Jenis manusia yang saya doain WC-nya mampet mulu, semoga kalo naik motor foot step-nya ngablak terus ke bawah, dan mulutnya bruntusan tiap kali kyu-kyu in orang.
Rasanya enak gitu kalau bisa jadi diri sendiri pas jalan kaki. Dandan dikit buat datang kondangan dekat rumah, cukup dengan jalan kaki, gak perlu naik motor, sekaligus gak perlu waswas digodain abang-abang kurang kasih sayang. Jangan debatin sama saya kalau ada perempuan yang suka digodain yak. Saya bukan salah satunya. Sini tarung yok!
2. Tata Kota yang ... terintegrasi ke Mana?
Ini gimana yak cara jelasinnya. Saya sebenarnya kurang suka pake perbandingan luar negeri, tapi kayaknya sesekali harus. Maapin nih kalau sok iye.
Jadi, di negara kita itu jalan kaki adalah sebuah aktivitas yang tidak didesain untuk mencapai sesuatu yang dibutuhkan oleh masyarakat itu sendiri.
Misalnya, di Singapura, saya (dan WNI lainnya) rela berjalan untuk mencapai stasiun MRT. Agak jauh gapapa, yang penting saya tahu di ujung perjalanan saya ada MRT yang bisa membantu saya menuju tujuan akhir saya. Bahkan berjalan kaki dan naik transportasi publik adalah adalah cara berpergian yang paling efektif dan termurah sehingga bakal jadi opsi utama!
Sedangkan di Indonesia, posisi rumah biasanya sangaaaaattttt jauh dari halte/stasiun. Sehingga.. ya orang lebih memilih untuk naik ojol, angkot, atau kendaraan pribadi untuk mencapai halte/stasiun. Atau --kalau memungkinkan-- ya mending langsung naik kendaraan pribadi aja ke tujuan akhir.
Orang kan jadi kehilangan motivasi buat jalan kaki karena merasa berjalan kaki bukanlah solusi. Murah enggak, kaki ledes iya. Paling, yang baru merasakan kemudahan jalan kaki/naik sepeda menuju transportasi umum terintegrasi barulah warga Jabodetabek. Itupun belum merata.
3. Kualitas Jalur Pedestrian
Jujur aja, pedestrian yang baik tuh --lagi-lagi-- cuma dirasakan sama orang Jakarta, Surabaya, dan sejumlah kota besar lainnya di Indonesia. Itupun nggak rata ya.
Sebagai warga Kecamatan Cempaka Putih yang paling cuma berjarak 6 kiloan dari Istana Negara dan 5 kiloan dari Jalan Sudirman yang trotoarnya terpuji, duh Brader cek sendiri dah begajulannya trotoar di sepanjang Percetakan Negara. Banyak lobang, bata blok dipasangnya gak rata, sisa besi nongol bikin mudah kesandung, geser kiri dikit udah got dalem bener, geser kanan diserempet motor yang naik ke trotoar. HADEH.
Selain itu, sayang-sayang alas kaki, Bunda. Beli mahal-mahal biar jalan kakinya nyaman, malah bocel di mana-mana karena kepentok batu lah, palang besi lah, macam-macam!Â