Mohon tunggu...
Wiatmo Nugroho
Wiatmo Nugroho Mohon Tunggu... -

hamemayu hayuning Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Pertemuan

27 September 2017   18:53 Diperbarui: 29 September 2017   05:24 3905
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku diam di perahu, menyapa beberapa temanku yang masih mengantarkan wisatawan.

Aku diam saja berlama-lama di sana. Anne tidak kunjung kembali. Aku berniat menyusulnya di pasar seni. Tetapi aku tidak tahu mau kemana, apakah ke tempat rajutan, lukisan, batik? Pasar seni itu luas, cukup luas. Penulisku tidak menuliskan ceritanya. Ia berhenti. Apa yang terjadi? Aku harus diam terus? Anne bisa saja menonton pertunjukkan musik, pameran lukisan, merajut, batik, tembikar. Dan  aku bingung. Hanya duduk dan berdiri saja di atas perahu ini. Aku tidak mau diam saja.

Aku mencari Anne. Tempat pertama yang aku temui adalah pameran lukisan. Aku menduga Anne pasti senang melihat, mencermati lukisan yang dipamerkan di tempat ini. Mungkin malah ia minta dilukis oleh para pelukis di jalanan sana. Yang membuatku terkejut, satu lukisan memperlihatkan apa yang dikatakan Anne tadi di perahu, jelas sekali. Dan satu perahu tertambat di halte perahu dengan seorang berdiri di perahu itu, sementara seorang perempuan muda berjalan menjauhi perahu itu mulai menyusuri jalan, terlihat seperti Anne. Beberapa perahu yang lain bertebaran di sana-sini, yang kosong, yang sedang mengantar penumpang, dan yang menunggu sepertiku.

Pikiran tentang lukisan itu membuatku kembali ke perahu tak percaya dengan yang aku lihat. Semakin tak percaya karena di sungai itu masih ada beberapa perahu di sungai mengantarkan wisatawan. Aku celingukan, bingung. Aku ada dalam satu lukisan. Aku hidup di dalam lukisan. Anne, dimana Anne?

Kebingunganku seketika membuatku kembali melihat lukisan itu. Ya, memang lukisan. Dan aku semakin tak percaya, karena aku sudah berada di dalam satu ruangan yang aku tak tahu. Beberapa lukisan menempel di dinding. Aku cermati seperti di pameran tadi. Dan salah satunya ternyata lukisan seorang perempuan di dapur dengan suasana kampung dengan cobek di tangannya, dengan asap mengepul dari kompor minyak yang terlihat menanak nasi, dan seorang pemuda yang ternyata adalah diriku.

Aku hanya tokoh. Aku tidak hidup. Aku hanya hidup dalam lukisan saja. Aku tidak bisa menerima kenyataan itu. Aku bingung, terlalu bingung. Ada lukisan lagi di kamar itu, tetapi bukan aku lagi yang di sana. Mungkinkah lukisan alam itu juga harus aku lalui, sebagai tokoh manusia yang hidup, sebagai seseorang bernama Broto? Apakah akan bertemu Anne lagi di sana?

Dan lukisan Anne ada di ruangan itu juga. Hanya ia sendiri dan tampak wajah Anne saja. Dan lukisan yang lain, anak-anak muda berumur tidak jauh dari Anne, seorang laki-laki dan perempuan. Ada juga seorang laki-laki dan perempuan dewasa yang seumur serta Anne dan dua orang itu tadi.

Aku terduduk lemas di sofa panjang, yang empuk dan lembut sekali. Serasa berada di dalam perahu dan merasakan air yang diam tenang. Satu ruangan di sebelah ruangan itu tampak terang. Aku bergegas memeriksa ruangan itu, mengendap-endap dan juga masih dengan bingung dan bertanya-tanya.

Dan aku terkejut menemukan Anne di sana. Ia tertidur. Di sofa seperti di ruangan tadi dengan meja kaca yang lebih pendek, hanya separo tinggi meja Ragian. Ia benar-benar tertidur, pulas. Sementara laptopnya masih menyala. Aku mengamati Anne, dia memang Anne teman Ragian, juga Anne yang aku antar dengan perahuku tadi. Pipinya persis, dan memang itu ujung hidung Julia Robert. Apakah Anne adalah penulisku? Ia baru saja tertidur, sehingga aku harus diam di perahuku tadi?

Perlahan aku mengintip pekerjaan di laptopnya. Dan ternyata benar. Anne adalah penulisku. Aku tidak bisa menerimanya. Aku yang tidak suka dengan Anne teman Ragi, dan Anne yang sempurna di perahu itu, tetapi menemukan ia adalah penulisku, yang aku ingin temui.

Aku ingin mencintai dia yang memberiku cerita, memberiku hidup, pengalaman-pengalaman, rasa yang kadang tak bisa aku pahami. Tetapi mengapa ia adalah Anne? Ia berbeda, jauh berbeda dariku. Dia masih tidur di sana. Aku pikir dia terlalu sempurna,  dan aku pikir aku benar. Rambutnya, hidungnya, pipi, jidat, dan itu semua adalah Anne.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun