Puding Es Krim Kacang Almond
Cerpen oleh: Wening Yuniasri
Bagaimana mungkin seseorang yang selalu terburu-buru itu tidak memperkirakan waktu bagi dirinya sendiri untuk menikah?
*
Langit pukul 10 pagi. Sinar matahari menerobos dengan leluasa melewati meja panjang berjuntai lipit kain satin panjang dan jajaran perempuan berhias cantik, para sepupu teman karibku. Sejak pukul 7 pagi aku berada di sini, dengan kemeja batik dan penampilan paling rapi, mengira-ira siapa saja orang yang kukenal akan masuk melalui tempat ini.
Menepis pantalon, aku terbayang jam tangan wanita dan pergelangan kiri pemiliknya. Klasik, bertali kulit, dengan wajah jam menghadap ke dalam. Dari sekilas pandang saja, aku bisa menduga sesuatu. Tertutup. Introvert. Teliti dan rapi pada waktu yang bersamaan. Apakah orang itu juga datang? Aku berharap jawaban.
Juntaian bunga di pintu masuk dan tata lampu yang cerdik, bisa membuat siapa pun yang datang, berpendar dalam siraman cahaya, menyebarkan nuansa anggun. Pemilihan teknik yang baik. Siapa pun yang memilihnya, kuakui, punya selera yang bagus.
Kawanku yang memiliki ide ini? Mustahil. Dia lebih banyak memikirkan betapa kerennya dia di depan sorot kamera dan dikepung ucapan selamat sambil sesekali menyeka keringat yang bercucuran.
Perhelatan semacam ini memang bukan yang pertama kali kudatangi. Sebuah amanat kemanusiaan. Mempersaksikan kegembiraan orang lain, adalah suatu kebaikan. Mana mungkin menunda berbuat baik, jika kebaikan itu pada akhirnya juga untuk diri sendiri?
Mataku membelalak. Perempuan pemilik jam tangan itu terlihat datang. Melewati juntai bunga dengan selamat. Sendiri.
*