbayar luwih.
You gak bisa adaptasi dengan teknologi? You out. You gak bisa bekerja 3 kali lipat lebih keras? Tidak bisa standby setiap waktu? Tidak bisa memberikan inovasi minim biaya tapi impaknya besar? Kebanyakan protes dan berserikat? You out, out, out. Don't worry, I can replace you easily.
Yes. Bagi saya pribadi, inilah era ketika kriteria "sanggup bekerja di bawah tekanan" pada halaman lamaran kerja sudah tidak relevan lagi dicantumkan. Wong semua pekerjaan template-nya memang begitu. Penuh tekanan semua.
Balik lagi ke perihal cuti. Menurut saya, inilah yang kemudian menyebabkan penggunaan foto profil cuti menjadi satu norma baru. This is our hopeless attempt to escape the cruelty side of our working life. Apalagi kalau kantornya tipe yang sulit memberikan cuti ke karyawan.
Cara simpel. Tetapi efektif untuk membantu kita berjarak dengan urusan kantor yang demikian menyita waktu, tenaga, pikiran, dan ... hal-hal menyakitkan lainnya (silakan isi sendiri berdasarkan pergulatan di tempat kerja masing-masing 🤣).
Saya pun, yang dulu ketika pandemi memandang sinis terhadap orang-orang yang mengganti foto profilnya, malah kini merasa bahwa penanda cuti di profil WA itu perlu dan penting. Dan justru adalah wujud sikap profesional! Sebuah cara berkomunikasi yang efektif.
Mengapa? Bayangkan kita adalah orang yang tidak ambil cuti Tahun Baru. Karena ingin segera menyelesaikan tugas sebelum akhir tahun, kita mengontak Si A untuk berkoordinasi.
Si A ini rupanya sedang cuti tapi tidak menginformasikan ke tim bahwa ia sedang cuti hingga 1 minggu lamanya. Maka pesan/email pekerjaan yang kita kirim pun menumpuk, tak kunjung dibalas oleh Si A. Kalaupun dibalas, ya baru dibalas 8 jam kemudian atau keesokan harinya.
Kesal gak? Kalau saya sih kesal. Nah, beda cerita kalau Si A sejak awal memasang foto/status WA yang menginformasikan bahwa dirinya sedang cuti dari tanggal sekian hingga tanggal sekian. Dengan demikian, rekan kerjanya paling cuma komentar, "Owalaah lagi cuti tho" dan dapat mengatur deadline dan menempuh alternatif cara penyelesaian pekerjaan. Kan enak kalau begitu...
Lebih mantap lagi kalau sebelum cuti, Si A sudah menginformasikan jadwal cuti ke timnya secara langsung. Sehingga timnya dapat siap-siap mendahulukan pekerjaan-pekerjaan koordinatif sebelum Si A cuti. Si A juga perlu menyelesaikan tugasnya sebelum cuti. Ya dong, hak harus seimbang dengan kewajiban.
Setelah itu, kalaupun Si A bersedia diganggu saat cuti, sampaikan juga batasan komitmennya. Misalnya: hanya menerima WhatsApp perihal kantor di pukul 17-20. Atau hanya bisa mengerjakan jobdesk X, tetapi tidak YZ. Abis itu, pas cuti pasang info lagi deh, supaya teman-temannya tidak lupa.