Mohon tunggu...
Abrurizal Wicaksono
Abrurizal Wicaksono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bebas

Suka olahraga lari, jalan kaki atau sepeda deket - deket aja..

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Mantra Kehidupan: Menemukan Diri di Tengah Arus Quarter-Life Crisis

5 Desember 2024   20:18 Diperbarui: 5 Desember 2024   20:26 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Mantra Kehidupan | Sumber gambar : dokumen pribadi

Sebagai eks penyintas fase quarter-life crisis, saya tahu betul bagaimana perasaan terjebak di antara pencapaian yang diharapkan dan realitas yang kadang tak sesuai dengan impian. Fase ini adalah masa yang penuh dengan pergolakan batin, keraguan akan arah hidup, serta tekanan sosial yang sering kali membuat kita merasa tidak cukup baik.


Kini, sebagai karyawan baru (meski sudah tidak baru sekali) di salah satu kantor di bilangan Jakarta Selatan, saya menemukan sudut favorit di tempat kerja ini: perpustakaan kecil di lantai satu. Di tengah kesibukan dunia kerja yang sering kali terasa monoton dan penuh tekanan, ruang ini menjadi pelarian yang menyenangkan. Bukan untuk melarikan diri dari tanggung jawab, tetapi untuk menemukan kembali ketenangan dan merefleksikan perjalanan hidup.

Di sinilah saya menemukan buku Mantra Kehidupan karya Agung Setiyo Wibowo, sebuah buku yang menjadi teman dalam perenungan. Buku ini mengajak pembacanya untuk memahami diri sendiri, terutama saat menghadapi fase quarter-life crisis yang kerap melanda generasi muda.

Quarter-Life Crisis dan Tantangan Fresh Graduate

Buku ini diawali dengan dialog yang membahas fenomena fresh graduate syndrome, di mana lulusan baru merasa bingung menentukan arah hidup setelah menyelesaikan pendidikan. Saya pun pernah berada di posisi tersebut.

Sebagai bagian dari generasi sandwich, mengambil gap year untuk sekadar mencari jati diri bukanlah pilihan yang bisa saya ambil. Tanggung jawab terhadap keluarga memaksa saya untuk segera terjun ke dunia kerja. Mendapatkan pekerjaan di bidang riset dan pemerintahan adalah pencapaian besar bagi saya saat itu, tetapi pencapaian tersebut tidak serta-merta menghapus kegelisahan yang saya rasakan.

Seperti banyak lulusan baru lainnya, saya merasa tidak percaya diri dengan pencapaian yang saya miliki. Media sosial memperburuk keadaan ini. Di sana, setiap orang berlomba-lomba memamerkan pencapaian mereka, mulai dari pekerjaan impian hingga gaya hidup yang terlihat sempurna. Saya pun terjebak dalam siklus membandingkan diri dengan orang lain, yang perlahan-lahan menggerogoti rasa percaya diri dan kebahagiaan saya.

"Comparison is the thief of joy," kata Theodore Roosevelt. Kutipan ini begitu relevan, karena perbandingan yang konstan membuat kita kehilangan rasa syukur dan kebahagiaan atas apa yang sudah kita miliki.

Mantra Kehidupan: Cuek dan Menemukan Diri
Dalam Mantra Kehidupan, Agung Setiyo Wibowo menawarkan beberapa mantra sederhana yang bisa membantu kita menghadapi krisis ini. Salah satu mantra yang berkesan bagi saya adalah cuek. Tapi jangan salah paham---cuek di sini bukan berarti acuh tak acuh terhadap segalanya, melainkan memilih untuk fokus pada hal-hal yang benar-benar penting dan mengabaikan hal-hal yang berada di luar kendali kita.

Penulis buku ini tidak hanya memberikan teori, tetapi juga menyajikan cerita dan wawancara dengan berbagai individu yang pernah mengalami krisis serupa. Pendekatan ini membuat pembaca merasa terhubung secara emosional dengan kisah-kisah tersebut. Kita diajak untuk melihat bahwa kita tidak sendirian dalam menghadapi kegelisahan ini.

Namun, yang paling menarik bagi saya adalah bagaimana buku ini mengajarkan bahwa terkadang solusi untuk menghadapi krisis adalah dengan kembali ke akar, menemukan makna dalam hal-hal sederhana yang sering kita abaikan.

Pulang ke Desa: Menemukan Makna dalam Kesederhanaan
Ketika saya merasa lelah dengan siklus perbandingan dan tekanan hidup di kota, saya memutuskan untuk pulang ke desa---tempat asal istri saya. Di sana, saya menemukan realitas yang berbeda. Banyak orang yang hidup dalam kondisi ekonomi yang jauh lebih sulit, namun mereka tetap bisa menjalani hidup dengan senyuman.

Pengalaman ini membuat saya belajar bahwa kebahagiaan tidak selalu berasal dari pencapaian besar. Kadang, kebahagiaan itu hadir dalam bentuk rasa syukur atas hal-hal kecil yang kita miliki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun