Teknologi di era digital masa kini berkembang dengan sangat pesat akibat dari pandemi Covid-19. Laju globalisasi dipercepat dengan adanya pandemi Covid-19. Dengan hidup di era digital ini, manusia dituntut untuk beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang sedang berkembang.
Perkembangan teknologi yang ada sekarang tentu saja mempermudah aktivitas dan kehidupan kita sehari-hari. Manusia dapat dengan mudah mengakses internet hanya untuk sekadar mendapatkan hiburan ataupun melakukan aktivitas.
Dilansir dari laporan We Are Social, terdapat sekitar 5,07 miliar pengguna internet dan 4,1 miliar pengguna media sosial di seluruh dunia per Oktober 2022.
Jumlah pengguna yang menggunakan akses internet di seluruh dunia bertambah setiap tahunnya. Yang membuktikan bahwa era digital sudah mulai menyebar secara luas di kalangan masyarakat.
Dilansir dari laporan We Are Social, terdapat sekitar 204,7 juta pengguna internet di Indonesia per Januari 2022.
Pengguna internet di kalangan masyarakat Indonesia yang meningkat setiap tahunnya sehingga membuktikan bahwa banyak masyarakat Indonesia yang mulai familier dengan penggunaan teknologi.
Di era digital sekarang, manusia dapat dengan mudah berkomunikasi, mengutarakan pendapat, dan beropini. Namun dengan segala kemudahan yang diberikan oleh perkembangan teknologi tentu saja ada potensi negatif yang menyertai.
Dilansir dari artikel resmi Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia (2021), Kominfo sejak tahun 2018 sudah menangani sebanyak 3.640 konten yang mengandung ujaran kebencian yang mengandung unsur Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA).
Memang benar bahwa setiap warga negara memiliki hak asasi untuk mengutarakan pendapatnya. Hal tersebut juga diatur di dalam UUD 1945 pada Pasal 28E ayat (3) yang menyatakan "setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat".
Namun sangat disayangkan bahwa hak tersebut kerap diartikan secara salah oleh masyarakat. Masyarakat kerap menggunakan hak tersebut untuk mengutarakan pendapat secara bebas dan tidak berpikir panjang atas dampak yang dapat merugikan individu lain.
Hal tersebut membuktikan bahwa era digital yang membawa kemudahan di sebagian besar kehidupan manusia dapat bersifat merugikan jika tidak digunakan secara tepat.
Sangat disayangkan bagi masyarakat sekarang yang sudah mendapatkan haknya untuk mengutarakan pendapat namun tidak digunakan secara tepat serta tidak bertanggung jawab atas dampak yang ditimbulkan dari pendapat yang diberikan.
Padahal jika ditinjau dari segi historisnya, kebebasan berpendapat merupakan sebuah hak yang diperjuangkan dan dimimpikan oleh setiap individu dari masa penjajahan hingga zaman Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.
Hubungan antara kebebasan dan tanggung jawab
Makna dari kebebasan dapat ditinjau dari dua pengertian, yakni (1) Kebebasan eksistensial, yang di mana individu dapat dengan bebas menentukan dirinya sendiri; (2) Kebebasan sosial, yang di mana individu bebas dari pembatasan yang ditentukan oleh individu lain dalam menentukan dirinya sendiri (Bertens, 1936).
Seorang individu dikatakan sebagai seseorang yang memiliki kebebasan jika terlepas dari paksaan fisik, tekanan batin, dan tidak dirampas haknya.
Perlu untuk menerapkan batasan yang diwujudkan dalam bentuk norma atau larangan pada kebebasan seseorang apabila kebebasan  tersebut mengurangi kebebasan individu lain yang di mana setiap individu sama-sama memiliki hak untuk bebas.
Menurut seorang filsuf penganut aliran eksistesialisme yang bernama Satre menyatakan bahwa "we are condemned to be free" atau dapat diterjemahkan menjadi "kita dihukum untuk bebas".
Jika kalimat tersebut dikaji lebih dalam maka dapat menimbulkan makna lain yang menyatakan bahwa kebebasan merupakan sebuah nasib yang tidak dapat dihindari yang mau tidak mau, manusia hidup sebagai individu yang bebas.
Tanggung jawab identik dengan kata "penyebab" yang di mana individu bertanggung jawab atas perbuatan yang disebabkan olehnya. Individu yang bertanggung jawab tidak boleh mengelak dan wajib menjelaskan perbuatannya.
Perlu dicantumkan bahwa kebebasan adalah syarat mutlak untuk tanggung jawab, tidak akan ada kebebasan jika tidak ada tanggung jawab.
Kebebasan didasari oleh rasa tanggung jawab yang artinya bukan dilakukan secara sewenang-wenang. Namun mengandalkan akal budi dan melakukannya secara sadar atas pilihan diri sendiri. Seseorang yang berani bertanggung jawab adalah individu yang bebas.
Jika tanggung jawab dikaitkan dengan kebebasan berpendapat
Kebebasan berpendapat yang dimiliki oleh masyarakat perlu disertai dengan rasa tanggung jawab. Jika berani melontarkan pendapat, ujaran, dan kritik akan suatu hal maka artinya dapat bertanggung jawab atas apa yang dilontarkan jika sewaktu-waktu dimintai pertanggungjawabannya.
Perlu diperhatikan bahwa di era digital ini, apa yang diunggah di internet dapat menyebar sangat cepat melalui jaringan internet.
Apa yang kita unggah dapat menyebar dengan sangat cepat di era ini dan hampir semua orang memiliki internet untuk mengaksesnya tanpa memandang kasta, umur, dan golongan.
Maka dari itu untuk mendidik dan menjadi seorang teladan bagi penerus bangsa maka hendaklah kita lebih memperhatikan apa yang kita tutur katakan terutama apa yang kita unggah di internet.
Sebaiknya kita tidak menyesatkan orang banyak dengan apa yang  diyakini dengan mempublikasikannya di internet jika tidak dapat bertanggung jawab atas hal itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H