Mohon tunggu...
widhadyah
widhadyah Mohon Tunggu... lainnya -

Never ending learner. An oxymoron sometimes. Sustainability enthusiast.\r\ntwitter : @widhadyah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pelajaran "Melawan" dari Novel "Go Set a Watchman (Harper Lee)"

4 Maret 2016   12:43 Diperbarui: 4 Maret 2016   14:02 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kalau anda sering daring (online), di media sosial manapun, kita akan menemukan banyak sekali kata "JANGAN!!", "ANDA SALAH", "BUKAN BEGITU!!", "YANG INI BENAR", "BUNUH!!","LAWAN"!!, dan kalimat2 penghakiman lainnya. Kalimat-kalimat yang sanggup mengintimidasi pembacanya, menumbuhkan rasa insecure dari apa yang selama ini diyakininya, atau reaksi yang lebih keras, marah karena merasa terus-terusan disalahkan, atau minimal seperti yang saya rasakan, gerah... *ambil kipas angin

Sekali dua kali melintas, bisa diabaikan. Tapi jika berkali-kali terpapar, bisa-bisa anda membangunkan Naga yang sedang tidur siang. Alih-alih menerima masukan dengan hati dan tangan terbuka, pembaca akan menyemburkan nafas naga, menolak dengan keras ide yang disampaikan. Kalaupun ada yang setuju, mereka lama-lama juga akan ikut merasa tidak nyaman, kemudian pura-pura tidak kenal. Seringkali saya menemukan informasi yang baik, ide yang konstruktif, berakhir dengan penolakan karena dianggap lebay. 

Dalam hal ini saya setuju. Saat ini hal sederhana banyak didramatisir, atau hal yang benar disampaikan pada konteks yang kurang tepat. Respon yang didapat bisa ditebak, ekstrim kiri dan ekstrim kanan. Yang merasa Sangat Setuju, membagikan informasi berkali-kali. Yang SANGAT TIDAK SETUJU, memberikan serangan balasan yang tidak kalah lebaynya. Mereka saling tuding, menghina dan mentertawakan, seakan-akan orang yang pendapatnya tidak sama adalah (pilih salah satu): 1) Orang Bodoh, 2) Pendosa, 3) 1 dan 2 benar. 

Dan perlu digaris bawahi, di bold, kemudian di highlight warna hijau neon, bahwa itu semua terjadi DARING, dunia maya!! Kita berantem dengan orang-orang yang misalnya ketemu dijalan, belum tentu kenal. Kita bisa saja membenci seseorang, karena apa yang kita baca di dunia maya, tapi saat ketemu, ngajakin selfie. Kita begitu mengagumi figur seseorang yang kita kenal di dunia maya, hingga menyetujui semua apa yang dikatakannya. Sebentar, saya garuk-garuk aspal dulu..

Lalu apa hubungannya cerita diatas dengan bukunya Harper Lee? Minggu lalu saya baru saja menyelesaikan buku terbaru beliau, Go Set a Watchman, sekuel dari buku menarik lainnya, To Kill a Mockingbird. Kisah ini mengambil latar belakang diskriminasi ras kulit hitam di pertengahan abad 19. Salah satu karakter utama di buku ini adalah Jean Louise, seorang perempuan yang memiliki cara berpikir yang berbeda dari orang-orang di sekitarnya. Dibesarkan oleh seorang ayah kulit putih yang memiliki kebijakan level D̶u̶m̶b̶l̶e̶d̶o̶r̶e̶ Mahatma Gandhi, dan seorang pengasuh wanita kulit hitam berwatak keras (Ibunya sudah meninggal). 

Ayahnya membesarkan ia hingga menjadi 'buta warna', ditengah-tengah masyarakat yang membedakan hak, kewajiban, dan segala aspek sosial lainnya dari warna kulit. Jean Louise mampu melihat setiap manusia memiliki hak hidup yang sama, tanpa membedakan warna kulit (I know, sounds liberal isn't it? :p)    

Singkat cerita, diakhir cerita, Paman Jean Louise memintanya untuk mempertimbangkan untuk menetap di kampung halamannya (Jean Louise pindah ke New York untuk 'melihat dunia yang berbeda'). Seperti yang sudah diduga Jean Louise (JL) menolak keras ide Paman Jack-nya. Ini kutipan dialog mereka, yang membuat saya jadi berkata "Hmmmm..."

-----------------

JL :... aku akan berlawanan dengan setiap orang di sini. Sepertinya aku tak akan cocok. Apa yang bisa kulakukan? Aku tak bisa melawan mereka. Aku tak kuat lagi melawan...

PJ : Aku tak bermaksud memintamu untuk melawan. Kau cukup pergi bekerja tiap pagi, pulang di malam hari, bertemu teman-teman.

JL : Paman Jack, aku tak bisa tinggal di tempat yang aku tak akur dengannya dan tempat ini juga tak akur denganku

PJ : Teman-temanmu justru sangat membutuhkanmu saat mereka salah. Mereka tak butuh kamu saat mereka benar. Butuh kedewasaan pikir untuk tinggal di wilayah ini. Kau tak memiliki kerendahan pikir ----

JL : Kukira takut pada Tuhan adalah awal dari kearifan.

PJ : Itu sama saja. Kerendahan hati

------------------

"Hmmm..", mungkin memang kita tidak perlu menggunakan kata "lawan", "jangan", dan sejenisnya. Kita 'hanya' perlu menjadi teman terbaik mereka. Karena teman lebih nyaman diajak berbicara daripada lawan. Karena yang tidak asing lebih mudah untuk dipercaya.

Dari sini kemudian teringat cerita Abina KH Ihya' Ulumuddin , bagaimana beliau yang sempat diasuh oleh Abuya As Sayyid Muhammad Alawi al Maliki, ditanah haram Makkah, kemudian 'dipaksa' untuk menggunakan mazhab Syafi'i saat pulang dakwah di Indonesia, padahal Abuya sendiri menganut mazhab Maliki. Tak lain, karena kearifan beliau yang memahami bahwa "manusia seringkali membenci apa yang tidak diketahuinya". Kita tahu bahwa kebanyakan muslim di Indonesia bermazhab Syafi'i (misalnya NU), dan karenanya untuk lebih mudahnya dakwah, bergaullah dengan cara yang sudah mereka ketahui. Toh sama-sama benarnya. 

Pelajaran yang saya ambil dari buku ini disintesa dengan pelajaran dari ngaji, mungkin berbeda bagi kawan lainnya. Tapi saya belajar, bahwa mungkin akan lebih baik, saat menemukan suatu hal yang kurang sesuai dengan apa yang saya yakini, coba bertemanlah. Mungkin ada yang saya belum pahami, atau mungkin ada yang belum mereka pahami. Berteman lebih nyaman daripada melawan. Memperbaiki lebih baik daripada menghancurkan. Namun catatan penting yang selalu saya ingat, dari guru kami, belajar apapun, membaca apapun, tetap milikilah tempat pulang untuk bertanya, sebenar-benar guru yang akan meluruskan saat bimbang, yang menguatkan saat ragu.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun