Mohon tunggu...
Widha Karina
Widha Karina Mohon Tunggu... Penulis - Content Worker

seni | sejarah | sosial politik | budaya | lingkungan | buku dan sastra | traveling | bobok siang. mencatat, menertawakan keseharian, dan menjadi satir di widhakarina.blogspot.com dan instagram.com/widhakarina

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Rumah Alfred Wallace yang Kesohor Itu Akhirnya Ditemukan di Ternate!

12 September 2019   19:57 Diperbarui: 13 September 2019   17:10 5788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Alfred Russel Wallace (Sumber foto: London Stereoscopic & Photographic Company/Borderland Magazine). Dimuat melalui Kompas.com

"Selama delapan tahun menjelajah Nusantara, Ternate menjadi tempat tinggal dan transit terlama Wallace ...

... Selama bertahun-tahun, para ahli gigih mencari rumah Wallace berdasarkan keterangan dalam buku itu. Ada tiga lokasi yang diduga rumah Wallace dan belum ada kata sepakat rumah yang mana sebenarnya."

"Menelusuri Jejak Warisan Wallace", Harian Kompas, 9 September 2019

Ada yang menarik perhatian saya dari Tajuk Utama Harian Kompas Senin lalu. Pada kolom paling kiri, termuat kisah perjalanan Ekspedisi Wallace yang janjinya akan diulas selama 8 terbitan. 

Liputan khusus ini dibuat demi memperingati 150 tahun terbitnya The Malay Archipelago, buku Alfred Russel Wallace yang berisi perjalanannya ke Hindia Belanda.

Tajuk Utama Harian Kompas Senin, 9 September 2019. Foto oleh Widha Karina
Tajuk Utama Harian Kompas Senin, 9 September 2019. Foto oleh Widha Karina
Artikel Harian Kompas, dalam edisi yang sama. Membahas terkaan-terkaan sekitar rumah Wallace. Foto oleh Widha Karina
Artikel Harian Kompas, dalam edisi yang sama. Membahas terkaan-terkaan sekitar rumah Wallace. Foto oleh Widha Karina
Mengapa pula saya mesti bergirang hati membaca lipsus ini, padahal tak seberapa memahami garis imajiner yang Alfred Russel Wallace ciptakan untuk membelah karakter ragam flora fauna Indonesia? Alasannya, saya dan seorang teman juga pernah mencari rumah yang sama, dua tahun lalu.

Sesungguhnya, tidak ada yang istimewa dengan pencarian "Lorong Wallace" di tengah permukiman Ternate. Sudah banyak orang berusaha mencari gang yang diyakini menjadi rumah Wallace saat ia menyusunnya dalam deraan sakit malaria.

Mulai dari utusan Kerajaan Inggris, peliput kredibel sekelas Harian Kompas, akademisi, pecinta sains dan lingkungan, hingga turis kepo macam saya dan teman saya. Semuanya pulang dengan kisah samar.

Pertama, Ivana teman seperjalanan saya ternyata sudah mengantongi list to do yang harus dihampiri sebelum mati: mampir ke Rumah Wallace.

Heran juga. Di samping harapan saya melihat beberapa benteng yang merekam sejarah perebutan rempah, ternyata dia menyimpan keinginan untuk merasakan suasana rumah yang mengilhami naturalis asal Inggris tesebut hingga namanya kerap kami baca saat SD, bersanding dengan Weber, berseliweran dalam buku IPA maupun IPS.

Karya Alfred R. Wallace. Foto oleh: KOMPAS | ARIS PRASETYO
Karya Alfred R. Wallace. Foto oleh: KOMPAS | ARIS PRASETYO
Sulitnya Pencarian: Tidak Semua Orang Ternate Mengenal Nama Alfred Russel Wallace
Ke-kepo-an dimulai dengan membuka Google Maps yang berujung nihil. Tak ada nama "Lorong Wallace". Catatan perjalanan para travel blogger beserta foto-foto gapura Lorong Wallace yang selama ini menjadi petunjuk pun seketika tak berarti. Kedatangan kami ke lokasi pun tak berbuah apa-apa.

Opsi kedua pun ditempuh: kami menanyakan lokasi Rumah Wallace kepada host penginapan kami, Bu A dan Pak F. Bu A langsung paham.

"Oh, dulu saya pernah bawa tamu ke sana. Tapi katanya itu rumah sudah dibeli oleh orang, jadi tidak boleh masuk, Mbak."

"Di mana itu?" Pak F menimpali Bu A. Pak F orang asli Ternate, sementara istrinya orang Bugis. Selama beberapa hari kami tinggal di rumah mereka, Bu A malah beberapa kali lebih mengetahui lokasi "ajaib" yang turis lebih banyak tahu daripada warga lokal.

"Itu, namanya sekarang Jalan Juma Puasa, tho. Dulu namanya Jalan Wallace, tapi orang banyak protes, katanya kenapa diberi nama orang asing. Kenapa tidak namakan jalan pakai nama pejuang Ternate saja. Jadinya diubah lah sejak kapan itu. Nanti kami antar, Mbak. Saya juga sudah lama tidak ke sana."

Jalan Juma Puasa yang diyakini menjadi kandidat terkuat rumah Wallace bermukim ternyata berkali-kali saya dan Ivana lalui selama tiga hari sebelumnya. Pada gapura jalan utamanya terhias ornamen khas Tionghoa, dengan tulisan "Santiong". Kelurahan Santiong.

Saya ingat betul. Ketika menumpang angkot melewati gapura tersebut sehari sebelumnya, saya membatin bercanda tidak lucu dengan diri sendiri. "Wah jauh-jauh pergi, ternyata dekat rumah juga. (Kramat) Santiong."

Gapura Kelurahan Santiong. Foto oleh: Widha Karina
Gapura Kelurahan Santiong. Foto oleh: Widha Karina
Masuk ke dalam gapura bertuliskan "Santiong", melewati reruntuhan bekas benteng Portugis di sebelah kiri, tak sampai 100 meter, akan ada sebuah gang kecil bertuliskan "Lorong Wallace" di kanan jalan. Bila ditelusur sampai ujung, kita akan berjumpa pada ujung lain gang yang bersisian dengan sebuah Masjid.

Papan nama | Foto oleh: Widha Karina
Papan nama | Foto oleh: Widha Karina
Tepat pada sebelah kanan mulut gang itulah berdiri rumah yang diduga kuat merupakan rumah sewaan Wallace.

Dikatakan masih dugaan karena hingga sekarang tak ada yang mengetahui secara pasti di manakah Wallace pernah tinggal di Ternate. Kira-kira, yang menjadi penguat dugaan ialah karena ada sumur di bagian belakang rumah serta benteng Portugis dekat situ.

Ukuran Gang Wallace. Foto oleh Widha Karina
Ukuran Gang Wallace. Foto oleh Widha Karina
Mural pada tembok Lorong Wallace, menggambarkan keakraban Wallace dan Ali. Foto oleh: KOMPAS | BAHANA PATRIA GUPTA
Mural pada tembok Lorong Wallace, menggambarkan keakraban Wallace dan Ali. Foto oleh: KOMPAS | BAHANA PATRIA GUPTA
Halaman belakang rumah, menurut Bu A, dulu bisa terlihat hanya dengan berjalan melewati gang kecil di samping rumah. Tetapi ketika kami datang, sudah ada papan kayu yang menutupi pandangan ke area belakang rumah.

Bila rasa kepo tinggi, perlu sedikit mengintip melewati bilang-bilah kayu untuk bisa mengatakan, "Oh iya, ada sumurnya!

Ketika sedang mengintip itulah, seorang bapak keluar dari dalam rumah yang posisinya dalam Lorong Wallace, tepat berseberangan dengan halaman rumah belakang Wallace. Tak perlu waktu lama.

Usai mengucap salam dan bertanya keperluan kami, ia pun dengan mudah menebak bahwa kami adalah 4 orang yang penasaran dengan Rumah Wallace.

Namanya Pak R, memperkenalkan diri sebagai Ketua RT.

Diskusi berikut ini adalah semata-mata mengandalkan ingatan saya. Detil yang tidak bisa saya pertanggungjawabkan mengenai relasi antara Pak R dan pemilik asli rumah, meskipun ada terbersit sedikit ingatan, sayangnya tidak bisa saya ungkapkan di sini.

"Ini yang punya rumah lagi keluar kota. Banyak turis asing jauh-jauh datang ke sini, tapi memang nggak bisa masuk. Di dalam juga katanya sudah banyak yang berubah. Jadi ya nggak ada yang bisa dilihat."

Foto ketika "digrebek" Pak RT. Wakaka. Foto oleh Widha Karina
Foto ketika "digrebek" Pak RT. Wakaka. Foto oleh Widha Karina
Menurut Pak R, rumah ini awalnya ialah punya Muhammad Yusuf Bai yang kemudian dibeli oleh keluarga yang sekarang menempati. Sejak didatangi orang banyak lantaran diduga kuat sebagai rumah asli Wallace, ada kemungkinan keluarga tersebut menjadi kurang nyaman dan cenderung menutup akses berkunjung.

Banyaknya turis yang mencari tahu jejak Wallace pun membuat Pak R sempat membuka kafe bertema Alfred Wallace di rumahnya. Kami berbincang di bekas kafenya yang masih menyisakan ornamen bergambar wajah Wallace.

Ngobrol bareng Pak R. Rumahnya juga ada dalam Lorong Wallace. Foto oleh Widha Karina
Ngobrol bareng Pak R. Rumahnya juga ada dalam Lorong Wallace. Foto oleh Widha Karina
Ngalor ngidul, kami juga berbincang tentang kisah "katanya-katanya" yang diceritakan oleh leluhur Pak R. Tentang isu makam Ali (asisten Wallace) serta keluarganya yang tersisa.

Pemerintah yang urung membeli rumah bersejarah itu karena alasan budget dan minimnya kesadaran warga lokal tentang nilai sejarah Wallace yang sesungguhnya dapat meningkatkan posisi Ternate sebagai laboratorium/museum hidup nomor 1 di Indonesia.

Plus, kami berbincang juga tentang rumor Pemerintah Inggris yang mau memberikan uang milyaran rupiah jika ada yang berhasil menemukan rumah asli Wallace untuk dibuat sebagai museum peringatan berisi segala macam temuannya.

Kecewa, Ivana pun sekadar manggut-manggut mendengarkan cerita Pak R. Menyadari kami bukan yang pertama merasa kecewa, ia menjanjikan akan memberikan kopian berbagai risalah Alfred Russel Wallace yang dia punya kepada kami hanya dengan mengiriminya email terlebih dahulu. Alamatnya diberikan ke saya, tapi tak pernah saya kirimi ia surat. Lupa, sekaligus ya sudahlah.

Saya, Ivana, Pak F, dan Bu A pun malam itu pulang dengan perasaan tak hampa-hampa amat. Setidaknya ada cerita yang bisa kami bawa pulang. Dan siapa sangka, kira-kira info serupa juga lah yang sepertinya ditemukan oleh tim penelusuran Ekspedisi Wallacea Harian Kompas seperti yang kami baca dari Karena artikel di koran dan ulasan di media interaktifnya yang ciamik.

Tak ada yang istimewa dalam pencarian kami.

Sampai hari ini.

Secara kebetulan. Sesaat sebelum menyelesaikan artikel ini, saya googling lagi tentang penemuan netizen seputar kediaman ilmuwan yang berkontribusi dalam memperkaya Teori Evolusi Darwin ini. Siapa tahu ada perkembangan setelah dua tahun saya dan Ivana main ke sana.

Dan, saya menemukan artikel ini. Dimuat oleh (entah) media lokal atau mandiri, bernama detikindonesia.co. Artikel tersebut memuat reportase kegiatan Indonesia Creative Cities Network (ICCN 2019) yang terselenggara pada tanggal 2-7 September 2019 di Ternate. Baru saja!

Di dalam ICCN, ada satu konferensi pers yang intinya menyimpulkan secara tegas lokasi rumah Wallace di Ternate!

Berbeda dengan lokasi Lorong Wallace di Jalan Juma Puasa yang selama ini diyakini oleh banyak orang sebagai rumah Wallace, ternyata hasil identifikasi memutuskan lokasinya ada di dekat Benteng Oranje, tepatnya di persimpangan Jalan Pipit dan Jalan Merdeka! Hanya berjarak tak lebih dari 500 meter dari Juma Puasa.

Aduh duh. Betapa berarti selama ini para pecinta sejarah karbitan telah terkecoh.

Meski demikian, saya tak mau begitu saja percaya dari satu sumber. Saya googling lagi, sayangnya media mainstream hanya memberitakan acara ICCN 2019 secara keseluruhan, tetapi tidak spesifik mengulas konferensi pers rumah Wallace. Tapi kemudian saya temukan pula satu blogger yang menulis artikel berjudul "Lokasi Rumah Wallace di Ternate Sudah Diidentifikasi".

Konferensi pers tersebut rupanya disampaikan oleh Kepala Bidang Sejarah dan Cagar Budaya Dinas Kebudayaan Ternate Rinto Raib seusainya menyampaikan materi pada sesi "Jejak dan Warisan Wallace". Memantapkan penelitian, hadir pula Paul Winchup dan Paul Sochaczewski dari The Alfred Russel Wallace Correspondence Procect.

Alasan ditetapkannya persimpangan Jalan Pipit dan Jalan Merdeka sebagai lokasi pasti rumah Wallace yakni karena keberadaan sumur yang ada di belakang rumah. Selain karena kecocokan denah dan posisinya (dekat pasar dan benteng Portugis) seperti yang dideskripsikan langsung oleh Wallace dengan tulisan tangannya (lihat denahnya di sini).

Eh tapi bukankah Benteng Oranje adalah benteng Belanda, karena itu dinamakan Oranje? Bukan hanya penggunanya, tetapi benteng ini dibangun oleh Belanda (demikianlah sejarah yang tertera pada papan informasi di Benteng Oranje). Atau mungkinkah setelah ini, hipotesis mengenai lokasi ini masih akan mendapat respons dari sejarawan?

Semoga tidak kembali berpolemik.

Fort/Benteng Oranje atau Benteng Orange. Tapi, ini kan bukan Benteng Portugis? Foto oleh Widha Karina
Fort/Benteng Oranje atau Benteng Orange. Tapi, ini kan bukan Benteng Portugis? Foto oleh Widha Karina
Penjelasan sejarah Fort Oranje dalam papan informasi dalam museum. Foto oleh Widha Karina
Penjelasan sejarah Fort Oranje dalam papan informasi dalam museum. Foto oleh Widha Karina

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun