Mohon tunggu...
Wenny Ira R
Wenny Ira R Mohon Tunggu... Penulis - Kybernan

Peneliti, Akademisi, Militansi Desa, Humanis, Berbudaya, Book Lover

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gemilang Cahaya Pementasan Laron

12 Oktober 2022   22:52 Diperbarui: 12 Oktober 2022   22:52 882
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Laron, judul pementasan produksi Teater Air pada 8 Oktober 2022 lalu di Taman Budaya Jambi. Pementasan ini berdurasi waktu cukup panjang, yaitu sekitar satu jam dua puluh menit lebih.  Naskah karya Gepeng Nugroho ini digarap cukup lumayan apik oleh sutradara perempuan Teater Air, Rani Iswari.

Rani bukan hanya kali ini menyutradarai pementasan Teater Air. Beberapa produksi pementasan Teater Air telah berhasil disutradarainya. Kali ini tampaknya Rani sedang disinari cahaya gemilang dari panggung teater yang menjadi saksi sejarah karya pementasannya. 

Pementasan yang cukup apik ini meskipun dibanderol tiket sebesar Rp. 15.000 pada hari pertama dan kedua, serta Rp. 20.000 pada hari terakhir, berhasil menggaet seribu lebih penonton selama tiga hari jadwal pementasan. 

Pun pada hari terakhir pementasan, tim Rani tetap menghasilkan yang terbaik. Tak begitu tampak stamina yang turun atau vokal yang tak lagi bisa didengar dengan jelas, atau gestur  tubuh yang melemah.

Saya menikmati jalannya pementasan dari awal sampai akhir tanpa diterpa rasa bosan. Seting panggung yang cukup apik, manajemen cahaya yang apik dan tak bocor, kostum yang memadai, stamina pemain, alur bloking yang enak dilihat dan terasa estetik berpadu dengan seting panggung dan kostum, vokal yang tak membosankan dan seragam, musik dan lagu pengiring yang cukup apik, dan yang lebih utama adalah alur cerita yang begitu penuh kejutan serasa ingin menonton hingga tamat, membuat saya tak merasa bahwa durasi pertunjukkannya cukup panjang.

Naskah Laron secara garis besar menggambarkan keresahan dan kegelisahan para laron penghuni istana sarang laron di bawah tanah untuk keluar bermigrasi dari istana.  

Program migrasi dicanangkan bagi para laron penghuni istana untuk mengurangi masalah kepadatan penduduk di dalam istana, tetapi di samping itu, program ini juga merupakan sumber petinggi istana untuk melakukan korupsi anggaran. 

Segala doktrin diterapkan kepada para laron agar mereka bersedia ikut program migrasi. Terutama doktrin bahwa dengan bermigrasi, mereka akan menyongsong cahaya dan cinta yang akan mengubah mereka menjadi sesuatu yang  baru, lebih baik dan lebih bermakna. Mereka pun akan mendapatkan kemerdekaan sejati dengan cahaya dan cinta itu.

Sayangnya, program migrasi ini tak berjalan mulus. Selain hambatan alam, ternyata ada masalah kebocoran  anggaran dan juga kepadatan di zona migrasi. Hal ini membuat para laron ricuh dan ribut, serta mencoba memberontak. Akan tetapi aksi mereka berhasil diredam oleh ratu laron. Ratu laron tetap mendoktrin para laron agar tetap memiliki semangat mengikuti program migrasi, meskipun ia sendiri belum pernah keluar dari istana sarang laron dan menyongsong cahaya.

Para laron yang telah terdoktrin akan keindahan dunia luar dan cahaya, mereka sangat bernafsu untuk mengikuti program migrasi. Meskipun laron tua yang memilih untuk tetap tinggal di istana sarang laron menasehati mereka agar mempertimbangkan baik-baik keinginan dan mimpi mereka untuk bermigrasi ke luar istana, namun nasehat ini ditolak mentah-mentah. 

Para laron tetap berkeinginan kuat untuk bermigrasi demi terwujudnya menyongsong cahaya. Apa lagi setelah ada semut merah yang masuk ke istana sarang laron dan mendengungkan keindahan dunia luar. Mereka semakin terprovokasi. 

Di tengah panasnya provokasi semut merah, seekor laron yang telah keluar bermigrasi masuk kembali ke istana sarang laron. Ia masuk dengan tertatih dan menanggung kesakitan, serta penderitaan. Satu ekor sayap laron tersebut telah hilang tercerabut dari tubuhnya.

Laron yang kembali ini memaparkan tipu daya dan kekejaman dunia luar istana yang tak seindah kenyataannya sebagaimana hasil doktrin penguasa istana. Cahaya yang mereka agung-agungkan justru membuat banyak laron terbunuh dan menjadi mangsa empuk semut merah. 

Bahkan ia menyebut bahwa sesungguhnya tujuan program migrasi ini untuk mengurangi kepadatan populasi istana sarang laron dengan jalan membunuh para laron yang tak dikehendaki untuk tetap tinggal di istana. 

Kesaksian laron yang kembali ini membuat para laron lainnya tersadar dan membuat murka para penguasa istana sarang laron. Ratu laron pun dengan keras dan kejam memerintahkan agar laron yang kembali di lempar keluar istana dan laron-laron yang ada dipaksa untuk bermigrasi. 

Tentu hal ini membuat para laron semakin berani memberontak. Mereka mengusir ratu laron ke luar istana yang justru  secara tak sadar telah membawa mereka keluar istana tanpa harus diiming-imingi dan didoktrin. Istana pun hanya meninggalkan laron tua dan pesuruh istana.

"Laron, seperti halnya manusia. Suatu "takdir" yang berasal dari tanah untuk kemudian kembali pada tanah. Manusia-manusia yang lahir ke dunia menjemput takdirnya. Waktu hidup yang singkat dan penuh ketidakpastian, keluarnya ia dari suatu ketiadaan atau gelap, ketidaktahuan, kebodohan menuju cahaya. Bahwa manusia hidup di dunia untuk mengejar kebenaran dan keridhoan Tuhan yang merupakan cahaya itu sendiri untuk mendapatkan cintanya atau surga. Sebaliknya, jika manusia hidup di dunia hanya untuk mengejar cahaya yang menyilaukan dan fana, ia akan jatuh dan masuk ke dalam kesengsaraan santapan para predator atau neraka," begitu ungkap Rani mengenai pesan yang ingin disampaikan dalam pementasan Laron.

Naskah Laron dipilih oleh Rani karena ia ingin menghadirkan kehidupan laron di panggung teater. " Biasanya kita melihat kisah serangga hadir di layar kaca dan dijadikan film. Kali ini saya ingin menghadirkannya di panggung teater," jelasnya.

Proses garapan naskah Laron  sejak pemilihan pemain hingga pementasan pada Oktober 2022 cukup lama. Casting pemain dilakukan sejak Mei 2022. Selama itu, menurut Rani telah terjadi pergantian pemain. "Laron-laron terbang dan silih berganti,"ujarnya.

Kendala terbesar pada proses produksi pementasan Laron menurut Rani adalah soal mencocokkan waktu. "Para pemain dan kru memiliki latar belakang yang berbeda-beda dan itu adalah hal yang sangat dimengerti. Makanya saya sangat berterima kasih kepada semua pihak yang telah memprioritaskan diri pada proses produksi pementasan Laron, dan dengan ikhlas mewujudkannya," ungkapnya.

Mengenai kesan dan pesan Rani selaku sutradara, ia mengungkapkan bahwa ia merasa beruntung lahir dan tumbuh di dalam rumah yang bernama Teater AIR. Ia berterima kasih kepada Teater AIR. "Saya memiliki saudara-saudara dan orang tua yang baik. Untuk adikku Khairul Ni'mah dan Wahyu Fitria Lestari yang baik, terima kasih banyak. Untuk Mas Gepeng Nugroho yang sangat baik dan mau menjadi salah satu teman diskusi dalam proses garapan ini berlangsung," pungkas Rani.

Novitasari, aktivis perempuan dan penulis Jambi yang menikmati pementasan Laron pada hari terakhir pementasan mengungkapkan, "menurut saya, pementasan Laron sarat akan makna kehidupan laron yang digambarkan sama seperti angan-angan manusia tentang kebebasan dan kebahagiaan yang dikira akan didapat di luar dirinya. Padahal, apa-apa yang ada di luar diri kita bukan jaminan untuk suatu kebahagiaan. Di dalam diri kita lah yang mampu menciptakan itu. Pementasannya menarik dan penuh dengan pesan-pesan, serta permasalahan problematik yang sedang kita rasakan."

Putri Mawaddah yang juga menonton dan menikmati pementasan Laron berpendapat bahwa menurutnya pementasan Laron sangat bagus baik dari seting dan para pemainnya. Para pemainnya memerankan tokoh-tokoh laron dengan baik.

"Ini pertama bagi saya menonton pementasan teater yang ceritanya dari sudut pandang hewan laron. Menurut saya, hewan satu ini tidak begitu terpikirkan. Tapi dengan adanya pementasan ini,  kita jadi tahu ternyata laron hewan yang kita pikir hanya hewan biasa, yang berterbangan dan berkerumun di cahaya juga punya kehidupan yang bisa dikatakn miris. Saya pribadi menganggap laron hanya pengganggu saat di jalan atau di rumah, apalagi ketika berkumpul di lampu. Setelah menonton pementasan ini, saya jadi memikirkan, ternyata laron punya kehidupan yang tidak enak. Mereka kawin, melahirkan atau dimakan oleh semut dan hewan lain yang mempunyai power lebih," papar Putri.

Putri mengaku bahwa selama menonton pementasan Laron, ia sangat fokus karena ceritanya menarik dan ada unsur humornya juga. Jadi menurutnya pementasan Laron tidak membosankan.

"Apalagi dengar backsound-nya secara langsung,keren. Saya sangat mengapresiasi penulisnya, yaitu Bapak Gepeng Nugroho. Ia sangat luar biasa karena sudah menciptakan cerita Laron. Ini yang mungkin tak disangka-sangka oleh kita. Seperti kenapa harus laron dari banyaknya hewan lain. Menurut saya keren banget, jadi menambah pengetahuan baru. Selain itu juga, menurut saya narasi yang disampaikan indah sekali. Banyak nilai hidup yang didapat dari laron ini. Pokoknya keren,"ungkap Putri.

Putri juga mengapresiasi Rani sebagai sutradara. Menurutnya, Rani keren karena bisa membuat pementasan teater yang lumayan apik. Apresiasi juga disampaikan Putri untuk pemainnya. Menurutnya, pemainnya juga keren apalagi mereka masih muda-muda.

"Tapi yang jadi pertanyaan saya, mengapa laron yang baru lahir disebut Sulung, bukan Bungsu," pungkasnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun