Mohon tunggu...
Wichdahtul AufaQorina
Wichdahtul AufaQorina Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

dsb

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Lahirnya Organisasi Keagamaan

8 April 2024   02:20 Diperbarui: 8 April 2024   02:30 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

       Indonesia terkenal sebagai negara yang kaya, baik dari segi sumber daya, kebudayaan, serta keragaman masyarakatnya, tidak terkecuali dalam sisi agama. Indonesia sebagai negara multikultural, juga menyandang negara muslim terbesar di dunia, disusul secara berturut-turut oleh Pakistan, India, Bangladesh dan Turki.  Sebagai negara muslim terbesar, Indonesia memiliki peranan penting dalam Islam, sehingga posisinya cukup diperhitungkan oleh berbagai negara. Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah merupakan dua organisasi keagamaan yang terbentuk pada awal abad ke-20, abad yang mana menjadi penanda dalam pergerakan nasional Indonesia yang turut serta dalam mencapai kemerdekaan bangsa Indonesia. Sedangkan Nahdlatul Ulama merupakan merupakan organisasi Islam yang pernah menjadi partai politik pada saat itu, Nahdatul ulama sendiri pada saat itu cenderung lebih konservatif dalam pergerakannya. 

        Selain itu, Muhammadiyah juga dikenal sebagai gerakan dakwah yang bergerak dalam menyebarluaskan dan mewujudkan ajaran islam dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Nahdlatul Ulama sendiri lahir karena dorongan untuk terciptanya kemerdekaan Indonesia. Nahdlatul Ulama berusaha membangun semangat nasionalisme melalui kegiatan keagamaan dan pendidikan. Nahdlatul Ulama yang awalnya berdiri bergerak dalam bidang sosial agama juga bergerak dalam bidang politik. Lahirnya Nahdlatul Ulama sendiri adalah untuk memberdayakan dan membantu memecahkan masalah- masalah sosial yang dihadapi banga Indonesia, maka Nahdlatul Ulama memasuki ranah politik demi memperjuangkan kebebasan masyarakat Indonesia pada saat itu. 

A. Muhammadiyah

     Muhammadiyah merupakan organisasi Islam yang telah dikenal jauh sebelum Indonesia merdeka. Secara etimologis, Muhammadiyah berasal dari bahasa Arab, dari kata “muhammad” yaitu nama terakhir Nabi Muhammad SAW yang berarti terpuji. Kemudian mendapat tambahan ya’ nisbah yang berfungsi menjelaskan atau membangsakan atau bermakna pengikut. Jadi, secara harfiah Muhammadiyah berarti kelompok pengikut Nabi Muhammad SAW. Muhammadiyah sendiri adalah organisasi Islam yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijjah Tahun 1330 H, bertepatan dengan tanggal 18 November Tahun 1912 di Yogyakarta dengan ajarannya bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah (Muhammad, 2014). Muhammadiyah sendiri didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan. Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar yang terkemuka diantara wali songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di tanah Jawa. Pada tahun 1909 Ahmad Dahlan masuk organisasi Budi Utomo dengan tujuan memberikan pelajaran agama kepada anggota-anggotanya, dengan jalan ini ia berharap dapat memberikan pelajaran agama di sekolah- sekolah pemerintah, karena anggota-anggota Budi Utomo pada umumnya bekerja di sekolah-sekolah pemerintah (Salam, 1986). 

Ada beberapa alasan yang menyebabkan KH. Ahmad Dahlan dalam mendirikan organisasi Muhammadyah, antara lain sebagai berikut: 

  • Umat Islam tidak memegang teguh Al-Qur‟an dan Sunnah dalam beramal sehingga takhayul dan syirik merajalela, akhlak masyarakat runtuh. Sebagaimana diketahui, orang-orang Indonesia sudah beragama Hindu sebelum datangnya. Menurut catatan sejarah, agama Hindu dibawah pertama kali masuk Indonesia oleh pedagang-pedagang India sehingga pengaruhnya tidak terlepas dari umat Islam.
  • Lembaga-lembaga pendidikan agama yang ada pada waktu itu tidak efisien. Pada waktu itu pendidikan di Indonesia telah terpecah dua, yaitu pendidikan sekular yang dikembangkan oleh Belanda dan pendidikan pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan agama.  Ini juga menyebabkan terpecahnya rasa persaudaraan di kalangan umat Islam dan semakin melemahnya kekuatan umat Islam.
  • Kemiskinan menimpa rakyat Indonesia, terutama umat Islam, yang sebagian besar adalah petani dan buruh. Orang kaya hanya mementingkan diri sendiri, dan bahkan banyak ulama lupa mengingatkan umatnya bahwa Islam mewajibkan zakat bagi si kaya, sehingga hak-hak orang miskin terabaikan.
  • Kondisi bangsa Indonesia pada saat itu dijajah oleh Belanda, dan sangat logis bahwa bangsa yang terjajah adalah bangsa yang terbelakang. Penjajah Belanda bukan hanya menjajah, tetapi juga menyiarkan ideologi agama yakni agama Kristen. Para penjajah tidak hanya mempunyai misi memperoleh keuntungan finansial semata, akan tetapi juga mempunyai misi kristenisasi.

        Sebagai sebuah organisasi yang berasaskan Islam, tujuan Muhammadiyah yang paling penting adalah untuk menyebarkan ajaran Islam, baik melalui pendidikan maupun kegiatan sosial lainnya. Selain untuk meluruskan keyakinan yang menyimpang serta menghapuskan perbuatan yang dianggap oleh Muhammadiyah sebagai bid’ah. Setelah Muhammadiyah berdiri, selanjutnya pada tanggal 20 Desember 1912, KH. Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum bagi Muhammadiyah, namun permohonan itu baru dikabulkan pada Tahun 1914 dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. Daerah operasi organisasi Muhammadiyah mulai berkembang pada Tahun 1917 setelah Budi Utomo mengadakan kongres di Yogyakarta. Dalam kongres itu, banyak permintaan untuk mendirikan cabang Muhammadiyah di Jawa, pengurus Muhammadiyah menyikapinya dengan menerima permintaan dari beberapa daerah untuk mendirikan cabang-cabangnya. (Karim, 2021). Pada awal kemunculannya, organisasi ini menyiarkan kepada masyarakat Islam yang ada di Hindia Belanda agar kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah serta meninggalkan segala ibadah yang berhubungan dengan kemusyrikan dan khufarat. 

         Muhammadiyah memang tidak berpartisipasi dalam bidang politik secara langsung, akan tetapi justru melalui pendidikan yang berkualitas membentuk berbagai pemikiran yang modern untuk berpikir lebih maju dalam mencapai kemerdekaan Indonesia pada saat itu. Muhammadiyah merupakan organisasi yang didirikan di kota Yogyakarta, sebuah wilayah perkotaan yang memadukan antara unsur modern dan tradisional. Muhammadiyah pun merupakan organisasi yang memadukan antara nilai modern dan keislaman dan lebih banyak mengedepankan rasional (Machmudi, 2013).

        Muhammadiyah adalah organisasi yang memiliki kontribusi besar terhadap bangsa terutama di bidang pendidikan. Pada awal pendiriannya Muhammadiyah fokus pada masalah pendidikan diantaranya sekolah rakyat di kampung kauman Yogyakarta. Murid laki-laki bersekolah di Standard School Muhammadiyah, Suronatan, sedangkan murid perempuan bersekolah di Sekolah Rakyat Pawiyatan, Kauman. Sekolah menengah yang pertama kali didirikan adalah perguruan AlQismun Arqo oleh KH. Ahmad Dahlan pada Tahun 1918. Tentu peranan lembaga pendidikan dan persyarikatan Muhammadiyah sangat penting bagi perjuangan mencapai kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia. Hingga saat ini Muhammadiyah masih dicirikan dengan aktivitas pendidikan yang tertata dengan baik. Muhammadiyah lebih memfokuskan pendidikan modern dibanding lembaga Pendidikan pesantren. Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah, Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah, Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah, hingga universitas banyak didirikan dan tersebar di seluruh Indonesia. Universitas yang didirikan Muhammadiyah memiliki cabang hampir di setiap daerah di Indonesia. Di samping pendidikan, Muhammadiyah juga cukup dikenal karena reputasinya dalam bidang sosial dan kesehatan. Rumah-rumah sakit banyak didirikan di daerah[1]daerah dan dikoordinasikan oleh Pengurus Pusat Muhammadiyah. Baik Universitas maupun rumah sakit yang dikembangakan oleh Muhammadiyah, semuanya memberikan kontribusi besar bagi kegiatan dakwah Muhammadiyah secara umum (Machmudi, 2013).

B.  Nahdlatul Ulama

       Nahdlatul Ulama adalah gerakan dari para ulama-ulama Islam di Indonesia yang dipelopori oleh KH. Hasyim Asy’ari pada Tahun 1926 dari Jombang Jawa Timur (Sayuti, dkk., 2018). Melalui Lembaga- lembaga pendidikan pondok pesantren, Nahdatul Ulama berhasil menanamkan semangat dan watak anti kolonialisme dengan berpegang teguh pada ajaran Islam dan Ahlussunnah wal jama’ah yang beraliran empat mazhab yakni Syafi’i, Hanafi, Maliki, dan Hambali. Dalam perkembangannya NU memasuki dunia politik dan bergabung dengan beberapa perkumpulan seperti MIAI, GAPPI, Korindo, dan terakhir Partai Masyumi, namun karena banyaknya perbedaan pendapat, akhirnya NU diwarnai dengan partai politik (Siregar, 2021). Perkembangan NU cukup pesat, khususnya di Pulau Jawa, yakni salah satunya adalah Kota Semarang yang memiliki posisi unik dalam perkembangan NU. . Selama ini Kota Semarang telah diidentifikasi sebagai hubungan PKI dan PNI. Namun, dengan pengecualian dua partai politik, NU di Kota Semarang mampu tampil baik dalam pemilu 1952-1971. Namun, ada beberapa peristiwa penting selama perkembangan NU di Semarang (Anam, 2010). 

       Kelahiran Jamiyah Nahdlatul Ulama tidak bisa lepas dengan sosok KH Hasyim Asy`ari. Kiai Hasyim Asy'ari lahir pada hari Selasa , 24 dzulqa'dah 1287 H. Bertepatan dengan 14 Februari 1871 M. Beliau dilahirkan di lungkungan Pondok Pesantren Gedang, Jombang, Jawa Timur. Dalam sebuah data nasab, silsilah Ayah dan Ibunda Kiai Hasyim tersambung dengan Jaka Tingkir, salah seorang Penguasa Kerajaan Islam Demak pada masa awal perkembangan ajaran agama Islam (Muzadi, 2006). Kehadiran NU turut meramaikan eksistensi organisasi masyarakat di Jawa, khususnya yang bergerak dalam bidang agama . Diantara sekian banyak ormas, pada mulanya yang paling berpengaruh adalah Sarekat Islam atau SI, yang mana pada perjalanannya sendir SI terpecah menjadi SI Merah dan SI Putih.  Asal-usul dan pertumbuhan gerakan politik dan keagamaan di kalangan muslim Indonesia dapat dikatakan sangat identik dengan asal-usul dan pertumbuhan Sarekat Islam, yaitu sebuah ormas yang merupakan  berawal dari Sarekat Dagang Islam atau SDI yang lahir pada tahun 1911 (SDI sendiri berdiri Tahun 1905). Sarekat Islam sendiri dalam perkembangannya bertransformasi menjadi Partai Sarekat Islam atau PSI (Tahun 1921), kemudian berubah menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia atau PSII (Tahun 1930).

      Dapat dikatakan bahwa SI merupakan embrio lahirnya ormas-ormas Islam yang muncul pada tahun-tahun berikutnya. Sejak saat itu, kemudian bermunculan berbagai ormas Islam, antara lain: Muhammadiyah (1912) di Yogyakarta, Persatuan Islam atau Persis (1923) di Bandung, al-Irsyad (1914) di Jakarta, Pergerakan Tarbiyah Islamiyah atau Perti (1928) di Bukit Tinggi, al-Jamifiyatul Washliyah (1930) di Medan, termasuk Nahdlatul Ulama (1926) di Surabaya (Noer, 1996). terbentuknya NU bukan semata-mata karena Sarekat Islam tidak mampu menampung gagasan keagamaan para ulama tradisional, ataupun sebagai reaksi atas penetrasi ideologi gerakan modernisme Islam yang mengusung gagasan purifikasi Islam seperti yang sering digembor-gomborkan oleh sejumlah pengamat. 

       Kehadiran NU mewakili faham konservatif para ulama, namun juga sekaligus mewakili tradisi perlawanan ratusan tahun terhadap cengkeraman kolonialisme Belanda, dengan kedudukan mandiri, bebas dan tersentralisasi pada masyarakat pedesaan, serta para kiainya orang-orang yang tidak diperintah oleh siapapun. Ulama dilatarbelakangi dari kondisi rakyat Indonesia yang pada saat itu menentang kebijakan kolonialisme. Pada masa penjajahan Belanda, segala bentuk perjuangan dilakukan mulai dari perjuangan lokal maupun nasional seperti Budi Utomo yang merupakan tonggak awal kebangkitan nasional dan diikuti dengan organisasi sosial keagamaan. Melalui organisasi inilah peran ulama terealisasikan baik dalam hal memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia, baik melalui pendidikan hingga keagamaan. Hadirnya NU sendiri pada saat itu tentu mempunyai pengaruh yang tidak sedikit, beberapa pengaruhnya adalah sebagai berikut:

1)  Pengaruh di Bidang Politik

      Penerapan politik Adu Domba yang dilakukan pemerintah kolonial Belanda mampu memperlemah, memperdaya bangsa Indonesia, bahkan dapat menghapus kekuasaan penduduk pribumi. Pada waktu itu dengan diterapkannya kebijakan politik kolonial Belanda di Indonesia, maka masuk pula pengaruh Belanda dalam bidang struktur birokrasi Indonesia. Peranan Nahdlatul Ulama pada masa kolonialisme dapat dilihat pada Muktamar Nahdlatul Ulama ke-11 di Banjarmasin pada Tahun 1936 yang menegaskan keterikatan Nahdlatul Ulama dengan nusa bangsa.

2)  Pengaruh di Bidang Sosial

     Peran organisasi Nahdlatul Ulama di bidang sosial ini lebih difokuskan pada aspek keagamaan yang berbentuk pada dakwah dan penguatan keislaman. Tentunya hal ini dilakukan karena menyikapi Kristenisasi yang dilakukan oleh pihak Belanda terhadap bangsa pribumi. Sehingga hal tersebut sangat diperlukan untuk membendung arus para missionaris Kristen dalam menyebarkan paham agama lain selain Islam. 

3)  Pengaruh di Bidang Pendidikan

      Peran Nahdlatul Ulama dalam pendidikan inilah yang akan mengubah pola perjuangan masyarakat Indonesia selama ini. Pendidikan di dalamnya haya membahas mengenai ilmu agama dan nasionalisme, sehingga penguatan keislaman dan paham nasionalisme terus dilaksanakan demi menjaga stabilitas perjuangan menuju kemerdekaan Indonesia. Hal ini dilakukan demi mengimbangi jumlah sekolah buatan Belanda yang hanya diisi oleh kaum bangsawan dan priyayi , serta pendidikan yang isinya tidak memasukkan mata pelajaran agama di dalamnya.

     Ada beberapa ulama yang secara bijak mengambil semangat pembaharuan Islam dengan menekankan pada pendidikan dan pembaharuan secara gradual. Para ulama ini memiliki pemikiran bahwa ajaran Islam yang benar tidak harus diajarkan dengan mengubah sistem tradisi yang ada (Yon Machmudi,2013) Beberapa ulama yang datang ke Tanah Suci dan berusaha melakukan dakwah secara kultural ala walisongo ini adalah KH. Abdul Wahab Hasbullah dan KH. Hasyim Asy‟ari, keduanya berasal dari Jombang, Jawa Timur. KH. Wahab merupakan tokoh yang memiliki pergaulan dan pengalaman belajar yang sangat luas. Semenjak bermukim di Mekkah, beliau sudah bergabung dalam Sarekat Islam sebuah perkumpulan saudagar muslim yang memiliki jiwa nasional untuk memperjuangkan Islam melalui usaha ekonomi dan perdagangan guna mengangkat derajat dan martabat kaum muslimin di Nusantara. Perlawanan dilakukan salah satunya dengan memberikan pendidikan yang baik kepada umat Islam. Wahab dapat terealisasi dengan dibangunnya sebuah lembaga pendidikan pada 1916 M yang diberi nama nama Nahdlatul Wathan. Lembaga pendidikan ini didirikan di Semarang yang tidak hanya mengajarkan ilmu-ilmu Islam tetapi juga sebagai tempat untuk pelatihan dan pembekalan para pemuda yang siap berdakwah dan membela tanah air yang dikenal dengan nama Jam‟iyah Nasihin.

      Pergesekan antara para ulama yang mempertahankan tradisi dan ulama yang mengajarkan pentingnya pemurnian agama dari tradisi lokal terus berkembang hingga menimbulkan perdebatan panjang. Beberapa tokoh-tokoh reformis mulai melakukan kritik terhadap praktik-praktik yang dilakukan oleh para ulama yang tetap melestarikan tradisi lokal. Mereka yang mempertahankan tradisi lokal dan berorientasi pada dakwah secara gradual ini biasanya dikenal dengan sebutan kelompok tradisionalis sementara mereka yang melakukan dakwah pemurnian ajaran agama Islam dan menolak tradisi masyarakat sering disebut dengan kelompok modernis  (Ahmad Baso, 2015). Persoalan-persoalan yang sering diangkat dalam perdebatan itu antara ulama tradisonalis dan modernis adalah masalah bid‟ah, ijtihad, mdzhab dan masalahmasalah fikhiyah lainnya. Pada tahun 1924 pokok-pokok masalah itu menjadi pembahasan dalam munazarah antara beberapa tokoh seperti KH. Wahab Hasbullah berusaha membina dan mempertahankan ajaran-ajaran yang merupakan praktik mayoritas umat Islam di Indonesia pada waktu itu. Menjelang Kongres Al-Islam ke-5, organisasi-organisasi pembaharu di Indonesia mengadakan pertemuan untuk menentukan nama-nama yang akan mewakili ulama tanah air.

Kesimpulan

      Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, dua organisasi keagamaan yang terbentuk pada awal abad ke-20, tampak peranannya dalam perjuangan usaha mempertahankan kemerdekaan. Baik secara keorganisasian maupun individu tokohnya dapat dilihat andil mereka, baik pada masa pra-kemerdekaan maupun pasca-proklamasi kemerdekaan Indonesia. Muhammadiyah sendiri merupakan gerakan pembaruan Islam modern. Sedangkan Nahdatul Ulama merupakan organisasi Islam yang dalam perkembangannya bertransformasi menjadi partai politik. Muhammadiyah didirikan oleh Muhammad Dahlan yang kemudian dikenal sebagai KH. Ahmad Dahlan pada 8 Dzulhijjah tahun 1330 H (18 November 1912) di Yogyakarta. Ideologi Muhammadiyah dapat terlihat dari keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah berlandaskan pada Al-Qur'an dan Sunnah. Kedua sumber ini merupakan landasan organisasi Muhammadiyah. Pada awal kemunculannya, organisasi ini menyiarkan kepada masyarakat Islam yang ada di Hindia Belanda (Indonesia saat itu) agar kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah serta meninggalkan segala ibadah yang berhubungan dengan kemusyrikan dan khufarat.

       Nahdlatul Ulama sendiri adalah gerakan dari para ulama-ulama Islam di Indonesia yang dipelopori oleh KH. Hasyim Asy’ari pada Tahun 1926 dari Jombang Jawa Timur. Melalui lembaga-lembaga pendidikan pondok pesantren, Nahdatul Ulama berhasil menanamkan semangat dan watak anti kolonialisme. Dalam perkembangannya NU akhirnya memasuki dunia politik dan bergabung dengan beberapa perkumpulan seperti MIAI, GAPI, Korindo, dan terakhir Partai Masyumi, namun karena banyaknya perbedaan pendapat, akhirnya NU diwarnai dengan partai politik.  Melalui lembaga-lembaga pendidikan pondok pesantren, Nahdatul Ulama berhasil menanamkan semangat dan watak anti kolonialisme. Dalam perkembangannya NU akhirnya memasuki dunia politik dan bergabung dengan beberapa perkumpulan seperti MIAI, GAPI, Korindo, dan terakhir Partai Masyumi, namun karena banyaknya perbedaan pendapat, akhirnya NU diwarnai dengan partai politik.

 Sumber :

https://online-journal.unja.ac.id/siginjai/article/download/18742/14642/62818

https://ejurnal.iainpare.ac.id/index.php/latihan/article/download/1559/762/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun