Kabar baiknya, tidak semua lalu lintas perdagangan produk pertanian dan non-pertanian akan mati suri, karena Pemerintah masih dapat melakukan aktivitas ekspor-impor. Meskipun begitu, aktivitas ekspor-impor juga mengalami gangguan dimana terjadi penurunan nilai ekspor (namun masih memunkinkan terjadi peningkatan) dan kenaikan nilai impor.
Apakah Kita harus panik dan memasok produk pertanian ketika harganya masih murah?
Tentu tidak, Kita tidak boleh bertingkah panic buying maupun panic trading (apalagi memonopoli) produk pertanian selama masa pandemi COVID-19 ini.
Untuk lebih jelasnya mari Kita lihat bagimana kondisi penyediaan produk pertanian untuk kebutuhan masyarakat Indonesia. Berikut prakiraan Ketersediaan, Produksi dan Kebutuhan Pangan Pokok Strategis Periode Maret sampai Agustus 2020.
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa diperkirakan 9 komoditas utama (beras, jagung, bawang merah, bawang putih, cabai rawit, daging sapi/kerbau, daging ayam ras, gula pasir, dan minyak goreng) mengalami surplus (pasok produk lebih banyak dari permintaan pasar) namun 2 komoditas utama (cabai besar dan telur ayam ras) mengalami defisit (pasok produk lebih sedikit dari permintaan pasar).
Keberadaan komoditas pangan pokok trategis tersebut dikoordinasi oleh Ditjen Tanaman Pangan, Ditjen Hortikultura, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), dan Ditjen Perkebunan untuk menjamin tersedianya produk pangan pokok strategis periode  Maret sampai Agustus 2020.
Tapi tunggu sebentar, meskipun produk pertanian pangan pokok strategis banyak yang mengalami surplus namun perlu Kita perhatikan lagi bahwa pertanian di Indonesia didominasi oleh pertanian rakyat.
Fenomena tersebut merupakan PR bagi pemerintah untuk mendistribusikan persediaan pangan ke konsumen secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, Pemerintah juga berhadapan dengan mafia pangan yang merusak pola rantai pasok sehingga terjadi fluktuasi harga produk pertanian yang merugikan petani sebagai produsen dan konsumen.
Selain itu, rusaknya rantai pasok pertanian juga menyebabkan beberapa daerah mengalami defisit pada beberapa komoditi, meskipun berdasarkan perhitungan komoditi tersebut mengalami surplus secara nasional.
Lantas apa yang dilakukan pemerintah untuk menjaga stabilitas harga produk pertanian? Terlebih di masa pandemi COVID-19 ini yang menimbulkan turunnya produktivitas kerja informal, termasuk Petani?