Mohon tunggu...
Widayat Wsb
Widayat Wsb Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Punya keahlian khusus memilih pete diantara tumpukan sambel goreng kentang.\r\nMampu menghabiskan beberapa macam lauk tanpa menggunakan nasi ataupun minuman.\r\nBlog: http://wonosobokemekelen.blogspot.com/\r\n

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dialog Imajiner Dengan Dirjen Pajak

4 Maret 2016   16:25 Diperbarui: 4 Maret 2016   16:38 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Berapa target penerimaan pajak Kanada?”.

“Target yang bagaimana maksud Anda?”, pegawai CRA itu malah balik bertanya dengan nada heran.

“Target penerimaan untuk CRA. Di negara kami, target penerimaan DJP ditetapkan setiap awal tahun. Dan angka itu sebisa mungkin akan kami penuhi sebagai tolok ukur utama keberhasilan kinerja kami”.

“Di negara kami tidak ada target penerimaan Pak. Karena penerimaan pajak akan turun naik secara otomatis mengikuti kondisi perekonomian negara”.

Delegasi kita terdiam dan sedikit malu mendengar jawaban itu. Mereka baru sadar bahwa pertanyaan itu sedikit konyol.

“Dari apa yang saya sampaikan di atas barangkali DJP atau lebih tepatnya negara ini bisa mengambil suatu pelajaran bahwa target penerimaan sebaiknya bukan menjadi tolok ukur utama buat organisasi kita ini. Walaupun tentu saja itu tidak bisa sepenuhnya kita bandingkan mengingat tax ratio kedua negara yang terpaut jauh (Tax Ratio Kanada tahun 2015 = 32,2%). Tetapi setidak-tidaknya DJP bisa mengambil intisari bahwa target penerimaan tidak bisa sepenuhnya menjadi tolok ukur utama capaian kinerja DJP.”

 “Lalu yang kedua Bapak Dirjen yang kami cintai. Saya akan menyampaikan sebuah kisah inspiratif yang mungkin saja memiliki relevansi dengan cara kerja di DJP. Barangkali Bapak atau sebagian yang hadir di ruangan ini pernah membacanya’.

“Ceritanya begini, pada sebuah pesta, tuan rumah mengadakan game dengan peralatan berupa balon di mana tiap balon itu sudah ditulis nama masing-masing orang yang diundang di pesta tersebut. Aturan permainan pertama adalah dalam waktu lima menit masing-masing peserta harus bisa menemukan balon dengan namanya sendiri. Selanjutnya apa yang terjadi? Suasana pesta jadi kacau balau. Masing-masing peserta berebut mencari balon masing-masing. Sampai setengah jam masih jarang peserta pesta  yang dapat menemukan balon miliknya. Sebagian besar balon malah meledak sebelum bertemu yang empunya akibat tangan kasar pada saat rebutan. Hasilnya adalah hanya sedikit yang berhasil menemukan balonnya, sebagian besar balon pecah dan suasana pesta centang perenang”.

“Kemudian pada game kedua peraturan diubah. Peraturannya adalah dalam waktu 5 menit setiap peserta mengambil balon terdekat dan menyerahkannya pada yang namanya tertera pada balon itu. Dan hasilnya sungguh berbeda sekali. Dalam waktu singkat para peserta sudah memegang balon dengan nama masing-masing. Game usai dalam waktu kurang dari 5 menit”.

“Bapak Dirjen yang baik. Permainan itu sedikit banyak mungkin bisa kita samakan dengan cara kerja di instansi kita ini. Tuan rumah adalah Bapak-Bapak yang di depan sebagai penentu dan pengambil kebijakan, peserta pesta adalah kami-kami para pelaksana di lapangan dan balon adalah target penerimaannya. Jika pencapaian target penerimaan dijadikan tolok ukur utama kinerja setiap kantor, maka itu ibarat Bapak membuat game dengan aturan pertama di mana setiap kantor akan rebutan penerimaan sampai kadang-kadang berusaha merebut penerimaan dari kantor lain. Hasilnya tidak akan optimal. Saling sikut demi memikirkan target kantornya masing-masing. Itu membuat kami sering terjebak dalam situasi memalukan di mana di depan Wajib Pajak kami berebut penerimaan padahal pada akhirnya semua akan bermuara pada rekening yang sama. Mohon dicatat bahwa bersaing adalah salah satu fitrah manusia. Dan fitrah ini akan muncul jika target penerimaan diberikan ke masing-masing kantor. Menurut saya target penerimaan cukup diberikan secara nasional saja. Tidak perlu dipecah lagi. Atau paling tidak capain target penerimaan jangan sampai menjadi tolok ukur utama apalagi menjadi satu-satunya patokan keberhasilan suatu kantor ”.

“Sedangkan jika capaian target penerimaan bukan lagi menjadi tolok ukur kinerja setiap kantor, maka bisa dikatakan Bapak telah membuat aturan game dengan peraturan nomor dua. Masing-masing kantor tidak akan melulu berusaha mati-matian mencapai target masing-masing, tapi akan saling bantu dan saling dukung  dengan  berbagai cara. Setiap unit kerja akan dengan sukarela mendukung penerimaan kantor lain dengan mengirimkan data/informasi untuk menggali potensi pajak. Tidak ada lagi unsur persaingan dan ego masing-masing kantor karena kami akan merasakan efek solideritas dalam mencapai tujuan bersama. Demikian saja dari saya Pak”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun