*. Lebih jauh lagi kasus Burhanudin Abdullah (mantan Gubernur BI) dan kawan-kawan (termasuk Aulia Pohan (mantan Deputi Gubernur BI - besan SBY) - kasus ini menyeret nama Paskah Suzetta (mantan Meneg PPN/Kepala Bappenas) - semua putusan MA yg menyatakan mereka bersalah lalu gugur, karena mereka tidak bisa diadili atas dasar kebijakannya?
Ini link-nya : http://komisiyudisial.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=2392%3AALIRAN+DANA+BI%3A+Paskah+Bantah+Sejumlah+Kesaksian&catid=1%3ABerita+Terakhir&Itemid=295&lang=en
Apa ini yg disebut perlawanan balik para koruptor? Hidden agenda-nya banyak (lihat i atas). Yang lebih saya kuatirkan adalah : pengangkatan isu kebijakan TIDAK bisa dihukum itu adalah skenario besar untuk memutihkan kasus BLBI dan membebaskan para terdakwa, TERMASUK Aulia Pohan (besan SBY) - sekali tepuk dapat dua nyamuk : kasus BLBI dianggap selesai dan kasus Bank Century ditutup saja .... wah..wah ...skenario yang bagus
5.     Kecurigaan aliran dana Bank Century yang dibuktikan dengan keengganan SBY untuk melakukan audit investigatif dengan azas pembuktian terbalik mendorong publik untuk curiga : ada yang mau disembunyikan dan mau ditutupi oleh SBY. Yang paling mudah disasar publik adalah program kampanye SBY. Besarnya dana kampanye SBY-Boediono yang dilaporkan ke KPU cuma Rp. 252 milyar. Tidak sebanding megah, mewah dan masifnya kampanye itu.
Kenapa publik curiga dengan kampanye itu ?
1.  Karena ketertutupan selama Pemilu dan Pilpres itu sangat kasat mata, misalnya misteri dapat dilantiknya  Agung Laksono sebagai anggota DPR mewakili DKI Jkt pada tanggal 1 Oktober 2009, padahal perolehan suaranya tidak memenuhi BPP (hanya 32.903 suara, jauh dibawah BPP Prov DKI Jkt : 300.000 suara)
Ini link-nya : http://www.jakartapress.com/news/id/8511/Agung-Laksono-Dipaksa-Pensiun-dari-Senayan.jp
Kalau di Jakarta saja perhitungan suara tidak transparan, apalagi di daerah
2.  Kemampuan "cuci piring" dari Partai Demokrat cukup dikenal publik. Misalnya : ketika anggota Fraksi Partai Demokrat DPR mengumpulkan uang (bukan koin) sebesar Rp. 50 juta untuk membantu Prita. Padahal Prita dijerat dengan Pasal 27 ayat 3 UU Informasi dan Transaksi Elektronik  (UU no. 11 tahun 2008) tentang pencemaran nama baik. UU ini diajukan oleh Departemen Perdagangan KIB I (bukan usul inisiatif DPR) - harusnya Partai Demokrat mengusulkan pencabutan pasal 27 ayat 3, buatan rezim SBY itu (KIB I) itu karena pasal 27 ayat 3 itu tidak relevan dengan dunia perdagangan (ITE)
Pengumpulan uang kertas ini juga menyalahi arti simbolik pengumpulan koin sebagai ungkapan perlawanan orang kecil pada kesewenang-wenangan kekuasaan
Ini link-nya :
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/12/12/05043618/prita.dan.pertarungan.modal.simbolik
Pengumpulan uang oleh anggota Fraksi Partai Demokrat DPR ini juga menafikan kesaksian Roy Suryo (anggota DPR dari Partai Demokrat) yang malahan memberatkan Prita, sehingga Prita harus dihukum membayar ganti rugi sebesar Rp. 204 juta ke RS Omni Internasional, Alam Sutera, Tangerang
Ini link-nya :
http://www.jakartapress.com/news/id/9336/Wah-Kesaksian-Roy-Suryo-Beratkan-Prita.jp
Hati-hati isu pengalihan perhatian publik :
1.     Pengalihan isu skandal Bank Century dilakukan dengan menyatakan bahwa Pimpinan Pansus harus bebas dari skandal suap Miranda Gultom.
Padahal kasus ini pernah dipeti-eskankan ketika penyelidikan POLRI ternyata mengungkap bahwa pembagi traveller's cheque senilai Rp. 500 juta ke masing-masing anggota Panitia Anggaran DPR itu (seperti yang diungkap oleh Agus Condro) adalah Nunun Nurbaiti (istri Wakapolri saat itu : Komjen Pol Adang Dorodjatun - saat ini, Komjen Pol (purn) Adang Dorodjatun menjadi anggota DPR dari Dapil I DKI Jkt mewakili PKS)
Ini link-nya :Â KOMPAS, Rabu 10 Juni 2009 : PERCEPAT PENGUSUTAN, Alinea 8-9-10 : http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/06/10/03422194/function.simplexml-load-file
Initial N : http://www.politikindonesia.com/readhead.php?id=4162
Apa buktinya kalau pengungkapan kembali kasus Miranda Gultom ini hanya untuk mengalihkan perhatian masyarakat ?
Kasus Johnny Allen Marbun dari Partai Demokrat, yang menerima dana Rp. 1 M dari Abdul Hadi Jamal, tetap tidak disentuh (padahal Abdul Hadi Jamal (PAN) sudah divonis)
Ini link-nya : http://www.jakartapress.com/news/id/4686/KPK-Usut-Keterlibatan-Johny-Allen-Marbun.jp
2.  Hati-hati dengan isu pengalihan perhatian ini, karena bisa langsung berbalik menyerang SBY sendiri. Misalnya : Bagaimana dengan keterlibatan SBY dan Kapolri (saat itu) Jend.Pol Soetanto yang cipika cipiki dengan para koruptor ? Soetanto (kemudian menjadi Komut Pertamina dan Ketua Gerakan Pro SBY - saat ini menjabat Kepala BIN) adalah wakil keluarga Arthalyta pada pernikahan Rommy Dharma Satriawan (putera Arthalyta) di Hotel Sheraton
Ini link-nya : http://www.inilah.com/berita/politik/2008/08/21/45205/foto-sby-salami-artalyta-beredar/
Pengalihan perhatian publik memang keahlian Soeharto yang diwarisi oleh SBY. Lihatlah bagaimana SBY untuk mengangkat citranya sebagai pemberantas korupsi dengan memerintahkan KPK untuk mengaudit kado pernikahan puteri Sri Sultan Hamengku Buwono X. Perintah yg tidak pernah dilakukannya pada pejabat tinggi lain yg mantu atau pada diri SBY sendiri pada saat menikahkan puteranya Agus Harimurti dengan Annisa Larasati Pohan di Istana Bogor tanggal 9 Juli 2005.
Ini link-nya :
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0805/21/nas09.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H