Sebenarnya saya paling males nulis pengalaman liburan. Pertama, saya paling anti pegang HP dan buka medsos selama liburan. Makanya saya hepi kalau terdampar di lokasi yang sinyalnya susah. Liburannya bisa khusyuukk. Kalaupun ada foto bagus, ntar aja, diaplotnya pascaliburan. Pun susah sinyal adalah senjata pamungkas supaya orang kantor nggak bisa ngontak saya (mohon jangan diadukan!).
Kedua, meski gemar ngutak-atik itinerary, saya bukan tipe yang rajin bikin evaluasi dan laporan keuangan. Ketiga, malas. Kan letih ya, judulnya liburan tapi masih aja ditarget motret, bikin video, nulis. Bedanya apa dong sama kerja sehari-hari.
Tapi kadang, saya pengen banget berbagi informasi. Dan untuk beberapa kesempatan, saya sering mendapat titipan untuk menginformasikan destinasi lokal oleh orang asli sana.
Maka tadaaaa..... untuk beberapa tulisan ke depan, saya mau cerita soal pengalaman saya di Ternate dan Tidore bersama temen ngetrip saya kali ini: Ivana!
Kenapa Ternate dan Tidore?
Karena waktu itu (tahun 2017 awal) dan film Banda mau keluar. Dan Ternate-Tidore adalah 2 pulau rempah di Maluku Utara yang perannya nggak kalah penting dalam Jalur Sutera. Ini adalah saat yang tepat, terutama karena Alfred Wallace pernah tinggal di Ternate! Coba bayangkan! Betapa seksinya, pulau rempah yang bertabur sejarah!
Boong deng. Ini semata-mata karena kedodolan saya dan Ivana. Awalnya sih kami pengen ke Labuan Bajo atau Gorontalo. Berhubung tiket Labuan Bajo di Garuda Indonesia Travel Fair (GATF) tahun 2017 yang harganya Rp 900.000 PP itu ludes dalam hitungan menit, jadilah saya dan Ivana mulai ngasal berkreasi.
"Gorontalo, Mbak."
*Suara cetak-cetok mbake di laptop*
"PP 3,1 Mbak...."
"Yah.. masih mahal."
(Saya dan Ivana pandang-pandangan, diakhiri anggukan. Persis kayak di sinetron)
"Coba kalau Ternate, Mbak...."
Dan jadilah jiwa-jiwa yang kebelet liburan ini terbang ke Ternate dengan pesawat jawara se-Nusantara dengan harga kelas L ekonomi yang sebenarnya nggak murah-murah amat *nangis*. Tapi berhubung mbaknya bilang, "Kelas London (L) itu keluarnya dua tahun sekali lho Mbak. Ini murah banget." Hokelah kami percaya terutama karena Ivana dan Mbak Travelnya sama-sama orang Karo (iya, nggak ada hubungannya).
Dan bodohnya kami ya.... Kami beli tiket buat berangkat tanggal 30 Mei 2017. Setelah melalui beberapa kali miting itinerary, jeng jeng... baru ngeh kalau itu pas bulan puasa. Terus googling, Ternate dan Tidore itu Kesultanan Islam. Mak celeguk. Lha pantes tiketnya murah (murah menurut mbaknya)!
Sebagai informasi tambahan, saya dan Ivana memang nggak puasa (tapi ini rahasia. Tolong jangan dibesar-besarkan). Padahal salah satu tujuan kami adalah wisata kuliner *mbrebes mili*. Ini sempat ada episode seru, bagaimana kami akhirnya ikutan puasa tapi tetep nggak mau rugi, tetap naik turun benteng dan ngotot mau coba banyak makanan. Nah, neks taim poin ini bakal dibahas di tulisan selanjutnya yes.
Memangnya di Tidore Ada Penginapan?
Bukan bermaksud meng-underestimate teman-teman dari Tidore, tapi itu benar-benar menjadi pertanyaan kami. Apalagi kami sudah memutuskan bahwa kami akan ke Tidore dulu, sebelum Ternate. Kenapa? Soalnya Tidore jauh, huhu.
Untuk ke Tidore dari Jakarta, kita harus turun dulu di Bandara Sultan Babullah Pulau Ternate, lalu nyeberang dengan ferry atau speedboat ke Pulau Tidore.
Dari Bandara Sultan Babullah Ternate, kita harus menempuh jalur darat ke Pelabuhan Bastiong dengan menumpang mobil sewaan atau ojek. Ojek lokal dari bandara cukup mahal karena mereka mendominasi trayek ini. Sediakan uang kira-kira Rp 50.000 untuk jarak Sultan Babullah -- Pelabuhan Bastiong (+13 Km) tanpa macet.
Meski mahal, ojek dan penyedia layanan transportasi di Ternate santun, tak pernah memaksa kita untuk menggunakan jasanya (gak kayak sopir taksi tembak yang nyeredeng-nyeredeng mulu). Penyedia jasa di Ternate sangat informatif dan ramah.
Jadi saya dan Ivana memilih speedboat yang berangkat setiap saat. Biayanya Rp 10.000 untuk 6 menit waktu tempuh. Cepet banget, praktis. Dan seru gitu bisa dengerin ibu-ibu PNS ngobrol.
BTW kehidupan di pelabuhan speedboat agak lebih liar. Terutama para cewek, kita mesti tahan-tahan mental sedikit. Suka ada abang-abang kapal yang godain sambil ketawa-ketawa. Atau sayanya aja yang GR. Bisa jadi mereka lagi lihat twitnya Marno Blewah.
Sekilas, waduh mahal amat! Tapi tolong dong jangan dibandingkan dengan angkot Jakarta (ngomong ke diri sendiri). Tapi setelah angkotnya jalan, astaga, harga segitu terbilang murah buanget! Kami menyusuri jalan di garis pantai yang berjarak kurleb 20-an km. Jalannya sepiii banget.
Eh lupa, manggil abangnya jangan abang ya, Om aja, atau Pak. Kalau masih muda dan kita yakin dia orang Maluku, panggil Nyong juga boleh.
Balik Lagi, Memangnya Penginapan di Tidore Seperti Apa?
Nahkan jadi lupa. Intinya, ketika kami googling "Penginapan di Tidore", yang keluar paling banyak hanya 3 nama penginapan. Udah gitu, masing-masing penginapan nggak ada review-nya. Palingan cuma ada dua atau tiga pengunjung yang upload foto, itupun foto selfie (hadeehhh). Nggak jelas bentuk penginapannya gimana.
Meski demikian, saya dan Ivana tertarik dengan penginapan yang paling banyak nongol di Google: Penginapan Seroja. Dan penginapan ini sudah diulas KOMPAS.com! Hmmmm... Secara saya (lebih) percaya media yang belakangan ini mengubah tagline menjadi "Jernih Melihat Dunia" (pereus), jadi deh penginapan ini kami kepoin.
BTW kami nggak dibayar sama Seroja ataupun Pemda Tidore buat bikin tulisan ini ya. Catat! Artikel ini murni biar you you semua punya gambaran cari penginapan di sana.
Menurut beberapa sumber, Penginapan Seroja adalah penginapan tertua di Tidore, pembangunannya di-support pemerintah daerah dan dicitrakan istimewa karena memiliki kolam renang laut. Okelah nilai plus buat penginapan tertua yang dibangun di bawah pengawasan pemerintah, berarti udah sering terima tamu, terkelola, dan terjamin pelayanannya.
Minusnya, penginapan ini bisa jadi lawas, ringkih, gelap, berhantu, dan mungkin fiktif, bayarnya pake daun (nggak ding). Soal kolam renang laut? Jujur aja, saya nggak terlalu peduli, soalnya kami hanya semalam di Tidore dan nggak berencana renang di laut.
Secara posisi, saya kepoin di Google Map, Penginapan Seroja ada di pinggir jalan besar, tidak mblusuk seperti penginapan lainnya. Â Lokasinya juga hanya berjarak 200 meter dari Benteng Tahula, Kedaton (Keraton) Kesultanan Tidore dan Benteng Tore. Wah... cocok ini. Bisa keliling modal jalan kaki.
Akhirnya cuss, kami telepon. Yang angkat, namanya Ros. Otomatis, lidah saya langsung Melayu dan memanggilnya Kak Ros. Upin Ipin mode on. Untung saya nggak ketrucus minta ayam goreng.
Ternyata masih ada kamar untuk tanggal 30 Mei. Tarifnya Rp 330.000/kamar untuk 2 orang dengan fasilitas kamar mandi dalam, sarapan dan makan malam. Ntap! Padahal sih budget kami per malam untuk trip ini cuma Rp 150 - 200 ribu per malam. Tapi berhubung penginapan di Tidore sulit, kami pikir, yasudahlah. Gapapa.
Itu Kan Baru Rencana..... Kenyataannya Gimana?
Begitu si ibu baik hati dari speedboat mengajak kami turun di depan Penginapan Seroja, siiiingggg....... Beneran udah nyampe kota nih? Kok masih sepi, tak jauh beda dengan beberapa desa yang tadi kami lewati dengan angkot.
Saya dan Ivana masuk ke kamar dan mulai membongkar isi tas sembari mengecek kamar mandi. Kamarnya rapi, bersih, dan sederhana. Setelah mengisi perut dengan roti yang diberikan maskapai (kami ngunyah dalam kamar karena di luar sana kan orang sedang puasa), kami keluar dan mulai berkeliling ke seluruh penginapan. Oh betapa sepinya, ternyata kami adalah satu-satunya tamu saat itu.
Penginapan ini sesungguhnya adalah tempat tinggal yang kemudian disulap untuk bisa menampung puluhan orang. Selain kamar-kamar pada bangunan utama, mereka juga membangun sekian kamar di halaman belakang. FYI, "halaman belakang" mereka beneran laut. Sampai bingung ini gapapa nih rumah langsung samping-sampingan sama laut?
Setelah melihat kondisi penginapan, siang itu kami pamit ke Ibu dan Kak Ros untuk berjalan-jalan sampai sore. Setelah mengetahui bahwa kami berdua tidak berpuasa, Kak Ros membekali kami berdua dengan air minum kemasan, banyaaak sekali. Setengahnya kami simpan dalam kamar dan setengahnya kami tuang ke botol minum kami masing-masing sebagai bekal perjalanan.
Kak Ros mengatakan, seharusnya tarif kamar sudah termasuk makan malam dan sarapan. Tetapi karena pada bulan puasa semua karyawan dipulangkan tengah hari, penginapan tidak bisa menyediakan  makan malam. Sebagai penggantinya, Kak Ros menyediakan kudapan pada jam buka puasa dan sahur. Dengan begitu, saya dan Ivana harus cari makan malam sendiri di luar. Isokei.
BTW jarak antara Penginapan Seroja dengan Benteng Tahula, Benteng Tore, dan Kedaton Tidore beneran deket, lho! Sedekat itu sehingga kalau tiba-tiba saya mules pas lagi jalan-jalan di benteng, saya bisa pulang dulu ke penginapan untuk mengurus hajat hidup manusia pada umumnya.
Tapi Penginapan Seroja ini berjarak agak jauh dari pasar. Untuk membeli jajanan dan makan malam, kami harus naik bentor (becak motor) ke pasar. Tarifnya tidak mahal, hanya berkisar Rp5.000 sampai 15.000 saja.
Saya dan Ivana tidak banyak berinteraksi dengan Ibu dan Kak Ros karena mereka berdua jarang terlihat di ruang tamu. Yang kami temui malah anggota keluarga lain, perempuan seusia kami yang begitu jam berbuka puasa, menggunakan ruang tamu untuk bercengkerama dengan teman-temannya. Itupun saya dan Ivana tidak enak mengganggu dan memilih untuk beristirahat saja dalam kamar.
Obrolan antara saya, Ivana, dan Ibu malah terjadi keesokan paginya, ketika kami harus check out dan meneruskan perjalanan ke Ternate. Saya bertanya tentang riwayat foto-foto yang tergantung di dinding penginapan.
Sembari menunjuk salah satu foto, Si Ibu dengan antusias bercerita, "Saya pernah ketemu Pak Presiden Soekarno, duluuuu sekali waktu Pak Soekarno datang ke sini, ke Kedaton. Saya masih SD, dipilih untuk bawa bunga menyambut (dia). Senang sekali waktu itu."
Terinspirasi dari minimnya review tentang penginapan di Tidore, dalam artikel ini sudah saya sertakan juga video buatan saya, untuk melengkapi informasi bagi kamu-kamu  yang mau jalan-jalan ke sana. Jadi, kalian sudah mantap mau menginap di Penginapan Seroja?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H