Ada banyak cara untuk mencintai Indonesia. Â Ada yang secara rutin berdoa bagi kesejahteraan Indonesia. Â Ada yang gemar melakukan perjalanan wisata dan berbagi indahnya pelosok nusantara lewat media sosial. Â Kami, saya dan beberapa rekan dalam komunitas yang sama, memilih mencintai Indonesia lewat berbagi hati ke pelosok negeri ini.
Ya, berbagi hati kami bagi mereka yang tinggal di daerah-daerah tertinggal di negeri ini. Â Kami sengaja memilih berkunjung bukan ke daerah wisata, tetapi kantung-kantung kemiskinan yang tersebar di negeri ini. Â Kami memilih berkunjung ke Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) yang ada di Nusa Tenggara Timur (NTT). Â Dalam beberapa hari, kami berkunjung ke desa-desa yang tersebar di Kabupaten itu.
Hati yang kami bagi adalah kecintaan kami pada Indonesia. Â Kecintaan yang kami wujudkan lewat kunjungan, bantuan, dan acara-acara edukasi lainnya. Â Tentu saja bukan hal yang mudah membawa begitu banyak barang ke pelosok negeri ini. Â Perjalanan ke Amanuban Timur misalnya, sebenarnya tak terlalu jauh dari Soe. Â Namun, perjalanan kurang lebih 50 kilometer ini mesti berlangsung selama 5 jam terkait dengan buruknya kondisi jalanan. Jarang sekali dijumpai jalan beraspal. Â Kadangkala malah kami harus melewati sungai yang kering untuk mencapai tujuan. Â Medan yang terjal membuat kendaraan kami berkali-kali harus berhenti, dan gantian kami mendorong mobil yang penuh berisi barang itu.
Penyambutan yang Menggetarkan Hati
Mereka menyambut kami sebagai saudara, walau itu adalah kunjungan kami yang pertama. Ketika kain adat dikalungkan, maka hal itu adalah tanda penerimaan terhadap kami. Â Anak-anak menari dengan gembira di tengah gelapnya malam, karena infrastruktur listrik belum menjangkau daerah itu.
Hati yang Menggerakkan Tangan dan Kaki
Apa yang kami lakukan selama beberapa hari di Amanuban Timur itu? Â Kami tidur di bagian belakang ruangan gereja. Â Setiap hari, kami berbagi menjadi beberapa tim mengunjungi desa-desa sekitar. Â Kami bermain badut dan aneka permainan lainnya untuk menghibur anak-anak. Â Kami melakukan edukasi untuk orang dewasa. Â Kami menyalurkan bantuan berupa mesin pompa air agar lebih mudah bagi penduduk yang ada untuk menyirami tanaman yang ada di beberapa lahan yang digunakan untuk uji coba penanaman sayur. Â Kasih yang ada di hati itu mesti mewujud lewat gerak tangan dan kaki, bukan?
Ketika kami melakukan ujicoba mesin pompa air, hati kami tergetar melihat air yang mengalir deras membasahi lahan penanaman sayur yang tak seberapa luasnya itu. Â Penduduk menyambut dengan gembira, karena dengan adanya mesin pompa air dan tandon air mereka tak harus berjalan kami lima ratusan meter untuk menyirami lahan itu. Â Air menyembur dari selang, penduduk menari gembira, air mata saya perlahan menetes. Â Tak perlu nilai rupiah yang besar untuk menghadirkan perubahan kecil yang menghasilkan sukacita besar di pelosok negeri ini.
Di pelosok negeri di mana sinyal telekomunikasi adalah sebuah kemewahan, kami selalu menerima penyambutan dalam kesederhanaan yang menggetarkan hati. Â Mereka selalu menyelenggarakan upacara adat di awal acara. Â Mereka mengambil buah kelapa muda terbaik yang ada dan menyediakannya bagi kami. Â Tingginya pohon kelapa yang rata-rata di atas 15 meter itu tak menghalangi mereka untuk dengan cekatan mengambilkannya bagi kami. Â Jagung yang mereka oleh menjadi mirip pop corn selalu tersaji.Â
Demikian pula dengan teh dan kopi yang selalu ada. Â Saya selalu mengingatkan rekan-rekan untuk menghabiskan teh atau kopi di gelas, karena untuk menyediakan ini, penduduk setempat mesti berjalan kurang lebih 4-5 kilometer untuk mengambil air dengan jirigen plastik.
Mereka hidup dalam kemiskinan, tapi selalu punya hati untuk berbagi. Â Tak jarang mereka memberikan kami ayam hidup untuk nanti kami oleh di tempat kami menginap. Â Saya masih mengingat benar apa yang dikatakan dalam penyambutan kedatangan kami. Â Pemimpin masyarakat selalu berbicara dalam bahasa daerah, dan kami memahaminya lewat penerjemah yang ada.
"Mereka ini bukan saudara kita. Â Mereka datang melintasi lautan untuk menengok dan membantu kita. Â Mari kita perlakukan mereka sebagai saudara." Begitulah kurang lebih terjemahan dari ungkapan yang ada setiap kali penyambutan terjadi.
Lihatlah senyum ceria anak-anak ini. Â Senyuman yang sama selalu menyambut saya dan tim.
Kami ingin berbagi pengharapan. Â Bahwa kondisi hidup bukan hanya untuk diterima begitu saja. Â Lewat bantuan dan pelatihan penanaman sayur-mayur, kami ingin menunjukkan bahwa kerja keras pun akan menumbuhkan harapan bahkan di tengah lahan yang penuh cadas.
Kami berbagi hati untuk menerimanya kembali. Â Penyambutan yang menggetarkan hati itu selalu mengingatkan kami. Â Ada satu hal yang menyatukan di tengah banyak perbedaan yang ada: cinta kami untuk Indonesia!
Merdeka!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H