Nilai dari perpindahan aset-aset tersebut jumlahnya sangatlah besar. Namun, Irlandia adalah salah satu negara yang kecil jika dilihat dari segi jumlah penduduknya. Untuk diketahui Irlandia penduduk hanyalah sekitar 4,5 juta jiwa [17], sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai lebih dari 250 juta jiwa. Itu berarti ketika ada perusahaan besar yang memindahkan atau memindah-bukukan asetnya ke Irlandia, hal tersebut akan memberikan dampak yang sangat besar pada nilai PDB Irlandia.
Hal itulah yang sepertinya terjadi pada Irlandia di tahun 2015, dimana banyak perusahaan besar memindahkan pusat perusahaannya ke Irlandia, dan aset perusahaan tersebut kemudian tercatat dan terhitung kedalam PDB Irlandia. Perpindahan-perpindahan itu mungkin memberikan dampak besar pada peningkatan data jumlah PDB, tetapi belum tentu pada aktivitas riil ekonomi warga Irlandia, sebagaimana dikatakan oleh Stephen Kinsella sebelumnya.
Apa yang bisa kita pelajari.
Kasus PDB Irlandia tersebut sebetulnya menyadarkan kita untuk kembali mendudukan fungsi dari PDB sebagaimana dengan definisinya aslinya. PDB, sebagaimana pertama kali kita pelajari di bangku SMA, tidak lain adalah jumlah barang dan jasa yang dihasilkan di suatu negara pada periode waktu tertentu. Kata kunci dari definisi PDB sebenarnya adalah huruf kedua dari tiga huruf yang menyusunnya, yaitu “D”-domestik.
PDB akan mencatat semua produk ekonomi yang dihasilkan di suatu domestik atau wilayah, dan dalam konteks ini adalah negara, tidak peduli apakah produk yang dihasilkan tersebut dimiliki oleh warga negara dari negara tersebut atau milik warga dari negara lain. PDB akan mencatat seluruh kegiatan usaha beserta laba yang diperolehnya, tidak peduli siapa pemilik kegiatan usaha tersebut dan kemana laba yang dihasilkan pergi. PDB juga merupakan representasi makro (umum) dari jumlah produk yang diproduksi, maka dari itu belum merepresentasikan apakah pertumbuhan tersebut dialami secara merata atau tidak oleh seluruh warga negara dimana PDB tersebut tercatatkan, atau hanya pertumbuhan yang dialami oleh beberapa perusahaan besar yang mengalami peningkatan produksi.
Penutup
Lebih jauh, sebenarnya terdapat banyak kajian-kajian yang lebih mutakhir dan komprehensif yang bisa dilibatkan dalam setiap pembahasan terkait PDB, utamanya hasil dari kajian yang dilakukan oleh Joseph Stighltz, Sen, dan Fitoussi, seperti bagaimana PDB tidak memperhitungkan aspek lingkungan dan sustainability dalam pembangunan, beserta dengan usulannya yang sangat brilian tentang Gross National Happiness (yang penulis juga sangat tertarik untuk menuliskan dan mendiskusikannya dengan yang lain).
Tetapi, sebagai pengantar, bersama dengan data ketimpangan ekonomi Indonesia yang semakin melebar dari tahun ke tahun [17], tidakkah hal diatas setidaknya menunjukan bahwa PDB-yang dominan digunakan sebagai indikator keberhasilan pemerintah dalam melaksanakan program-program ekonomi-sebenarnya tidaklah memadai untuk digunakan sebagai alat ukur untuk mengetahui apakah suatu pemerintahan berhasil meningkatkan kapasitas produktif dari seluruh warga negaranya, yang sejatinya adalah pemilik utama negara, dan yang juga seharusnya menjadi tujuan akhir dari setiap program ekonomi yang dilaksanakan pemerintah?
Referensi dan Catatan Kaki:
[1] Transkrip Pidato Presiden bisa diakses di sini.