Mohon tunggu...
Widha Karina
Widha Karina Mohon Tunggu... Penulis - Content Worker

seni | sejarah | sosial politik | budaya | lingkungan | buku dan sastra | traveling | bobok siang. mencatat, menertawakan keseharian, dan menjadi satir di widhakarina.blogspot.com dan instagram.com/widhakarina

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Alasan Mengapa Orang Malas Jalan Kaki dari Perspektif Orang Suka Jalan Kaki

14 Oktober 2022   19:35 Diperbarui: 15 Oktober 2022   09:05 3089
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dari Pexels | ANTONY TRIVET

Bentar deh. Kenapa ya orang Indonesia banyak yang malas jalan kaki?

Saya rasa alasannya bisa banyak banget! Bisa dari jawaban personal, jawaban ala aktivis, sampai penjelasan teknis dari sisi pengamat infrastruktur.

Tapi pastinya pertanyaan ini agak keliru kalau ditujukan ke saya. Dalam beberapa kali kesempatan, bahkan teman saya pernah bilang, "Kalau tanya jalan, jangan tanya ke Widha. Semua tempat dia bilang dekat dan bisa ditempuh dengan jalan kaki. Padahal jauh buanget." Hehehe.

Di kesempatan lain, ada kenalan yang iba ketika tahu saya berjalan kaki. Setelah itu, saya ditawari tumpangan deh. Kalau lagi butuh ya dengan senang hati saya terima. Tapi ada kalanya saya memang lagi pingin jalan kaki. Kalau sudah begitu, penolakan seperti, "Nggak papa kok, saya memang sengaja jalan kaki" jadi agak susah diterima oleh orang lain.

Ya, saya senang sekali berjalan kaki. Nggak usah diiming-imingi manfaat aja, saya memang gemar jalan kaki. Nggak tau kenapa. Kayaknya sih karena terpaksa ya. Apakah ini yang disebut Indra Kenz sebagai privilese jadi orang susah? Wkwkwkw

Kalau dipikir-pikir, saya keranjingan jalan kaki sejak SMA. Rumah saya cuma berjarak 2 km dari sekolah, tapi angkutan umum menuju situ sungguhlah ngaco dan tidak efisien. 

Perlu naik satu kali angkot, lalu nunggu di tepi jalan buat pindah naik Metro Mini. Turun dari Metro Mini pun masih harus berjalan kaki lagi kira-kira 500 m. Duh, nanggung amat. Daripada ribet mendingan jalan kaki!

Maka begitulah saya mulai terbiasa jalan kaki sepulang sekolah. Apalagi sahabat saya juga senang berjalan kaki. Asyik, hitung-hitung menghemat uang saku. Lebih baik dibelanjakan gorengan daripada buat bayar angkot. Mehehe.

Kebiasaan jalan kaki tersebut makin lama kian mengganas. Apalagi saya berkuliah di kampus yang ada hutannya. Ke mana-mana jauh. Belum lagi setiap hari mesti nglaju naik KRL Ekonomi (waktu itu namanya belum CommuterLine). Nguber kereta aja udah mesti berbekal kaki dan lutut yang tegar. Nggak mlaku yo nggak nyandhak, Bos.

Setelah itu, jalan kaki menjadi sebuah solusi instan dari semua masalah hidup saya. Serius lho ini. Gak punya duit, jalan kaki. Bosan, jalan kaki. Butuh inspirasi, jalan kaki. Pacaran, jalan kaki. Patah hati, JUGA JALAN KAKI. Dia kapok kali yak, saya ajak jalan kaki jauh-jauh mulu.

Yang terakhir itu jyan sangatlah hepful dan bikin ketagihan. Belakangan barulah saya tahu bahwa aktivitas jalan kaki saat nelangsa itu termasuk "healing". Wakaka.

Jangan bayangkan jalannya ke tempat fancy ya. Zaman saya SMA dan kuliah, mana ada tempat fancy kekinian. Kalaupun ada, saya belum mampu mbayar. 

Wong ongkos naik bus dan angkot dari Stasiun Cikini ke rumah aja soksok ra nduwe. Padahal total cuma butuh Rp 3000 lho dulu. Ra nduwe yo mlaku wae tho ya. Pasrah banget kena gas air mata pas mahasiswa sekitar Salemba pada demo. Bodoamaaat yang penting gue bisa pulaaaaanngg.

Karenanya, medan jalan kaki saya ya jalur pedestrian Ibu Kota. Dari satu lobang trotoar ke galian serat optik lainnya.

Mau ada jeglongan, bekas galian, ketutupan tenda kaki lima, jadi tempat parkiran, penuh pot kembang, telek kucing, bau kencing, HAJAAAARR TEROOSS.

Kini, setelah tahun demi tahun terlewati, saya merasa transportasi publik di Indonesia makin baik ya *insert video angguk-angguk ala jubir partai di sini*. Angkutan banyak terintegrasi dan tarifnya juga masuk akal. 

Jalur pedestrian makin lebar, masyarakat makin tertib, dan saya pun sudah lebih mampu mengakses pilihan berpergian yang lain. Naik ojol, taksi online maupun kendaraan pribadi.

Saya pun pernah berkesempatan melihat kota-kota di Indonesia dan negara lain. Ternyata, skill jalan kaki saya lebih berguna ketika jalan-jalan di luar negeri! Ada yang karena tata kotanya mengharuskan orang berjalan kaki, ada yang karena lokasi wisatanya yang guede biyanget, dan ada yang perlu jalan kaki karena sistem transportasinya lebih gak jelas dari Jakarta. Hahaha!

Setelah mencoba pengalaman berjalan kaki di berbagai lokasi, saya jadi merenungkan: OHHHHH ternyata banyak ya alasan kenapa orang Indonesia malas jalan kaki. Hehehehe... Jadi paham deh kenapa orang-orang sering jatuh iba ke saya tiap kali saya cerita abis jalan berkilo-kilo.

Jadi, kayaknya ini rekap alasan kenapa orang Indonesia malas berjalan kaki dari sudut pandang orang yang suka jalan kaki:

1. Kriminalitas

Penguntit, ada. Orang kencing di jalan, banyak. Lampu mati, sering. Copet, pernah bersitegang. Eksibisionis di JPO, pernah jadi korban. Catcall alias perusuh ketenangan orang di jalan, JANGAN DITANYA. 

Jenis manusia yang saya doain WC-nya mampet mulu, semoga kalo naik motor foot step-nya ngablak terus ke bawah, dan mulutnya bruntusan tiap kali kyu-kyu in orang.

Rasanya enak gitu kalau bisa jadi diri sendiri pas jalan kaki. Dandan dikit buat datang kondangan dekat rumah, cukup dengan jalan kaki, gak perlu naik motor, sekaligus gak perlu waswas digodain abang-abang kurang kasih sayang. Jangan debatin sama saya kalau ada perempuan yang suka digodain yak. Saya bukan salah satunya. Sini tarung yok!

Waspada ketemu tukang palak di jalan. Sumber ilustrasi: iStock | IRIDI
Waspada ketemu tukang palak di jalan. Sumber ilustrasi: iStock | IRIDI

2. Tata Kota yang ... terintegrasi ke Mana?

Ini gimana yak cara jelasinnya. Saya sebenarnya kurang suka pake perbandingan luar negeri, tapi kayaknya sesekali harus. Maapin nih kalau sok iye.

Jadi, di negara kita itu jalan kaki adalah sebuah aktivitas yang tidak didesain untuk mencapai sesuatu yang dibutuhkan oleh masyarakat itu sendiri.

Misalnya, di Singapura, saya (dan WNI lainnya) rela berjalan untuk mencapai stasiun MRT. Agak jauh gapapa, yang penting saya tahu di ujung perjalanan saya ada MRT yang bisa membantu saya menuju tujuan akhir saya. Bahkan berjalan kaki dan naik transportasi publik adalah adalah cara berpergian yang paling efektif dan termurah sehingga bakal jadi opsi utama!

Sedangkan di Indonesia, posisi rumah biasanya sangaaaaattttt jauh dari halte/stasiun. Sehingga.. ya orang lebih memilih untuk naik ojol, angkot, atau kendaraan pribadi untuk mencapai halte/stasiun. Atau --kalau memungkinkan-- ya mending langsung naik kendaraan pribadi aja ke tujuan akhir.

Orang kan jadi kehilangan motivasi buat jalan kaki karena merasa berjalan kaki bukanlah solusi. Murah enggak, kaki ledes iya. Paling, yang baru merasakan kemudahan jalan kaki/naik sepeda menuju transportasi umum terintegrasi barulah warga Jabodetabek. Itupun belum merata.

3. Kualitas Jalur Pedestrian

Jujur aja, pedestrian yang baik tuh --lagi-lagi-- cuma dirasakan sama orang Jakarta, Surabaya, dan sejumlah kota besar lainnya di Indonesia. Itupun nggak rata ya.

Sebagai warga Kecamatan Cempaka Putih yang paling cuma berjarak 6 kiloan dari Istana Negara dan 5 kiloan dari Jalan Sudirman yang trotoarnya terpuji, duh Brader cek sendiri dah begajulannya trotoar di sepanjang Percetakan Negara. Banyak lobang, bata blok dipasangnya gak rata, sisa besi nongol bikin mudah kesandung, geser kiri dikit udah got dalem bener, geser kanan diserempet motor yang naik ke trotoar. HADEH.

Sebuah cara menjaga keseimbangan di trotoar. Sumber gambar: pengalamanedukasi.com
Sebuah cara menjaga keseimbangan di trotoar. Sumber gambar: pengalamanedukasi.com
Selain itu, sayang-sayang alas kaki, Bunda. Beli mahal-mahal biar jalan kakinya nyaman, malah bocel di mana-mana karena kepentok batu lah, palang besi lah, macam-macam! 

Untungnya, kalau saya lagi sedih mah gak ngaruh jalanan jelek kayak apa. Air mata mah ngucur aja bunda. Gak peduli jalanan buruknya kek apa. Tau-tau udah jatuh kejlungup aja dah.

4. Tidak Praktis

Pernah tahu istilah "walkable city"? WOW WOW itu berjalan di area yang walkable tuh dahsyat sekali rasanya. Hidup terasa lebih mudah 10 kali lipat. Eh nggak ding, 2 kali lipat aja cukup. Soalnya banyak cicilan, tetap tidak mudah. Wkwkwkw.

Area yang walkable --menurut definisi Widha Karina (2022)-- memungkinkan saya berpergian dengan koper ke manapun saya pergi di area tersebut. Bahkan saya bisa 100% menarik koper tersebut di jalanan, sejak turun pesawat sampai saya tiba di penginapan. Pertanyaannya, apakah hal tersebut bisa dilakukan di Indonesia? 

Bisa aja, asal kamu turun pesawat di CGK, terus naik KA Bandara, lalu nginepnya di samping Stasiun KA Bandara. Alias di sekitaran area Citayam Fashion Week. Wkwkwkw. Bonge & Jeje have good taste though.

Fasilitas ramp, aspal yang alus, pedestrian yang tidak begajulan tuh ternyata bikin saya sangat bersyukur lho! Mobilitas terasa semakin mudah. Kawan-kawan disabilitas pun tentunya akan sangat terbantu.

5. Tidak Mencoba dan/atau Tidak Terbiasa

Nahini kuncinya sih. Kita bisa menjadikan jalan kaki sebagai bagian dari gaya hidup apabila sudah terbiasa dan merasa nyaman dengan aktivitas tersebut.

Berjalan kaki tuh nggak perlu hard core sampai berkilo-kilo kok. Cukup dengan mencoba jalan kaki dari rumah ke warung, rumah ke minimarket, jalan kaki waktu transit kendaraan, window shopping di mal, dan lainnya. Kalau sudah merasa cukup yauwis, tapi kalau merasa kurang bergerak ya boleh ditambahkan lagi.

Dari sekian alasan di atas, mengapa tidak ada alasan "keringetan", "panas" atau "becek"? Ya karena panas dan becek adalah sebuah keniscayaan yah Sistur. Terus kita baru bakal jalan kaki kalau udah gak ada matahari dan air hujan? KAPAN ITU HEY.

Mengapa Saya Suka Jalan Kaki?
Nah lalu bagaimana dengan orang yang enggan berjalan kaki karena telanjur jiper mendengar pengalaman orang lain? Atau karena sejak kecilnya tidak dibiasakan jalan kaki? 

Nah supaya alasan saya di atas nggak makin mengafirmasi orang yang sejak awalnya menghindari aktivitas berjalan kaki, coba ya saya tambahkan beberapa kenikmatan yang saya rasakan saat berjalan kaki.

1. Meditasi Paling Murah

Aslik.. Jalan kaki tuh beneran efeknya menyegarkan buat pikiran. Di jalan, saya bisa memikirkan suatu perkara, bisa merenung, dan melampiaskan emosi saya ke rasa lelah karena jalan jauh. Kadang ya suka nangis aja di jalan, kayak di video clip zaman Nike Ardila. Di tengah rintik hujan nangis merasa diri ini adalah manusia paling malang sedunia. Pulang-pulang, hati sudah lebih plong.

Meme: Royani ASR
Meme: Royani ASR
Ini adalah resep saya setiap kali pingin melampiaskan emosi sebelum sampai rumah. Tapi banyak juga orang yang mengingatkan bahwa kebiasaan saya ini cukup bahaya. Selain jadi kurang fokus dengan jalanan, bisa-bisa jadi kesempatan buat orang lain berbuat jahat.

Pastinya, jalan kaki membuat batin lebih tenang. Semua panca indera aktif. Mata dan telinga menikmati suasana. Kaki menapak satu per satu membuat saya lebih sadar. 

Jika kamu pemula, jangan lupa pilih medan jalan kaki yang rata dan aman supaya bisa lebih menikmati tanpa khawatir. Mau sambil berdoa? Bisa banget. Kalau sembari mendengarkan lagu ... hemm bisa saja, tapi pastikan kamu tetap awas dengan sekitarmu ya!

2. Olahraga Paling Gampang

Malas HIIT? Ogah olahraga yang lompat-lompat yang bikin jantung degdegan. Jalan kaki juga bisa kok jadi olahraga kardio asal di jalan ketemu gebetan atau mantan. Hehehe. Canda yah kawan.

Tapi beneran jalan kaki adalah olahraga yang paling mudah, paling murah, dan minim risiko. Apalagi buat kawan yang berlebihan berat badan dan mau mencoba olahraga minim cedera selain berenang. Apalagi sekarang sudah banyak smart watch yang bisa menghitung langkah. Cukup tentukan minimum targetmu, lalu naikkan perlahan-lahan.

Lagian, jalan di trotoar Indonesia = olahraga jaga keseimbangan. Sumber: pengalamanedukasi.com
Lagian, jalan di trotoar Indonesia = olahraga jaga keseimbangan. Sumber: pengalamanedukasi.com

3. Laboratorium Ilmu Sosial

Di jalanan tuh buanyak banget peristiwa yang mungkin bakal terlewat apabila kita mengendarai kendaraan. Kita pun bisa mengamati peristiwa tersebut dengan saksama, memikirkannya lebih lanjut, sehingga perlahan-lahan mengasah kepekaan sosial kita.

Orang yang kita jumpai pun sangat beragam. Dari mereka yang tidur di jalan, pedagang, pekerja, dan lainnya. Jika di luar Jabodetabek, kita bisa bertemu dengan lansia, petani, orang ngangon bebek, sampai anak sekolah yang nyemplung kali buat pergi sekolah! Kita bisa mencoba memahami keseharian mereka. Rasanya sangat membuka mata.

Jika konteksnya adalah jalan-jalan di tempat baru, jalan kaki membuat kita menemukan banyak hidden gem yang tak terkira. Woah tiba-tiba menemukan jajanan kaki lima yang wuenak, kucing yang lucu, bunga yang unik, atau permukiman yang instagramable.

Selain 3 di atas, manfaat jalan kaki ternyata banyak sekali, terutama yang berhubungan dengan kesehatan. Tapi itu jatahnya dokter aja ya buat menjelaskan. Saya mah cuma netizen ngirit yang kebetulan kepincut jalan kaki.

Ngomong-ngomong soal dokter, sekali waktu saya pernah datang ke seorang dokter ortopedi. Begitu masuk ruangannya, saya melihat ia sengaja menjauhkan meja kerja dari tempat tidur periksa dan komputernya. Tujuannya supaya ia berjalan kaki sedikit-sedikit setiap akan memeriksa pasien, lalu menjelaskan penyakit di PC, hingga menuliskan resep di meja kerjanya.

Memang tak semua orang beruntung memiliki ruang kerja seluas dokter ortopedi itu. Tapi kita bisa mulai berjalan kaki dari cara-cara yang paling sederhana. Apalagi buat kawan-kawan di Jabodetabek yang sudah lebih memerhatikan kenyamanan untuk pejalan kaki.

Buat kawan-kawan di luar Jabodetabek yang tidak punya banyak pilihan dan secara alami lebih banyak jalan kaki, mungkin kamu gak relate dengan artikel ini ya karena memang harus berjalan kaki ke mana-mana! Tapi bravo! Terima kasih sudah menaikkan jumlah langkah harian Indonesia. Semoga transportasi di daerahmu semakin baik!

Jadi, kapan mau jalan kaki?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun