Mohon tunggu...
Widha Karina
Widha Karina Mohon Tunggu... Penulis - Content Worker

seni | sejarah | sosial politik | budaya | lingkungan | buku dan sastra | traveling | bobok siang. mencatat, menertawakan keseharian, dan menjadi satir di widhakarina.blogspot.com dan instagram.com/widhakarina

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Nougat dari Tanah Jawa

14 Juli 2015   16:25 Diperbarui: 14 Juli 2015   16:25 2347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Segenggam enting-enting gepuk kesukaan. Foto oleh: Adrianto Bagas M."][/caption]

Anda sudah memikirkan oleh-oleh apa yang akan dibawa sekembali dari perjalanan mudik? Sebagian besar dari kita mungkin akan memikirkan kudapan khas suatu daerah untuk dibeli dan dibagikan kepada rekan kerja, sahabat atau tetangga sekitar. Demikian juga saya. Meski tidak melakoni tradisi mudik, saya selalu membeli enting-enting gepuk setiap kali berkunjung ke kota kelahiran ibu saya: Salatiga. Dulu ketika masih kecil, rasanya tidak ada yang aneh setiap kali mengunyah enting-enting gepuk. Ngertinya ya enak saja. Selesai perkara. Tapi setelah dewasa, saya cukup takjub ketika mengetahui bahwa makanan ini istimewa. Ternyata tidak banyak orang yang mengetahui enting-enting gepuk. Atau, kalau tahu, mereka keliru mendefinisikannya.

Saya sering merasa kebingungan ketika ada teman yang bertanya, “Enting-enting gepuk itu apa sih? Kue atau permen?” Ini tentu pertanyaan membingungkan. Pasalnya, tekstur makanan yang satu ini memang menyerupai kukis. Namun di sisi lain, lapisan manis pada permukaannya memungkinkan Anda untuk menyesapnya seperti permen.

Setelah saya pikir-pikir, enting-enting itu bentuknya menyerupai nougat. Lantas saya jadi teringat dengan salah satu jingle produk komersil yang mengadopsi keunikan ‘enting-enting gepuk’ sebagai komoditas mereka. “Ting-Ting bukan permen, Ting-Ting bukan biskuit.” Pernah dengar? Anda boleh saja terlebih dahulu mengenal enting-enting melalui jingle iklan tersebut. Namun, enting-enting yang asli dan digugu oleh produk tersebut sesungguhnya telah diciptakan sejak lama, di sebuah kelenteng, di Kota Salatiga, Jawa Tengah.

Berbeda dengan produk massal buatan pabrik ternama yang disiarkan melalui iklan, enting-enting gepuk asli Salatiga tidak menggunakan pengawet dalam pembuatannya. Ukurannya pun jauh lebih besar, berbentuk segitiga. Dan yang paling penting, enting-enting gepuk Salatiga menyimpan kisah perjuangan seorang kepala keluarga.

Tahun 1929. Cerita bermula dari seorang juru kunci Klenteng Hok Tek Bio yang bernama Khoe Tjong Hok. Di waktu luang, ia membuat camilan berupa kacang tanah asin dan kentang kering, yang kemudian dijajakannya kepada para pengunjung yang sembahyang situ. Tak lama kemudian, Khoe Tjong Hok berpikir untuk membuat makanan berbahan dasar kacang tanah yang lebih menarik. Karenanya, ia mencoba membuat gepuk kacang yang dicampur gula, sehingga menghasilkan sensasi rasa manis yang lengket di lidah. Kacang gepuk tersebut dijadikannya lapisan kulit luar, sementara bagian dalamnya diisi dengan kacang tanah yang telah dihancurkan menjadi serbuk. Sentuhan akhir, camilan tersebut pun dikemas menggunakan daun bambu. Khoe Tjong Hoek menjajakannya secara berkeliling dengan cara memikul kaleng yang telah berisi banyak camilan tersebut.

Pamor camilan temuan Khoe Tjong Hok yang kemudian dikenal dengan sebutan ‘enting-enting gepuk’ ini meroket dalam waktu yang tidak lama. Tak jarang, pembeli malah menghampiri Khoe Tjong Hok ke kelenteng dan memesan enting-enting gepuk dalam jumlah yang banyak. Ketika Khoe Tjong Hok meninggal pada tahun 1971, camilan manis tersebut sudah tidak bisa lagi diproduksi di dalam klenteng. Meski demikian, puteri ketiga Khoe Tjong Hok yang bernama Khoe Djioe Nio tetap memproduksi camilan ini di sebuah rumah yang kelak disebut Toko Sederhana. Toko ini terletak tepat di seberang Klenteng Hok Tek Bio. Sementara anak tertua Khoe Tjong Hok yang bernama Khoe Djoen Nio tidak melanjutkan usaha ayahnya, pada tahun 1973, anak kedua yang bernama Khoe Poo Liong juga memproduksi enting-genting gepuk di lokasi yang berbeda dengan Khoe Djioe Nio. Untuk membedakannya, produk buatan Khoe Poo Liong disebut Enting-Enting Gepuk Klenteng, sedangkan buatan Khoe Djioe Nio disebut Enting-Enting Gepuk 2 Holoo.

Nama ‘2 Holoo’ sendiri diambil dari dua guci besar yang terletak di Kelenteng Hok Tek Bio. Guci yang disebut ‘holoo’ itu berfungsi sebagai tempat mengirim doa dan sajian kepada Dewa dan leluhur. Selang satu tahun kemudian, dua penerus produksi ini menyatukan merek dagang mereka menjadi Enting-Enting Gepuk cap 2 Holoo. Di tahun yang sama, ketiga adik mereka yang bernama Khoe Tang Nio, Khoe Poo Soen, dan Khoe Poo Hauw menjadi ikut terlibat dalam proses produksi dan mendirikan pabrik berskala kecil. Kini, Anda dapat menemukan empat buah lokasi produksi yang tersebar di berbagai titik Kota Salatiga, yakni di Jalan Kalibodri, Klaseman, Senjoyo, dan Muria. Karena itu Anda tidak perlu heran jika menemukan Enting-Enting Gepuk cap Klenteng & 2 Holoo yang bertuliskan alamat produksi yang beragam, karena memang kudapan ini diproduksi di empat lokasi yang berbeda.

[caption caption="Klenteng Hok Tek Bio tampak luar. Terletak di Jl. Jenderal Sukowati, Salatiga, Jawa Tengah. Foto oleh: Adrianto Bagas M."]

[/caption]
Memasuki pasar yang lebih ‘serius’, para penerus Khoe Tjong Hok tidak lagi menggunakan kulit jagung sebagai kemasan pembungkus, melainkan kertas dan plastik berlogo merek dagang Klenteng & 2 Holoo. Meski demikian, berbagai metode pengolahan klasik masih dipertahankan dalam pembuatan enting-enting gepuk ini. Kacang tanah tetap digepuk secara manual (dipukul kencang hingga remuk) menggunakan palu berbobot 4kg yang terbuat dari batang kayu sawo. Kini, camilan ini sudah dikelola oleh penerus generasi ketiga. Meski demikian, kualitas makanan ini tetap sama seperti dulu. Terbukti, Enting-Enting Gepuk cap Klenteng & 2 Holoo tidak pernah kehilangan penggemarnya. Selalu ramai dicari meski belakangan ini kian ramai bermunculan enting-enting gepuk dengan merek dagang pesaing.

[caption caption="Toko Sederhana kini dikelola oleh generasi ketiga Khoe Tjong Hok. Jika Anda takut membeli enting-enting cap Klenteng 2 Holoo yang palsu, maka datanglah ke sini. Pasti asli. Foto oleh: Adrianto Bagas M."]

[/caption]

Ketika saya berkesempatan untuk bertandang ke salah satu pabrik Klenteng cap 2 Holoo di Jalan Kalibodri, saya dan fotografer sempat lama tertegun memandangi proses kerja yang berlangsung di lokasi produksi. Kami dibuat terkagumkagum oleh kecekatan
dan ketangkasan para pekerja di ‘dapur’ tersebut. Saya bahkan hanya bisa tersenyum lantaran kehabisan kata-kata. Sekilas terbersit dalam pikiran saya mengenai bagaimana dulu Khoe Tjong Hok melakoni proses produksi ini sendirian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun