Akhir pekan mungkin bagi banyak orang adalah waktu untuk melarikan diri sejenak dari tuntutan pekerjaan, momen untuk melepas segala penat yang terkumpul selama hari-hari yang penuh kesibukan. Namun, bagi sebagian dari kita, akhir pekan justru bisa menjadi waktu terbaik untuk meresapi ketenangan, sebuah kesempatan untuk berkumpul dengan diri sendiri di tengah keheningan yang kerap sulit dijangkau saat hari-hari sibuk.Â
Seperti yang saya rasakan pekan ini, tinggal di sebuah kontrakan kecil di sudut kota, memilih untuk tidak kembali ke rumah untuk akhir pekan ini bukanlah hal yang mudah dan juga bukan berarti saya tidak merindukan mereka. Terkadang hidup menghadirkan pilihan-pilihan yang harus diambil dengan bijak.Â
Mengutip Sren Kierkegaard, filsuf asal Denmark, "Hidup hanya bisa dipahami mundur, tetapi harus dijalani maju." Setiap pilihan yang sudah dibuat akan mengiringi langkah saya ke depan, dan melalui pilihan-pilihan ini, seseorang dapat menemukan makna yang lebih dalam---melalui jarak, melalui keheningan, bahkan melalui kesendirian yang sementara.
Kontrakan saya memang kecil, namun semakin bertambah dewasa ternyata sekecil apapun ruangan tersebut jika malam itu mampu menjadikan tempat saya merenung untuk melepas penat setelah lima hari bekerja rasanya tidak ada yang salah. Bahkan mungkin saya cenderung menyukai ruang pribadi lebih kecil ini dibandingkan yang luas namun membuat perasaan saya mudah merasa kosong.Â
Di tengah malam, ketika saya duduk di depan televisi, ditemani secangkir kopi hangat dan sebatang rokok yang membara perlahan, saya menyadari betapa nikmatnya keheningan yang melingkupi malam dan sepertinya sudah berapa malam terlewatkan sepanjang hidup hanya untuk sekedar santai sejenak seperti malam ini. Entahlah saya juga lupa.
Berlanjut kembali ke kamar dan membuka browser lantas mengarah ke Google Keep dimana tersimpan rangkaian tulisan saya yang mungkin masih sebatas konsep hingga menjadi tulisan yang bisa dinikmati saat ini.Â
Berangsur untuk mulai mencari ide-ide yang pernah saya catat dalam bentuk serpihan pikiran, gagasan-gagasan yang tersimpan begitu lama. Begitu banyak ide datang dan pergi dalam pikiran saya, belum sempat terealisasi dalam tulisan yang sebenarnya. Ide-ide tersebut seperti sekadar berdiam di sana, menunggu waktu yang tepat untuk kembali muncul dan berkembang.Â
Sebagaimana Albert Camus, penulis asal Prancis, pernah berkata, "Kreativitas muncul dari tempat yang dalam, di mana ia bertarung dengan keheningan." Dan dalam ruang kontrakan yang sunyi ini, saya perlahan mulai menemukan kembali titik terang atau mungkin inspirasi entah dari mana untuk meniatkan kembali menulis.
Mungkin akhir pekan ini adalah hadiah sederhana yang bisa saya berikan untuk diri sendiri. Waktu yang saya nikmati seorang diri tanpa adanya interupsi dengan mencoba untuk memberikan kesempatan kepada diri menikmati saat ini, bersama secangkir kopi yang perlahan saya teguk, atau artikel-artikel menarik yang bisa saya baca dengan santai. Ternyata, kebahagiaan kecil seperti ini cukup untuk menyalakan kembali keinginan menulis yang sempat padam.Â
Seneca, filsuf dari Romawi kuno, pernah berkata, "Betapa bodohnya orang-orang yang sibuk, dalam kegilaan mereka selalu mencari sesuatu yang entah apa." Sering kali kita begitu sibuk mengejar hal-hal besar sampai lupa bahwa keindahan kecil di sekitar justru adalah elemen yang paling mengisi jiwa kita.
Pada akhir pekan ini, jauh dari keluarga dan hiruk-pikuk kota besar, saya memilih untuk menghirup segarnya udara pagi dan berolahraga ringan. Hanya berjalan-jalan santai, merasakan embun pagi yang membasahi daun, atau sekadar menunggu motor dicuci sambil menikmati gorengan hangat yang saya beli di dekat pintu masuk Universitas Indonesia.Â
Semua ini adalah momen-momen sederhana yang ternyata mengandung kebahagiaan yang autentik, sebuah pengingat bahwa hidup tidak selalu harus dipenuhi dengan hal-hal besar. Hadir dalam setiap aktivitas sederhana seperti ini adalah sebuah latihan untuk kembali pada esensi dari perhentian.Â
Buddha pernah berkata, "Kedamaian datang dari dalam. Jangan mencarinya di luar." Dengan menyesap ketenangan dalam kesederhanaan, saya menyadari bahwa kebahagiaan sejati memang berawal dari hal-hal kecil yang jarang kita sadari keindahannya.
Ketika akhirnya tulisan mulai mengalir, ketika kata-kata yang dulu terpendam kini dapat saya tuangkan menjadi sebuah cerita, saya menyadari bahwa menulis lebih dari sekadar merangkai kata demi kata. Menulis merupakan bentuk lain dari refleksi diri akan apa yang sedang atau mungkin dilalui dengan lebih bijak.
Untuk menutupi hari Sabtu ini sudah tersaji tiga tulisan di Kompasiana dan dengan topik yang berbeda nyata -- nyatanya mampu membuat saya sedikit bahagia.
 Sesederhana itu namun menjadi sebuah penutup hari yang manis, yang membuat saya merenung dan ingat pada pesan dari Henry David Thoreau, "Saya pergi ke hutan karena ingin hidup dengan sadar, menghadapi kenyataan hidup yang sejati." Dalam keheningan dan refleksi, kita bisa bertemu bagian diri yang kadang terlupakan, bagian diri yang memerlukan perhatian dan pengakuan.
Maka, akhir pekan ini bukan hanya waktu yang saya habiskan tanpa keluarga di sekitar, melainkan waktu yang penuh kesempatan untuk bertemu kembali dengan diri sendiri. Ini adalah momen yang mempertemukan saya dengan kedamaian, sebuah pengingat bahwa hidup tidak harus selalu berjalan dengan cepat dan penuh tuntutan.Â
Di kontrakan kecil ini, saya mencoba untuk berkontemplasi, memberikan sejenak ruang untuk memahami arti dari perjalanan yang telah dan akan saya lalui. Setiap momen kecil yang saya alami menjadi undangan untuk lebih dalam mengenal diri, dan setiap detik yang sunyi menjadi kesempatan untuk kembali menyalakan kreativitas dalam diri saya.
Sebagaimana peribahasa mengatakan, "Sedia payung sebelum hujan," akhir pekan ini menjadi persiapan bagi saya untuk menghadapi minggu-minggu berikutnya dengan lebih kuat dan lebih peka. Dalam setiap langkah, saya belajar bahwa ketenangan sejati akan selalu datang kepada mereka yang mampu berdamai dengan diri sendiri di tengah keramaian maupun kesunyian.Â
Tetaplah menulis dan terus berproses. Sebab, setiap kata yang tertuang adalah pertemuan dengan jiwa yang kerap kita abaikan, dan di balik setiap kalimat yang tersusun, tersimpan makna yang akan setia menemani perjalanan hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H