Mohon tunggu...
Herwanto Weya
Herwanto Weya Mohon Tunggu... Seniman - Seniman

Satu hal yang saya ketahui adalah bahwa saya tidak tahu apa-apa!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mekanisme dan Faktor Orang Percaya pada Berita Palsu!

19 Januari 2023   13:17 Diperbarui: 19 Januari 2023   13:20 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Terlepas dari apa yang sudah dipaparkan diatas, lalu bagaimana seseorang dapat terjebak dan percaya pada berita palsu?. Hal ini bisa disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah melalui konten-konten clickbait yang dimana isi konten "berita" seringkali berbanding terbalik dengan judul maupun gambarnya. 

Seperti yang dipaparkan dalam sengedan.com  bahwa clickbait "adalah sebuah istilah untuk menggambarkan konten web yang hanya bertujuan mendapatkan viewer atau pembaca, tanpa memperdulikan kualitas dan akurasi konten yang disajikan, dengan bergantung pada judul yang sensasional dan memprovokasi atau cuplikan gambar yang mendorong orang untuk membaca atau melihatnya" (Saputro & Haryadi, 2019). 

Artinya para produsen seringkali hanya memprioritaskan profit dan tidak terlalu peduli dengan kredibilitas berita-berita yang akan mereka produksi dan disebarluaskan sehingga ketika pembaca "viewer" mengkliknya, maka mereka berpotensi terpapar informasi palsu. 

Hal ini tidaklah mengherankan mengingat suatu kebenaran seringkali diplesetkan pada judul-judul berita sehingga orang menjadi penasaran untuk mengkliknya. Bahkan, seseorang penyedia berita palsu yang bernama "Jestin Coler, mengatakan bahwa dia melakukannya untuk "bersenang-senang", di samping itu dia juga mendapatkan US $10.000 per bulan dari beriklan di situs web berita palsunya" (Rusdiana, 2018). Sehingga tampak jelas bahwa dalam konteks penyediaan konten "berita" palsu terdapat indikasi kuat dimana prioritas utama produsen adalah profit, bukan pada kredibilitas isi kontennya.

Hal ini diperparah dengan bagaimana cara algoritma beroperasi pada media sosial yang dimana sistem algoritma akan menyediakan informasi sesuai dengan preferensi dan histori penelusuran kita ketika mengakses sebuah konten berita, baik dalam bentuk artikel maupun video sehingga hal ini berpotensi memperkuat keyakinan dan kepercayaan kita yang palsu terhadap suatu hal karena berita yang ditampilkan 80 sampai 90% seringkali berisikan informasi-informasi yang mendukung keyakinan dan kepercayaan pembaca. 

Misalnya, dalam konteks politik dimana orang hanya akan mencari informasi berdasarkan pilihan politiknya sehingga ketika proses pencarian dilakukan di jejaring sosial, maka kemudian algoritma akan menyeleksi dan menyediakan informasi yang relevan dengan pilihan politiknya.

 Sehingga, ketika dibenturkan dengan fakta "kebenaran" sebenarnya, tetapi jika bertentangan dengan preferensinya, mereka akan cenderung mempertahankan keyakinannya meskipun jelas-jelas itu adalah sebuah berita palsu dan bukan sebuah kebenaran.

Dalam konteks ini para peminat berita tentang isu-isu politik akan lebih mudah terpapar berita palsu, bahkan lebih mirisnya lagi Sebagian besar dari mereka tidak akan menyadari bahwa mereka percaya pada berita palsu. Hal ini disebabkan karena cara kita menerima dan memproses berita palsu dengan berita yang benar seringkali melalui mekanisme yang sama sehingga butuh sebuah penalaran rasional kritis untuk memfilter informasi. 

Sebab, pada kenyataannya "berita palsu menyebar lebih cepat, lebih jauh, lebih dalam, dan lebih luas dibanding berita yang benar. Dampak yang paling signifikan adalah pada isu-isu politik, dibanding isu bencana alam, terorisme, sains, dan sebagainya" (Rusdiana, 2018). 

Mirisnya, penyebaran berita palsu yang cepat dijejaring sosial ini kemudian dapat menjangkau banyak orang dan ketika hal itu terjadi banyak dari antara mereka akan membicarakannya sehingga imbasnya adalah berita palsu tersebut lama-kelamaan dapat diyakini sebagai sebuah informasi yang benar.

Contoh kasus dalam hal semacam ini dapat dilihat dari peristiwa yang pernah menyeret nama Ratna Sarumpaet, dimana ia diisikun dianiaya oleh seseorang. Berita ini awalnya diposting di Facebook kemudian disebarluaskan oleh banyak orang melalui media sosial lainnya seperti Instagram dan Twitter tanpa diverifikasi terlebih dahulu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun