Mohon tunggu...
Widha Karina
Widha Karina Mohon Tunggu... Penulis - Content Worker

seni | sejarah | sosial politik | budaya | lingkungan | buku dan sastra | traveling | bobok siang. mencatat, menertawakan keseharian, dan menjadi satir di widhakarina.blogspot.com dan instagram.com/widhakarina

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Alasan Mengapa Orang Malas Jalan Kaki dari Perspektif Orang Suka Jalan Kaki

14 Oktober 2022   19:35 Diperbarui: 15 Oktober 2022   09:05 3089
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jenis manusia yang saya doain WC-nya mampet mulu, semoga kalo naik motor foot step-nya ngablak terus ke bawah, dan mulutnya bruntusan tiap kali kyu-kyu in orang.

Rasanya enak gitu kalau bisa jadi diri sendiri pas jalan kaki. Dandan dikit buat datang kondangan dekat rumah, cukup dengan jalan kaki, gak perlu naik motor, sekaligus gak perlu waswas digodain abang-abang kurang kasih sayang. Jangan debatin sama saya kalau ada perempuan yang suka digodain yak. Saya bukan salah satunya. Sini tarung yok!

Waspada ketemu tukang palak di jalan. Sumber ilustrasi: iStock | IRIDI
Waspada ketemu tukang palak di jalan. Sumber ilustrasi: iStock | IRIDI

2. Tata Kota yang ... terintegrasi ke Mana?

Ini gimana yak cara jelasinnya. Saya sebenarnya kurang suka pake perbandingan luar negeri, tapi kayaknya sesekali harus. Maapin nih kalau sok iye.

Jadi, di negara kita itu jalan kaki adalah sebuah aktivitas yang tidak didesain untuk mencapai sesuatu yang dibutuhkan oleh masyarakat itu sendiri.

Misalnya, di Singapura, saya (dan WNI lainnya) rela berjalan untuk mencapai stasiun MRT. Agak jauh gapapa, yang penting saya tahu di ujung perjalanan saya ada MRT yang bisa membantu saya menuju tujuan akhir saya. Bahkan berjalan kaki dan naik transportasi publik adalah adalah cara berpergian yang paling efektif dan termurah sehingga bakal jadi opsi utama!

Sedangkan di Indonesia, posisi rumah biasanya sangaaaaattttt jauh dari halte/stasiun. Sehingga.. ya orang lebih memilih untuk naik ojol, angkot, atau kendaraan pribadi untuk mencapai halte/stasiun. Atau --kalau memungkinkan-- ya mending langsung naik kendaraan pribadi aja ke tujuan akhir.

Orang kan jadi kehilangan motivasi buat jalan kaki karena merasa berjalan kaki bukanlah solusi. Murah enggak, kaki ledes iya. Paling, yang baru merasakan kemudahan jalan kaki/naik sepeda menuju transportasi umum terintegrasi barulah warga Jabodetabek. Itupun belum merata.

3. Kualitas Jalur Pedestrian

Jujur aja, pedestrian yang baik tuh --lagi-lagi-- cuma dirasakan sama orang Jakarta, Surabaya, dan sejumlah kota besar lainnya di Indonesia. Itupun nggak rata ya.

Sebagai warga Kecamatan Cempaka Putih yang paling cuma berjarak 6 kiloan dari Istana Negara dan 5 kiloan dari Jalan Sudirman yang trotoarnya terpuji, duh Brader cek sendiri dah begajulannya trotoar di sepanjang Percetakan Negara. Banyak lobang, bata blok dipasangnya gak rata, sisa besi nongol bikin mudah kesandung, geser kiri dikit udah got dalem bener, geser kanan diserempet motor yang naik ke trotoar. HADEH.

Sebuah cara menjaga keseimbangan di trotoar. Sumber gambar: pengalamanedukasi.com
Sebuah cara menjaga keseimbangan di trotoar. Sumber gambar: pengalamanedukasi.com
Selain itu, sayang-sayang alas kaki, Bunda. Beli mahal-mahal biar jalan kakinya nyaman, malah bocel di mana-mana karena kepentok batu lah, palang besi lah, macam-macam! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun