Mohon tunggu...
I Wayan  Wendra
I Wayan Wendra Mohon Tunggu... -

Penulis adalah pemuda alumni Pendidikan Ekonomi Unila 2011. Memiliki minat mempelajari kajian-kajian ekonomi lebih jauh. Menulis untuk menyampaikan gagasan dan mencari teman dengan minat yang sama. Penulis bisa dihubungi di akun facebook Iwayan Wendra.

Selanjutnya

Tutup

Money

MENDISKUSIKAN KEMBALI PDB (Belajar dari Kasus PDB Irlandia 2015)

5 November 2016   12:12 Diperbarui: 17 November 2016   12:04 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Foto oleh Akbar Nugroho Gumai /Antara. Sumber Google Images search."][/caption]

 

Pada tanggal 16 Agustus lalu, dalam pidato kenegaraannya di gedung MPR RI, bapak Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa, bersama dengan pencapaian-pencapaian Indonesia lainnya, pertumbuhan Ekonomi Indonesia-yang mencapai 4,92% pada triwulan pertama, dan semakin meningkat menjadi 5,18% di triwulan kedua-adalah suatu hal yang harus disyukuri, karena merupakan pertumbuhan yang jauh lebih besar dari rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia dan negara-negara berkembang, salah satu pertumbuhan tertinggi di Asia, dan mampu diraih pada masa ekonomi global masih mengalami perlambatan [1].

 

Suatu negara didirikan atas berbagai tujuan yang menjadi latar belakang sekaligus cita-cita yang ingin dicapai. Pendirian suatu negara, dimaksudkan untuk mempermudah pencapaian atas hal-hal yang menjadi cita-cita dari pendirian negara tersebut.

Cita-cita tersebut dapat tersebar ke dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam bidang politik, misalnya, negara didirikan dalam rangka meraih dan memastikan bahwa suatu bangsa memiliki kebebasan dalam menentukan nasibnya sendiri, dan terbebas dari penjajahan. Dalam hal peningkatan kualitas hidup, negara didirikan sebagai alat pencapaian tingkat kesehatan dan pendidikan yang lebih baik. Dalam bidang ekonomi, negara juga diharapkan mampu menjadi alat untuk meningkatkan kesejahteraan suatu bangsa menuju ke arah yang lebih baik. Negara sebagai suatu alat, diharapkan mampu membawa seluruh warga bangsa-yang tidak lain adalah pendiri dari negara tersebut- kearah tujuan-tujuan yang ingin dicapai [2].

Pemerintah, dalam hal ini, sebagai pihak yang diberikan kuasa menjalankan pengorganisasian  negara, adalah pihak yang paling berkewajiban untuk memastikan tercapainya tujuan-tujuan tersebut. Melalaui program-program yang dibuatnya, pemerintah diharapkan mampu membawa suatu bangsa kepada tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Dalam upaya pelaksanaan pencapaian tujuan-tujuan tersebut, diperlukan suatu alat untuk mengetahui apakah program-program yang dijalankan suatu pemerintahan benar-benar mengarah pada prores pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Adanya suatu ukuran yang dapat menilai kinerja suatu negara, akan mempermudah proses evaluasi atas program-program yang dijalankan oleh negara tersebut. 

PDB, bersama dengan indikator-indikator lainnya, adalah salah satu alat ukur yang sering digunakan oleh banyak negara sebagai alat untuk mengukur tingkat keberhasilan suatu pemerintahan dalam bidang ekonomi. Lebih jauh lagi, PDB-atau yang dalam bahasa internasional disebut sebagai Gross Domestic Product (GDP)-jamak digunakan sebagai ukuran seberapa berhasil suatu pemerintahan dalam menumbuhkan perekonomian masyarakatnya. Hal yang juga sepertinya berlaku di Indonesia, yang mana berdasarkan penjelasan Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia dalam website resminya, yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi dalam setiap data yang dirilis, adalah pertumbuhan yang didasarkan pada pertambahan nilai PDB [3]. 

Di luar itu, PDB juga sering ditempatkan pada posisi yang cukup istemewa. Dalam beberapa kasus bahkan, PDB terlihat seolah ditempatkan sebagai tujuan akhir dari setiap kebijakan ekonomi. Tidak jarang, suatu kebijakan akan mendapatkan kredit lebih jika kebijakan tersebut dianggap dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi (PDB), seperti: dana repatriasi tax amnesty untuk pertumbuhan ekonomi; paket kebijakan deregulasi kebijakan ekonomi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi; dan kebijakan-kebijakan lainnya. Tidak jarang pula, suatu pemerintah akan merasa berhasil jika sukses membawa pertumbuhan ekonomi (PDB) negaranya melambung tinggi, sebagaimana ditunjukan oleh bapak Presiden Joko Widodo pada pidato kenegaraannya di gedung MPR kemarin.

Tetapi, apakah benar demikian? 

Apakah PDB sebagai indikator pertumbuhan ekonomi benar-benar mereprentasikan pertumbuhan yang dialami oleh seluruh warga negara dimana PDB tersebut tercatatkan, yang mana merupakan kewajiban dari pemerintah sebagai pemimpin dalam suatu negara? 

Sekilas cerita dari Irlandia

Pada tahun 2015 lalu, ada suatu fakta ekonomi yang menarik di Irlandia. Pada saat itu Irish Statistic Centre, lembaga pusat statistik Irlandia, merilis data pertumbuhan ekonomi Irlandia yang mencapai 26% [4]. Angka tersebut merupakan angka yang sangat besar untuk ukuran pertumbuhan ekonomi. 

Berdasarkan pengetahuan penulis dalam mengikuti pemberitaan ekonomi, pertumbuhan ekonomi diatas 5% saja sudah bisa dikatakan sebagai pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Fenomena China yang pernah mengalami pertumbuhan ekonomi dua digit ( belasan), itupun dikisaran angka 11-15 (angka belasan dalam golongan bagian bawah) saja, bisa menyedot perhatian ekonom dan penekun-penekun ekonomi lainnya selama bertahun-tahun, dan menjadi salah satu pilihan kajian-kajian berbagai universitas ternama, dan kini ada suatu negara yang mengatakan pertumbuhan ekonominya 26%?. Sebagai pembading betapa besarnya pertumbuhan tersebut, BBC menyebutkan, ekonomi India hanya tumbuh 8% pada tahun yang sama, China 7% dan Jerman hanya 1,5% [5].

Hal tersebut pun segera menarik banyak perhatian ekonom dan berbagai media massa. Salah satu pengajar ekonomi senior di Universitas Limerick Irlandia- yang dikutip BBC dalam programnya More or Less [6] -Stephen Kinsella berpendapat " Jujur saja, saya adalah seorang Makroekonomis [ahli yang menekuni bidang ekonomi makro] dan saya terkejut. Saya melihat data ini berulang kali, dan saya tidak percaya ini bisa terjadi" [7].  Ekonom Amerika peraih Nobel Ekonomi tahun 2008 Paul Krugman menamai fenomena data ekonomi Irlandia tersebut sebagai "Leprechaun Economics" [8]. Untuk diketahui, Leprechaun itu sendiri adalah sebangsa peri dalam mitologi Irlandia yang digambarkan menyerupai pria tua yang sering berbuat nakal [9].

Stephen Kinsella selanjutnya juga menambahkankan “Dalam suatu perekonomian yang bertumbuh sedemikian besar, kita tidak akan bisa melihat keatas tanpa melihat sebuah crane, setiap orang akan mengendarai mobil baru, tidak akan terdapat pengangguran, dan kita akan berada pada suatu tempat yang benar-benar berbeda, kekayaan rata-rata jauh lebih tinggi, tetapi, faktanya tidak” [10].

Lalu apa yang sebenarnya terjadi?

Sejak periode 1970an Irlandia merubah sistem ekonominya menjadi sistem ekonomi terbuka untuk menarik investasi dari luar negeri. Pemerintannya menawarkan banyak insentif untuk merangsang pertumbuhan bisnis, seperti tarif pajak perusahaan yang rendah (low rate corporation tax) dan diskon/potongan pajak (tax break) [11]. Untuk alasan tersebut, banyak perusahaan multinasional besar, memindahkan perusahaannya dari luar negeri ke Irlandia [12]. 

Nilai aset dari perusahaan tersebut sangatlah besar, dan mereka beroperasi diseluruh dunia [13], dan segala keuntungan dari aktivitas usaha perusahaan tersebut kemudian akan tercatatkan sebagai bagian dari PDB Irlandia. Salah satu contoh perusahaan yang memindahkan perusahaannya ke Irlandia adalah AerCap, sebuah perusahaan penyewaan pesat terbang. Aercap memidahkan perusahaannya ke Irlandia beserta dengan perpindahan domisili seluruh armada pesawat, yang seluruh total nilainya setara dengan €35 milyar [14], atau sekitar Rp490 T (jika dihitung dengan €1 sama dengan Rp. 14.000,00). 

Contoh perusahaan lain yang melakukan perpindahan adalah perusahaan alat kesehatan AS, Medtronic, melalui merger dengan rival usahanya Covidien, dengan nilai yang setara US$48 milyar [15], atau setara dengan Rp. 624 T (dengan asumsi $1 sama dengan Rp. 13.000,00). Selain itu, juga terdapat beberapa perpindahan paten dari luar negeri ke Irlandia. Dilaporkan bahwa Apple telah memindahkan yuridiksi (pencatatan) kekayaan intelektualnya-hak cipta dan paten yang ada dibalik desain dan teknologi produknya- dari AS ke Irlandia [16]. 

Tujuan dari semua perpindahan-perpindahan tersebut adalah untuk mencari pajak usaha yang serendah-rendahnya guna memaksimalkan jumlah pendapatan sebesar-besarnya, dan hal tersebut ditemukan di Irlandia. 

Nilai dari perpindahan aset-aset tersebut jumlahnya sangatlah besar. Namun, Irlandia adalah salah satu negara yang kecil jika dilihat dari segi jumlah penduduknya. Untuk diketahui Irlandia penduduk hanyalah sekitar 4,5 juta jiwa [17], sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai lebih dari 250 juta jiwa. Itu berarti ketika ada perusahaan besar yang memindahkan atau memindah-bukukan asetnya ke Irlandia, hal tersebut akan memberikan dampak yang sangat besar pada nilai PDB Irlandia. 

Hal itulah yang sepertinya terjadi pada Irlandia di tahun 2015, dimana banyak perusahaan besar memindahkan pusat perusahaannya ke Irlandia, dan aset perusahaan tersebut kemudian tercatat dan terhitung kedalam PDB Irlandia. Perpindahan-perpindahan itu mungkin memberikan dampak besar pada peningkatan data jumlah PDB, tetapi belum tentu pada aktivitas riil ekonomi warga Irlandia, sebagaimana dikatakan oleh Stephen Kinsella sebelumnya.

Apa yang bisa kita pelajari.

Kasus PDB Irlandia tersebut sebetulnya menyadarkan kita untuk kembali mendudukan fungsi dari PDB sebagaimana dengan definisinya aslinya. PDB, sebagaimana pertama kali kita pelajari di bangku SMA, tidak lain adalah jumlah barang dan jasa yang dihasilkan di suatu negara pada periode waktu tertentu. Kata kunci dari definisi PDB sebenarnya adalah huruf kedua dari tiga huruf yang menyusunnya, yaitu “D”-domestik. 

PDB akan mencatat semua produk ekonomi yang dihasilkan di suatu domestik atau wilayah, dan dalam konteks ini adalah negara, tidak peduli apakah produk yang dihasilkan tersebut dimiliki oleh warga negara dari negara tersebut atau milik warga dari negara lain. PDB akan mencatat seluruh kegiatan usaha beserta laba yang diperolehnya, tidak peduli siapa pemilik kegiatan usaha tersebut dan kemana laba yang dihasilkan pergi. PDB juga merupakan representasi makro (umum) dari jumlah produk yang diproduksi, maka dari itu belum merepresentasikan apakah pertumbuhan tersebut dialami secara merata atau tidak oleh seluruh warga negara dimana PDB tersebut tercatatkan, atau hanya pertumbuhan yang dialami oleh beberapa perusahaan besar yang mengalami peningkatan produksi.

Penutup

Lebih jauh, sebenarnya terdapat banyak kajian-kajian yang lebih mutakhir dan komprehensif yang bisa dilibatkan dalam setiap pembahasan terkait PDB, utamanya hasil dari kajian yang dilakukan oleh Joseph Stighltz, Sen, dan Fitoussi, seperti bagaimana PDB tidak memperhitungkan aspek lingkungan dan sustainability dalam pembangunan, beserta dengan usulannya yang sangat brilian tentang Gross National Happiness (yang penulis juga sangat tertarik untuk menuliskan dan mendiskusikannya dengan yang lain).

Tetapi, sebagai pengantar, bersama dengan data ketimpangan ekonomi Indonesia yang semakin melebar dari tahun ke tahun [17], tidakkah hal diatas setidaknya menunjukan bahwa PDB-yang dominan digunakan sebagai indikator keberhasilan pemerintah dalam melaksanakan program-program ekonomi-sebenarnya tidaklah memadai untuk digunakan sebagai alat ukur untuk mengetahui apakah suatu pemerintahan berhasil meningkatkan kapasitas produktif dari seluruh warga negaranya, yang sejatinya adalah pemilik utama negara, dan yang juga seharusnya menjadi tujuan akhir dari setiap program ekonomi yang dilaksanakan pemerintah?

 

Referensi dan Catatan Kaki:

[1] Transkrip Pidato Presiden bisa diakses di sini.

Pidato presiden yang membahas tentang pertumbuhan ekonomi bisa dilihat di paragraf 10.

[2] Tulisan pada dua paragraf pertama pada tulisan ini diinspirasi oleh tulisan Dewa Putu Adi Wibawa yang mengulas tentang esensi apa itu negara dalam kaitannya dengan usulan program Bela Negara. Tulisan dapat dilihat di sini.

[3] Penjelasan BPS tentang digunakannya PDB sebagai dasar pengukuran pertumbuhan ekonomi disebutkan dalam paragraf 1 abstraksi publikasi BPS tentang laporan pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I 2015. Bisa diakses di sini.

[4], [5], [7], [8], [10], [11], [12], [13], [17]  BBC More or Less Program. 2016. Ireland's Shock GDP Figures. [Podcast]. 

Podcast bisa diunduh di sini.

[6] BBC WS More or Less adalah salah satu program BBC yang mengulas tentang data statistik dari suatu kejadian/peristiwa yang disajikan dalam bentuk siaran radio dan juga bisa diunduh dalam bentuk podcast.

[9] -.2016. Leprechaun. Wikipedia. [Online]. Diakses pada 28 Oktober 2016.

[14] Cliff Taylor. 2015. Ireland’s GDP figures: Why 26% economic growth is a problem. IrishTimes. [Online]. Diakses 27 Oktober 2016.. Paragraf 7.

[15] Ibid. Paragraf 38.

[16] Ibid. Paragraf 43.

[17] Liputan 6: Tahun 2015 Ketimpangan ekonomi Indonesia tertinggi sepanjang sejarah. Berita bisa dilihat di sini.

Catatan:

Penulis memberikan beberapa modifikasi dan tambahan pada penulisan referensi dengan tujuan untuk memudahkan akses referensi bagi pembaca.  

 

Penulis adalah pemuda alumni Pendidikan Ekonomi Unila 2011. Memiliki minat mempelajari kajian-kajian Ekonomi lebih jauh dan hal-hal lainnya. Menulis untuk menyampaikan gagasan dan mencari teman dengan minat yang sama. Bisa dikontak di akun facebook Iwayan Wendra.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun