Mohon tunggu...
Wenny Ira R
Wenny Ira R Mohon Tunggu... Penulis - Kybernan

Peneliti, Akademisi, Militansi Desa, Humanis, Berbudaya, Book Lover

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Lemari, Pertunjukkan Teater Tonggak tentang Wasiat dan Tragedi

14 Juni 2022   22:16 Diperbarui: 19 Juni 2022   20:00 710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto dokumentasi Teater Tonggak

Suara riuh ketukan terdengar dari satu lemari besar yang bersanding dengan lemari kecil. Tak lama kemudian ketukan itu berhenti dan muncul lah satu persatu dari dalam lemari; orang yang hanya mengenakan celana panjang, orang yang mengenakan kemeja dan celana pendek, orang yang mengenakan atasan jas formal dan celana pendek. 

Ketiganya lalu terlibat dalam satu perdebatan tentang etika dan budaya. Tentunya orang yang mengenakan atasan jas formal merasa paling benar berpendapat tentang etika dan budaya dibandingkan yang lainnya. 

Hal ini menimbulkan keributan dalam perdebatan mereka. Tak lama kemudian, satu persatu dari mereka masuk kembali ke dalam lemari besar.

Lemari besar itu hening tak mengeluarkan bunyi apa pun. Ganti suara keras ketukan terdengar dari lemari kecil hingga menyebabkan daun pintu lemari terbuka, dan keluar lah sosok lelaki dari dalamnya. 

Ia berdialog kepada dirinya sendiri, lalu menyetel radio yang diletakkan di atas lemari kecil. Radio itu mengeluarkan suara seorang perempuan yang sedang membacakan berita tentang ditemukannya mayat seorang lelaki di dalam lemari. Ia pun mengomeli pemberitaan tersebut.

Adegan bergulir, ditengahi tarian dan puisi, ketukan-ketukan keras dari lemari besar yang menandai keluar-masuknya orang-orang di lemari besar dan mereka terus saling berdebat tentang etika dan budaya, tentang kepantasan dan kesopanan, tentang penting dan tidak penting dan lain-lain.

 Orang-orang dari lemari besar itu bertambah dengan hadirnya orang yang lengkap mengenakan setelan jas formal, serta orang yang hanya mengenakan celana dalam. Perdebatan selalu berujung keributan karena perbedaan pendapat di antara mereka dan ego masing-masing yang dipertahankan.

Sementara itu, Levon,  lelaki yang keluar dari lemari kecil itu bersitegang dengan kedua kakaknya perihal lemari dan rumah. 

Levon bersikeras ingin menjual rumah warisan orang tuanya berikut lemari yang ada di dalamnya, namun kedua kakaknya bersikukuh ingin mempertahankan rumah tersebut. 

Wasiat orang tua mereka agar tidak memindahkan lemari kecil yang ada di dalam rumah itu menjadi satu alasan bagi kedua kakak Levon untuk tidak menjual rumah warisan mereka. 

Bagi mereka, menjual rumah warisan orang tua dikhawatirkan akan berdampak pada lemari kecil yang diwasiatkan pada mereka. Siapa tahu pemilik baru rumah akan berupaya memindahkan lemari tersebut. 

Terus mempertahankan wasiat lemari kecil itu, berarti tidak bisa menjual rumah warisan itu selamanya. Kedua kakak Levon pun pusing memikirkan keberadaan lemari kecil itu.

Mereka pun menjadi frustasi. Beban mereka sebenarnya bukan hanya soal wasiat untuk tidak memindahkan lemari kecil itu, tetapi juga rahasia besar yang mereka sembunyikan dari Levon. 

Rahasia besar itu berupa fakta bahwa mereka berdua bukan saudara kandung Levon dan mereka berdua lah yang membunuh orang tua Levon. Selama ini mereka berdua berusaha menutupinya rapat-rapat dari Levon.

Pada puncak rasa frustasi mereka, akhirnya mereka berdua memutuskan untuk memindahkan lemari kecil itu. Anehnya, seberapa pun kerasnya usaha mereka untuk memindahkannya, lemari kecil itu tak bergeming dari tempatnya. 

Mereka pun lelah dan makin frustasi. Upaya terakhir mereka untuk membuka paksa lemari kecil itu, justru menghantarkan mereka pada kematian.

Levon pun menyaksikan kematian mereka dan membuka kunci kesadaran akan rahasia besar yang disembunyikan oleh mereka darinya. 

Kematian kedua kakaknya sebenarnya hanya soal waktu yang disusun Levon  melalui rahasia-rahasia yang tersembunyi dalam lemari kecil itu. Sejak kecil, lemari itu telah menjadi tempat persembunyian yang nyaman  bagi Levon.

Demikian lah, sekelumit kisah pertunjukkan berjudul 'Lemari' yang dipentaskan oleh Teater Tonggak pada  11 Juni 2022 lalu di Taman Budaya Jambi. 

Pertunjukkan tersebut berhasil menyedot perhatian penonton teater di Kota Jambi, baik dari kalangan undangan maupun penonton yang membeli tiket.

Naskah Lemari yang dipentaskan merupakan karya dari Hendry Noersal, aktor dan sutradara di Teater Tonggak. 

"Naskah ini ditulis  pada tahun 2018, namun ada perubahan pada tahun 2020 dan penyempurnaan menjelang proses  pementasan. Kita berproses mulai  Desember 2021, tetapi  berproses secara intensif itu pada Februari 2022," papar Hendry.

Lemari dipilih sebagai judul naskah yang kemudian dipentaskan oleh Teater Tonggak, karena bagi Hendry  kita semua adalah isi lemari, kita semua berada dalam lemari, lemari sosial, budaya, politik dan lainnya. 

Melalui pementasan ini ia ingin menitipkan pesan bahwa di dalam kehidupan kita selalu ada kasta, strata, sekat-sekat hanya karena perbedaan tahta dan harta.

Jasinda dan Dicky, sepasang anak muda yang datang dan menonton pertunjukkan Teater Tonggak mengutarakan pendapatnya. 

Bagi Jasinda yang  baru pertama kali ini menonton pertunjukkan teater, ia memaknai bahwa pertunjukkan ini menampilkan pesan adanya perbedaan yang kerap kali menimbulkan keributan.

"Saya menangkap adanya perbedaan yang sering berujung pada keributan  seperti halnya yang terjadi pada realitas dunia nyata, terutama perihal perbedaan pendapat yang kemudian mengkotak-kotakkan kita dan menjadi permusuhan. Secara keseluruhan, pertunjukkan ini bagus bagi saya yang baru pertama kali menonton teater," ungkap Jasinda.

Begitu pula dengan Dicky, pemuda yang sudah ketiga kalinya menonton teater ini, mengungkapkan puas menonton pertunjukkan Teater Tonggak. 

"Bagi saya, pertunjukkan Teater Tonggak berjudul Lemari ini memberikan pesan kepada kita bahwa serapat apa pun rahasia yang kita simpan akan ketahuan juga. Pertunjukkan teater ini keren. Selain adegan utama soal Lemari, ada adegan menari dan orang-orang yang keluar dari lemari lalu berdialog. 

"Dialog orang-orang yang keluar dari lemari itu adalah cermin kita di dunia nyata. Kita sering ribut karena hal-hal yang berbeda dari lainnya, lalu bermusuhan. Kenapa sih kita tidak bersatu saja dalam perbedaan," terang Dicky.

Selamat kepada Teater Tonggak. Sampai jumpa pada karya dan pertunjukkan selanjutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun