Suatu malam, aku memberanikan diri untuk duduk bersama ibu dan berbicara dari hati ke hati. Dengan suara bergetar, aku menceritakan semua rasa sakit yang kurasakan akibat pola asuhnya yang keras. Aku berharap ia bisa mengerti dan berubah.
Awalnya, ibu tampak marah dan tidak percaya. Tapi ketika melihat air mata yang mengalir di wajahku, ekspresinya berubah. Untuk pertama kalinya, aku melihat kelembutan di matanya. Ia memelukku erat dan menangis. "Maafkan ibu, Dara. Ibu hanya ingin yang terbaik untukmu, tapi ibu tidak tahu bahwa caranya salah."
Sejak saat itu, segalanya mulai berubah. Ibu mencoba lebih sabar dan mendengarkan. Ia memberikan ruang bagi diriku untuk tumbuh dan menemukan jati diri. Aku mulai menulis lagi, kali ini dengan dukungan penuh dari ibu.
Perjalanan ini tidak mudah. Butuh waktu dan kesabaran untuk menyembuhkan luka-luka yang dalam. Tapi aku percaya, dengan cinta dan pengertian, segala sesuatu pasti bisa diperbaiki.
Sekarang, aku masih menulis. Mimpiku untuk menjadi penulis terkenal kembali menyala. Dan aku tahu, di setiap kata yang kutulis, ada kekuatan dan keberanian yang tumbuh dari luka-luka masa lalu. Namaku Dara, seorang remaja yang pernah terluka, kini mulai melangkah menuju penyembuhan dan kebebasan.
Syarat
Datang, Diskusi, dan Bacakan Karyamu di Kongkow Fiksi Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H