Di permulaan malam
Ia batuk. Suaranya mengagetkan tokek yang sedang khusyuk membuat sarangÂ
Ia membaca suhu
Dari bulir air raksa yang sejatinya emoh menghirup kecut ketiakÂ
"Aku demam."Â
Ia mengasihani diri sendiri
Merengkuh gelas berisi air berbuih
Menelan sebutir petang, sesendok kelamÂ
--------
Di pertengahan malam
Ia menggigil sendirian
Gemeletuk gigilnya serupa ketukan peronda malam
Pada tiang-tiang listrik di gang permukimanÂ
--------
Di pengujung malam
Seorang pencuri lupa jalan pulang
Pada sebilah kusen ia bertumpu
Menghitung dosa dan doa
Tersedu meminta suaka
"Aku sekarat," ujar seseorang di balik jendela
Jemarinya gemetar mengangkat gelas
Mengantar air berbuih pada bibir tipisnya
Melihatnya, pencuri jatuh iba
Nekat mendobrak jendela
Tokek kaget lagi, lalu jatuh gedebuk sekeluarga
"Mbok ya kulonuwun." Tokek menghardik.
Tapi yang terdengar hanya bunyi tekkekkkdalam birama dua pertiga
Pencuri duduk di samping yang sakit.
"Apa maumu?"
"Diam, Pak Tua. Aku mau meringankan kegiatan sakratul mautmu."
Pencuri mencucukkan bunga karang, mencelupkannya dalam air berbuih
Lalu mencelupkannya ke mulut Yang Sakit
"Sudah selesai, Bodoh."
Si Sakit menampiknya
Ia menggeleng pada bir yang tak sesedap biasanya
Hanya asam
Mungkin sebentar lagi kedaluwarsa
Tak lama ia wafat
Diiringi lantunan litani
Kanon antara tokek dan Sang Pencuri
Yang mendaras tanpa sekali pun mendamba surga
Kata mereka,"Tuhan kami tak bisa berdoa. Tapi kabulkanlah doa kami."
Kali ini Tokek memproduksi birama empat perempat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H