Mohon tunggu...
Wiatmo Nugroho
Wiatmo Nugroho Mohon Tunggu... -

hamemayu hayuning Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Antisipasi Banjir, Cerita-cerita di Taksi "Online"

24 Desember 2018   12:04 Diperbarui: 24 Desember 2018   12:12 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beberapa ibu-ibu yang kompak jalan-jalan itu berarti sesuatu, sesuatu yang positif tentunya. Mereka bisa membicarakan apa saja, kecuali politik yang membuat puyeng pol-polan yang asyik lagi mereka belum kompak dalam menghindari banjir.

"Ah, tadi itu masih enak saya di atas. Main ajak pulang aja!" seorang ibu yang pertama protes, tidak suka diajak balik. Ibu nomor satu ini terlihat benar-benar tak bisa menerima ajakan temannya.

"Lha, kamu mau kebanjiran?" sanggah emak kedua, yang mengajak pulang, tak kalah galak.

Matahari masih cukup terang sore itu meskipun hujan masih cukup rintik. Masalah yang dihadapi mereka adalah  sms yang dikirim dari keminfo mengenai kewaspadaan terhadap banjir. Dan itu sepertinya wajar, karena hujan ketika itu sudah hampir sepanjang waktu.

Perjalanan waktu itu dari satu mal di Jakarta Selatan, menuju arah Tangerang mengantarkan mereka, lima ibu-ibu merdeka pulang. Ya, merdeka dari anak, merdeka dari suami, merdeka dari urusan rumah tangga. Tetapi tidak merdeka dari bahaya banjir,.

"Kan malnya enggak kebanjiran. Mana mungkin mal kebanjiran?" si ibu satu masih protes.

"Lha, kebanjiran ya enggak mungkin. Tapi kamu mau gak bisa pulang karena jalanan penuh banjir?" jawab si ibu kedua tak bisa disanggah lagi.

"Kamu enggak pernah merasakan  jalan dari sini sampai ke rumah. Bayangkan! Mana sama mak tua lagi!" kata yang diprotes menambah amunisinya.

"Lha, kamu sama mak tua? Dari sini sampai rumah?" kata pemrotes sudah kalah.

Entah si ibu ke mana waktu Jakarta banjir. Dia tidak mempunyai memori yang membuatnya dendam pada banjir.

Sementara ibu-ibu yang lain sepakat, kalau sedang ada banjir mending di rumah.

Suasana memang ramai, meskipun debat hanya dari dua orang itu. Tetapi ibu-ibu yang lain tak mau kalah membumbui cerita mengenai banjir dan penderitaan yang dibawa.

"Kalau kamu mau banjir di mal, ya, gapapa. Nanti kamu seperti  tikus lari ke sana ke mari tetap saja di dalam mal," mereka tertawa membayangkan temannya jalan ke sana ke mari sampai bosan terkurung banjir.

"Nyiksa!" si ibu yang lain tak ketinggalan.

"Sekalian saja dia jalan sama mak tua!" yang lain menimpali memancing tawa.

"Biar dia merasakan jalan sama orang tua. Pas banjir lagi! " kata yang lain disambut dengan senyuman maklum dari si ibu pemrotes.

Hari itu berita tentang Katulampa sudah menyebar. Cepat. Buat si ibu-ibu itu menghindari banjir tetap lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun