Mohon tunggu...
wenny ira wahyuni
wenny ira wahyuni Mohon Tunggu... karyawan swasta -

just an ordinary homo social politicus.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki Secangkir Coklat

7 Maret 2014   00:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:10 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dia kutemukan dalam secangkir coklat yang selalu aku buat pada sore menjelang senja. Awalnya, tak sengaja aku menemukannya, dalam secangkir coklat yang kubuat tiap sore menjelang senja. Waktu itu, senja jingga, dan angin berhembus lirih, menggugurkan daun-daun dari tangkainya keatap dan halaman rumahku pelan-pelan. Seperti biasa, aku akan berada diberanda rumah, mempelajari kata-kata yang tertulis pada senja, untuk itu aku biasa ditemani secangkir coklat kesukaanku. Dua sendok coklat dan sesendok gula, serta beberapa liter air panas yang hampir mencapai bibir cangkir merah muda kepunyaanku, lalu aku akan mengaduknya perlahan, sambil berjalan menuju beranda dan duduk disebuah kursi rotan usang, begitulah prosesi pembuatan secangkir coklat itu.

Biasanya, aku hanya selalu menemukan buih-buih kecil pada secangkir coklatku, atau butir-butir coklat yang tak mau larut. Namun pada suatu hari itu, aku menemukannya, sesosok wajah lelaki, mengambang bersama buih-buih coklat yang keputihan, dan aromanya menguap bersama uap panas coklat dicangkir.

Aku sama sekali tidak terkejut, sungguh!. Aku hanya merasa aneh menemukan sesosok wajah lelaki mengambang di dalam secangkir coklatku. Sementara itu, disekelilingku tak ada siapapun kecuali aku, daun-daun, kursi usang, angin dan kupu-kupu yang terbang.

Lalu, siapa dia lelaki dalam secangkir coklatku?

Tiba-tiba, dari dalam secangkir coklatku, sosok lelaki itu  berseru kepadaku mengatakan bahwa namanya adalah Teladan.  Sebagaimana lelaki lain didunia ini, dia mengatakan bahwa dia terlahir dengan takdir yang pasti sebagai imam bagi umat manusia, dan terutama bagi perempuan yang tidak akan pernah dapat menjadi imam karena memang kepastian takdir perempuan bukan untuk menjadi seorang imam.

Mula-mula, aku meragukan bahwa aku cukup waras untuk mendengar seruan dari dalam secangkir coklatku yang kugenggam itu, tetapi kata-katanya begitu nyata, dan aku melongok kesecangkir coklatku, didalamnya aku masih menemukan sesosok wajahnya mengambang bersama buih-buih kecil coklat panas, dan dia lelaki itu, tersenyum kepadaku.

Aku tak membalas senyumannya, karena aku pikir, pasti aku dalam halusinasi yang tak wajar, atau dedemit senja yang mulai bergentayangan menggodaku dengan segala kejahilannya. Tetapi bayang matanya begitu nyata menatapku.

"Ijinkan aku berbicara  kepadamu," katanya lagi memohon kepadaku dari dalam secangkir coklatku yang masih mengepul panas.

"Panggil aku perempuan, namaku perempuan," kataku kepadanya

"Ha ha ha, namamu perempuan, benarkah? apakah kau juga seorang perempuan?," dia seperti mengejekku dari dalam secangkir coklatku.

"Perempuan harus mempercayai seorang imam, dan tidak pernah berusaha mengejar kedudukan agar setara dengan lelaki untuk menjadi seorang imam. Perempuan dibelakang seorang lelaki mendukung keimamannya, agar selamat sampai kembali ketaman eden. Perempuan hanya mengerjakan pekerjaan-pekerjaan perempuan, dan menyimpan perhiasannya dirumah yang telah disediakan lelaki sebagai imamnya. Perempuan berpikir sebagai perempuan, tidak melampaui pemikiran lelaki atau berpikir sebagaimana lelaki berpikir. Apakah benar engkau perempuan?," dia bertanya kembali padaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun