Konon dulu Jepang mengerahkan banyak sekali pekerja romusha untuk menggali terowongan ini sebagai tempat penyimpanan senjata, bunker, dan penjara. Saya tidak bisa membayangkan cadas sekeras itu dibuat hanya betul-betul dengan tangan dan tenaga manusia! Menurut Uda Koin, pekerja yang sudah kelelahan dan tidak kuat, langsung dibunuh di tempat sehingga korban pekerja romusha sebetulnya sangat banyak.
Bagi yang sensitif (seperti suami saya) pasti bisa merasakan aura spooky dan creepy di sepanjang lorong yang gelap. Berhubung jalur biasa ramai oleh pengunjung, Uda Koin mengajak saya dan suami mengambil jalan pintas melalui terowongan yang masih otentik (lorong di dalam goa bercabang-cabang), untuk melewatinya juga kami harus membungkuk karena atapnya rendah. Cara membedakan lorong yang otentik dan yang sudah digunakan untuk wisata adalah yang otentik dinding dan lantainya masih asli batu, belum dilapisi semen. Di sini suasananya lebih spooky dan dingin lagi!
Jika Anda penyuka cerita seram, maka saya punya cerita di tempat ini ketika sedang mengambil foto. Saya melintasi terowongan otentik hanya ber3 : saya, suami, dan Uda Koin. Lalu saya meminta suami saya untuk memotret bayangan orang di dinding. Ketika suami saya mengambil foto bayangan di bawah, kami lalu bingung bayangan siapa itu?
Bayangannya sosok laki-laki (sedang saya perempuan), tidak terlalu gemuk dan tinggi (suami saya gemuk dan tinggi), dan tidak memakai topi (Uda Koin lagi pakai topi Dora the Explorer). Nah lho… jadi itu bayangan siapa ya?? Hiiiy!! Suami saya keluar goa dengan keringat bercucuran, padahal udara dalam goa sejuk cenderung dingin.
Lanjut setelah Goa Jepang, dimulailah hiking dan trekking kami untuk mencapai The Great Wall. Pemandangan sepanjang rute adalah sawah dengan dangau berbentuk rumah gadang, itu ada di mana-mana! Kebetulan kakek Uda adalah herbalist, jadi sedikit banyak Uda mengenal tumbuhan unik yang ada di sepanjang jalan : mulai dari tanaman untuk anestesi berwarna kuning (gigit bunganya dan letakkan di sisi mulut yang mau dibaalkan), tanaman tato-tatoan, tumbuhan akar camphor yang bisa dipakai sebagai pengganti kayu putih, sampai tumbuhan jahe-jahean.
Betapa kayanya alam kita! Sampai suami saya yang bukan pecinta alam saja bisa berkomentar ,”Ternyata memang alam Indonesia sangat kaya ya! Sayang banget cuma dirusak, apalagi kalau suatu hari nanti tempat ini digunduli buat ditanami sawit. Habis sudah deh kekayaan alam kita!” T.T Sedih bukan mendengarnya.. belum lagi ditimpali oleh Uda Koin, “Iya apalagi kalau sudah ditanami sawit. Tanah kita sudah tidak bisa ditanam apa-apa lagi selepas sawitnya tidak menghasilkan lagi.” Sedih… please jangan ada lagi lahan hutan di Indonesia yang dibakar dan ditanami sawit atau apapun yang mengganggu keseimbangan alam!
The Great Wall merupakan tiruan, tembok buatan pemerintah setempat memang tujuannya untuk memajukan pariwisata sekitar Ngarai Sianok. Walaupun cuma tembakan dan panjangnya jalan yang mesti ditempuh paling hanya 1 km, tapi cukup bikin ngos-ngosan buat yang jarang berolahraga =D.
Tangganya tinggi-tinggi! Untuk mencapainya kita harus menyeberangi jembatan kayu goyang dulu yang sudah diperkuat dengan besi (namun tetap saja suami saya hampir tidak jadi mau menyeberang pakai jembatan itu! Dia hanya mau menyeberang karena diberitahu kalau tidak menyeberang kita tidak akan kembali melalui jalan situ lagi untuk menjemput dia haha).