"Yah, udah bel nih," kata Rara. "Gue duluan ya."
"Eh, iya. Duluan juga," jawab gue.
Selesai ngobrol sama Rara, seharian gue nggak bisa berhenti senyum-senyum sendiri. Rasanya dunia kayak milik berdua, yang lain cuma ngontrak.
Semenjak hari itu, gue sama Rara jadi sering ngobrol. Kadang di kantin, kadang di perpus, kadang juga lewat chat. Makin kenal sama dia, makin gue yakin kalau doi cewek yang selama ini gue cari. Rara itu udah cantik, baik, pinter, humoris pula. Paket komplit!
Tapi, ada satu masalah. Gue terlalu malu buat nyatain perasaan. Setiap kali mau ngomong, lidah gue mendadak ngilu. Gue takut kalau ditolak Rara, takut kalau persahabatan kita jadi rusak.
Sampai suatu hari, gue denger kabar kalau Rara lagi deket sama kakak kelas. Kabar itu kayak petir di siang bolong. Gue langsung lemes, rasanya dunia mau kiamat. Gue sadar, harus cepet-cepet nyatain perasaan sebelum terlambat.
Dengan segenap keberanian yang gue punya, gue ajak Rara ketemuan di taman sekolah. Di bawah pohon beringin, gue utarakan semua isi hati gue. Gue bilang suka dan sayang sama dia.
"Rara, gue..."
Gue berhenti sejenak, ngatur napas. Jantung gue rasanya mau meledak.
"...gue suka sama lo. Udah lama."
Rara terdiam. Dia menatap gue dengan ambigu. Gue makin deg-degan dong ya.