Laron, judul pementasan produksi Teater Air pada 8 Oktober 2022 lalu di Taman Budaya Jambi. Pementasan ini berdurasi waktu cukup panjang, yaitu sekitar satu jam dua puluh menit lebih. Â Naskah karya Gepeng Nugroho ini digarap cukup lumayan apik oleh sutradara perempuan Teater Air, Rani Iswari.
Rani bukan hanya kali ini menyutradarai pementasan Teater Air. Beberapa produksi pementasan Teater Air telah berhasil disutradarainya. Kali ini tampaknya Rani sedang disinari cahaya gemilang dari panggung teater yang menjadi saksi sejarah karya pementasannya.Â
Pementasan yang cukup apik ini meskipun dibanderol tiket sebesar Rp. 15.000 pada hari pertama dan kedua, serta Rp. 20.000 pada hari terakhir, berhasil menggaet seribu lebih penonton selama tiga hari jadwal pementasan.Â
Pun pada hari terakhir pementasan, tim Rani tetap menghasilkan yang terbaik. Tak begitu tampak stamina yang turun atau vokal yang tak lagi bisa didengar dengan jelas, atau gestur  tubuh yang melemah.
Saya menikmati jalannya pementasan dari awal sampai akhir tanpa diterpa rasa bosan. Seting panggung yang cukup apik, manajemen cahaya yang apik dan tak bocor, kostum yang memadai, stamina pemain, alur bloking yang enak dilihat dan terasa estetik berpadu dengan seting panggung dan kostum, vokal yang tak membosankan dan seragam, musik dan lagu pengiring yang cukup apik, dan yang lebih utama adalah alur cerita yang begitu penuh kejutan serasa ingin menonton hingga tamat, membuat saya tak merasa bahwa durasi pertunjukkannya cukup panjang.
Naskah Laron secara garis besar menggambarkan keresahan dan kegelisahan para laron penghuni istana sarang laron di bawah tanah untuk keluar bermigrasi dari istana. Â
Program migrasi dicanangkan bagi para laron penghuni istana untuk mengurangi masalah kepadatan penduduk di dalam istana, tetapi di samping itu, program ini juga merupakan sumber petinggi istana untuk melakukan korupsi anggaran.Â
Segala doktrin diterapkan kepada para laron agar mereka bersedia ikut program migrasi. Terutama doktrin bahwa dengan bermigrasi, mereka akan menyongsong cahaya dan cinta yang akan mengubah mereka menjadi sesuatu yang  baru, lebih baik dan lebih bermakna. Mereka pun akan mendapatkan kemerdekaan sejati dengan cahaya dan cinta itu.
Sayangnya, program migrasi ini tak berjalan mulus. Selain hambatan alam, ternyata ada masalah kebocoran  anggaran dan juga kepadatan di zona migrasi. Hal ini membuat para laron ricuh dan ribut, serta mencoba memberontak. Akan tetapi aksi mereka berhasil diredam oleh ratu laron. Ratu laron tetap mendoktrin para laron agar tetap memiliki semangat mengikuti program migrasi, meskipun ia sendiri belum pernah keluar dari istana sarang laron dan menyongsong cahaya.
Para laron yang telah terdoktrin akan keindahan dunia luar dan cahaya, mereka sangat bernafsu untuk mengikuti program migrasi. Meskipun laron tua yang memilih untuk tetap tinggal di istana sarang laron menasehati mereka agar mempertimbangkan baik-baik keinginan dan mimpi mereka untuk bermigrasi ke luar istana, namun nasehat ini ditolak mentah-mentah.Â
Para laron tetap berkeinginan kuat untuk bermigrasi demi terwujudnya menyongsong cahaya. Apa lagi setelah ada semut merah yang masuk ke istana sarang laron dan mendengungkan keindahan dunia luar. Mereka semakin terprovokasi.Â