Mohon tunggu...
Abdul Muis Ashidiqi
Abdul Muis Ashidiqi Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Seorang sarjana sains dari Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Memiliki minat dalam bidang desain grafis dan kepenulisan, dalam bidang desain, telah berhasil meraih beberapa pencapaian, antara lain sebagai juara favorit lomba desain poster di Ikatan Himpunan Mahasiswa Biologi Indonesia (2020) dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (2015).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bayang Impian Terakhir

30 Agustus 2023   07:32 Diperbarui: 30 Agustus 2023   08:16 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari itu cerah. Matahari memancarkan sinarnya dengan lembut, menghangatkan jalan setapak yang kulalui. Aku melangkah dengan langkah berat, hatiku masih penuh dengan kebingungan dan kesedihan. Sudah beberapa hari sejak kematian temanku, Rizki. Kepergiannya begitu tiba-tiba, meninggalkanku dengan banyak pertanyaan tanpa jawaban.

Aku mengenang saat pertama kali kami bertemu. Itu terjadi di bangku sekolah dasar. Kami adalah dua anak yang sama-sama suka dengan petualangan. Kami menghabiskan banyak waktu bersama, menjelajahi hutan di belakang rumah kami, dan merancang rencana-rencana gila untuk masa depan kami. Kami bermimpi tentang menjelajahi dunia, mengunjungi tempat-tempat eksotis yang hanya kami lihat dalam buku-buku gambar.

Namun, seiring berjalannya waktu, kami tumbuh dewasa dan jalan hidup kami mulai berbeda. Meskipun demikian, kami tetap dekat dan saling mendukung dalam setiap langkah yang kami ambil. Rizki menjadi seorang arsitek yang berbakat, sementara aku meraih gelar dalam bidang jurnalisme. Meskipun selalu sibuk dengan urusan kerja, kami selalu menyempatkan diri untuk bertemu dan mengobrol tentang segala hal.

Lalu tiba-tiba, segalanya berubah. Aku masih ingat dengan jelas saat telepon berdering pada malam itu. Suara lemah ibu Rizki di seberang sana memberi tahuku bahwa Rizki telah pergi. Dalam sekejap, dunia terasa runtuh. Aku bahkan tidak tahu apa penyebab kematian Rizki. Semuanya begitu cepat, meninggalkan aku dalam kebingungan dan kesedihan yang mendalam.

Hari ini aku berjalan menuju rumah Rizki. Aku ingin merasakan kehadirannya lagi, meskipun hanya melalui kenangan. Rumahnya masih terlihat indah sama seperti dulu, dengan taman yang penuh dengan bunga-bunga warna-warni. Aku duduk di bangku taman yang biasa kami gunakan untuk bercengkerama, teringat semua percakapan kami yang sering kali penuh tawa.

Saat matahari semakin condong ke barat, aku mengeluarkan sepucuk surat dari dalam tas. Ini adalah surat terakhir yang kuterima dari Rizki, sebuah surat yang tidak pernah kusangka akan menjadi surat perpisahan. Aku membuka amplop itu dengan hati yang berdebar-debar, dan mulai membaca dengan suara pelan.

"Hai temanku yang tercinta,

Aku tidak pernah berpikir bahwa aku akan menulis surat seperti ini. Kehidupan adalah misteri, dan kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi pada kita. Aku ingin kau tahu betapa berartinya persahabatan kita bagiku. Kita telah berbagi begitu banyak kenangan indah bersama, dan aku tidak akan pernah melupakannya.

Aku memutuskan untuk mengejar mimpiku yang terakhir. Aku ingin membangun sesuatu yang abadi, seperti kenangan kita. Namun, ini berarti aku harus pergi jauh dari sini, meninggalkan semua yang kukenal. Aku minta maaf jika tidak memberitahumu sebelumnya, tetapi aku harap kau bisa mengerti.

Jangan merasa sedih karena aku pergi. Aku yakin kita akan bertemu lagi suatu hari nanti, entah di dunia ini atau di tempat lain. Ingatlah selalu bahwa persahabatan kita adalah sesuatu yang istimewa dan takkan pernah pudar.

Jaga dirimu baik-baik, dan jangan pernah berhenti meraih impian-impianmu. Aku tahu kau memiliki potensi luar biasa, dan aku ingin kau terus tumbuh dan berkembang.

Sampai jumpa, temanku. Terima kasih atas segalanya.

Dengan cinta, Rizki"

Aku menutup surat itu dengan lembut, air mata berlinang di pipiku. Baru sekarang aku menyadari betapa besar pengorbanan yang telah dilakukan Rizki demi impian terakhirnya. Aku merasa bangga dengannya, tetapi juga merasa kehilangan yang begitu mendalam.

Malam itu, aku duduk di bangku taman hingga bintang-bintang mulai muncul di langit. Aku merenung tentang segala hal yang telah kami lalui bersama, dan aku merasa kehadiran Rizki begitu kuat, seolah-olah dia masih ada di sampingku. Mungkin dalam bentuk lain, dalam kenangan-kenangan yang takkan pernah hilang.

Kematian temanku telah mengajarkan aku tentang pentingnya menghargai setiap momen yang kita miliki bersama orang yang kita cintai. Meskipun dia telah pergi, kenangan dan pengaruhnya akan terus hidup dalam diriku. Dan suatu hari nanti, ketika aku melangkah menuju petualangan berikutnya, aku tahu Rizki akan selalu bersamaku, mendorongku maju menuju impianku dengan keberanian dan tekad.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun