Ke-kepo-an dimulai dengan membuka Google Maps yang berujung nihil. Tak ada nama "Lorong Wallace". Catatan perjalanan para travel blogger beserta foto-foto gapura Lorong Wallace yang selama ini menjadi petunjuk pun seketika tak berarti. Kedatangan kami ke lokasi pun tak berbuah apa-apa.
Opsi kedua pun ditempuh: kami menanyakan lokasi Rumah Wallace kepada host penginapan kami, Bu A dan Pak F. Bu A langsung paham.
"Oh, dulu saya pernah bawa tamu ke sana. Tapi katanya itu rumah sudah dibeli oleh orang, jadi tidak boleh masuk, Mbak."
"Di mana itu?" Pak F menimpali Bu A. Pak F orang asli Ternate, sementara istrinya orang Bugis. Selama beberapa hari kami tinggal di rumah mereka, Bu A malah beberapa kali lebih mengetahui lokasi "ajaib" yang turis lebih banyak tahu daripada warga lokal.
"Itu, namanya sekarang Jalan Juma Puasa, tho. Dulu namanya Jalan Wallace, tapi orang banyak protes, katanya kenapa diberi nama orang asing. Kenapa tidak namakan jalan pakai nama pejuang Ternate saja. Jadinya diubah lah sejak kapan itu. Nanti kami antar, Mbak. Saya juga sudah lama tidak ke sana."
Jalan Juma Puasa yang diyakini menjadi kandidat terkuat rumah Wallace bermukim ternyata berkali-kali saya dan Ivana lalui selama tiga hari sebelumnya. Pada gapura jalan utamanya terhias ornamen khas Tionghoa, dengan tulisan "Santiong". Kelurahan Santiong.
Saya ingat betul. Ketika menumpang angkot melewati gapura tersebut sehari sebelumnya, saya membatin bercanda tidak lucu dengan diri sendiri. "Wah jauh-jauh pergi, ternyata dekat rumah juga. (Kramat) Santiong."
Dikatakan masih dugaan karena hingga sekarang tak ada yang mengetahui secara pasti di manakah Wallace pernah tinggal di Ternate. Kira-kira, yang menjadi penguat dugaan ialah karena ada sumur di bagian belakang rumah serta benteng Portugis dekat situ.