Mohon tunggu...
Widadi Muslim
Widadi Muslim Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru yang energik, atraktif dan murah senyum. Motivator dan penulis buku kependidikan. Juara kedua kompetisi edukasi Anlene Hidup Penuh Makna. Saat ini mengampu mata pelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 164 Jakarta Selatan.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Donohudan, Kenangan Pelatihan Sagusabib

15 Maret 2023   08:34 Diperbarui: 15 Maret 2023   08:36 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Selasa pagi. Google mengirimkan foto-foto kenangan ketika saya membersamai guru-guru hebat di Gedung Asrama Haji Donohudan, Solo. Sebagian besar foto terdiri dari suasana saat pelatihan. Namun ada yang menarik hati saya ketika melihat foto-foto tersebut, yaitu hamparan sawah dan padi yang mulai menguning. Seketika itu saya teringat lagu Serumpun Padi karya R. Maladi.

Serumpun padi tumbuh di sawah

Hijau menguning daunnya

Tumbuh di sawah penuh berlumpur

Di pangkuan ibu pertiwi

Pagi itu sebelum memulai pelatihan saya berjalan-jalan dan memandang hamparan sawah yang terletak di sekitar gedung. Memandang hamparan padi yang mulai menguning tersebut menumbuhkan rasa bahagia. Membayangkan wajah-wajah ceria para petani. Tanpa saya sadari dari arah belakang berdatangan para petani dan Sebagian menegur dengan santun.

"Sugeng enjing (selamat pagi) Mas."

"Sugeng enjing (selamat pagi) Pak/Bu."

"Sepertinya Den Mas datang dari jauh ya, bukan warga sini?"

"Iya betul Pak, saya dari Jakarta tadi malam sampai di sini."

"Luas sekali Asrama Haji Donohudan ini ya Pak."

"Iya begitulah, Den Mas mau berangkat haji atau umroh?"

"Oh tidak kedua-duanya Pak."

"Berarti Den Mas lagi jalan-jalan melihat suasana desa ya?"

"Saya diundang panitia untuk memberikan pelatihan Pak."

"Pelatihan apa Den Mas?"

"Sagusabib Pak."

"Hah, nanam sagu mana bisa tumbuh di sini?"

"Bukan Pak, sagusabib maksudnya satu guru membuat satu buku ice breaking."

"Wah kulo mboten mudeng (saya tidak paham), Den."

Sedang asyik-asyiknya mengobrol tiba-tiba terdengar suara panitia melalui pengeras suara. Saya segera merapat ke ruang panitia.

Di ruang pelatihan peserta sudah memenuhi ruangan. Satu meja panjang berada di depan menghadap peserta. Saya duduk berempat dengan panitia. Panitia memperkenalkan bahwa saya sebagai pembicara yang akan menemani peserta selama 2 hari membuat buku ice breaking. Di belakang kami duduk terpajang spanduk bertuliskan tema pelatihan dan foto saya dengan Muhammad Ramli Rahim (MRR) ketua IGI Pusat pada saat itu. MRR berbaju putih sedangkan saya berbaju pramuka. Sepertinya foto tersebut dijepret pada saat pelatihan di Jakarta.

Setelah sesi perkenalan saya menyampaikan segala hal terkait ice breaking (pengertian, manfaat, contoh, dll) sampai berujud menjadi sebuah buku. Dua jam penuh sesi ini berlangsung hingga tiba waktunya coffe break.

Beberapa meja panjang digabung, kursi tertata rapi di sekelilingnya. Panitia dan peserta duduk menikmati kue dan aneka minuman sesuai selera. Mereka saling berkenalan berbagi cerita. Suasananya akrab sekali.

"Saya Anti Pak dari Makasar."

"Oh Bu Anti, berapa orang dari sana yang ikut?"

"Tiga orang Pak."

"Mohon nanti materinya disebarluaskan untuk guru-guru di sana ya."

"Iya Pak, siap."

"Kalau Bapak diundang ke Makasar bisa?"

"Insya Allah bisa."

"Tahun lalu pendampingan 1000 guru SMA di Makasar bersama Cyber Campus."

"Yang bener Pak."

"Nih saya ada fotonya waktu pembukaan  pelatihan di SMA 5."

"Wow, keren Pak."

"Yang bawah itu di Pare-Pare."

"Ini di gedung ICMI ya Pak?"

"Iya betul."

Keasyikan mengobrol sampai lupa menyeruput kopi, sedangkan sesi berikutnya akan berlansung 10 menit lagi. Saya mempersilakan peserta menikmati kue dan minuman yang telah disediakan oleh panitia dan berganti kostum karena sesi berikutnya banyak melakukan praktik ice breaking.

Sesaat kemudian peserta telah kembali ke ruang pelatihan. Pada sesi ini mereka akan membedah buku "Ice Breaking di Sekolahku." Buku tersebut berisi praktik ice breaking yang sudah saya lakukan di sekolah tempat saya bertugas. Satu persatu judul ice breaking pada buku tersebut dibedah, dimaknai dan dipraktikkan di ruang pelatihan sehingga suasana menjadi riang gembira.

Selanjutnya masing-masing peserta melakukan praktik ice breaking sesuai dengan yang pernah dilakukannya di sekolah tempat mereka bertugas. Kemudian menuliskan judul ice breaking dan cara melakukannya pada kertas HVS atau folio bergaris.

Dari 200 peserta, baru 58 yang berani praktik ice breaking. Para peserta mendapatkan gambaran beraneka macam bentuk ice breaking. Kumpulan ice breaking tersebut kemudian diserahkan kepada panitia untuk difoto copy, dijilid dan dibagikan kepada seluruh peserta. Tanpa mereka sadari mereka sudah berhasil membuat draf 1 buku antologi ice breaking. Sesi hari pertama ditutup dengan refleksi. Pada pelatihan hari kedua semua peserta semakin akrab. Keakraban ini memungkinkan mereka lebih santai, terbuka dan leluasa ketika melakukan praktik ice breaking  berkelompok.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun