"Broto, kau lihat Simon?" teriak Kania.
"O, ya, pasti," jawabanku.
"Dimana dia? Kenapa dia tidak datang?"
"Dia wakilkan aku. Ada pertemuan dengan keluarganya, mendadak," kataku pada Kania.
Kania menjelaskan maksudnya, dan memintaku mengantar wisatawan melewati kota, juga untuk menikmati pusat kuliner di dekat pasar.
"Sebentar kurang satu orang, masih di kamar mandi," kata yang satu orang.
Rombongan itu lima orang, muda-muda, dua orang perempuan, dua orang laki-laki. Aku menyapa mereka, tersenyum ramah dengan rasa kegembiraan yang ada di kota itu.
"Anne, cepatlah!" kata yang satu orang.
Aku berangkat membawa mereka. Anne tidak banyak bicara, sepertinya pendiam, berbeda dengan teman-temannya. Ia malah mengeluarkan buku dari tasnya dan membukanya.
"Jangan kencang-kencang, Broto!" teriak Kania dengan kedua telapak tangan membungkus mulutnya membentuk corong.
"Buku ini pas ceritanya," teriak Anne pada teman-temannya.