Mohon tunggu...
Anwar
Anwar Mohon Tunggu... Security - Seorang yang tidak akan pernah menyerah untuk terus menulis

Walau tak pandai menulis namun ingin tetap mencoba berkarya. http://www.catinfoku.blogspot.co.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bukan Aku dan Dia

14 Maret 2018   00:36 Diperbarui: 14 Maret 2018   00:36 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku bingung dan seperti kehabisan ide untuk memecahkannya. Pelan-pelan aku mulai menyadari siapa aku dalam pandangan kedua orang tua Mirna. Aku memang bukanlah apa-apa di mata mereka. Dan secara perlahan pula, diam-diam, orang tua Mirna mulai memisahkan aku dengan Mirna. Aku dan Mirna mulai jarang bertemu. Aku sangat mencintai Mirna, tapi aku juga tak bisa hidup dengan Mirna tanpa restu dari orang tuanya. Walau dengan berat hati, aku terpaksa harus melepas kepergian Mirna dari kehidupanku.

"Mirna, aku percaya kalau kau mencintaiku dan kau juga percaya, betapa aku sangat mencintaimu... tapi apa daya, tembok kokoh yang menghalangi cinta kita berdua tak mungkin dapat menyatukan hati kita..." Kataku disuatu kesempatan ketika bertemu.

"Maksud mas Andri ?" Tanyanya dengan sorot mata yang tajam.

"Begini saja, Mir...Kita jalanin saja dulu secara diam-diam. Jika kamu tidak suka dengan laki-laki pilihan orang tuamu, cobalah kamu kenali dulu dia. Seandainya dia memang baik dan juga mencintaimu, tak apa-apa, terimalah dia !" Ujarku.

Tidak... aku tidak mau !" Tegasnya. Dan matanya mulai berkaca-kaca. 

"Dengar dulu penjelasanku !" 

"Enggak...pokoknya aku gak mau."

"Mirna, dengar aku Mir... Dulu kamu juga tak pernah mencintaiku tapi setelah kenal dan dekat, kamu bisa menerimaku. Nah, sekarang apa bedanya dengan laki-laki pilihan orang tuamu itu..." Aku berusaha membujuk dan meyakinkan Mirna untuk mau menerima laki-laki pilihan orang tuanya meskipun hatiku tersayat-sayat. Dan Mirna semakin terisak. Aku memeluk dan mengusap-usap punggungnya menenangkan hatinya.

Tiga bulan dari semenjak pertemuan itu, aku tidak pernah bertemu lagi dengan Mirna. Tak kudengar lagi bagaimana kabar darinya. Suatu hari aku ditemui kakak perempuannya dan menyerahkan sepucuk surat undangan dari Mirna. Undangan pernikahan dia dengan laki-laki pilihannya sendiri, bukan pilihan orang tuannya dan juga bukan aku, Andri....

*****selesai*****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun