Kemudian, pada bagian penjelasan ditegaskan, yang dimaksud dengan kebijakan KSSK itu adalah tentang penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Pada bagian penjelasan umum juga ada kalimat yang menegaskan, DPR tidak menyetujui Perppu Nomor 4 tentang JPSK dalam Sidang Paripurna 30 September 2009.
Jadi rupanya Presiden SBY berusaha memenuhi ketentuan pasal 25 ayat 4 UU No. 10 tahun 2004 juncto pasal 36 ayat 4 UU No. 10 tahun 2004 yang berbunyi : Dalam hal Perppu DITOLAK oleh DPR, maka Presiden mengajukan RUU tentang Pencabutan Perppu tersebut yang dapat mengatur pula segala akibat dari penolakan tersebut
Hal ini didukung oleh alasan yang diajukan oleh Ketua Fraksi Partai Demokrat : Anas Urbaningrum : yaitu bila Perppu ditolak oleh DPR, maka pemerintah mengajukan RUU pencabutan (UU No. 10 tahun 2004 pasal 36) - tapi masalahnya adalah :
1). Ada selisih jarak waktu yang amat jauh dari saat penolakan oleh DPR (tanggal 18 Desember 2008) sampai saat pengajuan surat pencabutan (tanggal 11 Desember 2009) - hal ini melanggar ketentuan pasal 25 ayat 1 UU No. 10 tahun 2004 : Perppu harus dimintakan persetujuan DPR pada masa sidang berikutnya - tidak bisa terlalu lama begini - ini melanggar UU
2). Kalau disebut bahwa DPR baru menolak Perppu itu pada Sidang Paripurna DPR tanggal 30 September 2009, maka hal ini bertentangan dengan :
*). Notulensi Sidang Paripurna DPR tanggal 30 September 2009 yang sama sekali tidak membahas soal Perppu No. 4 tahun 2008, tapi membahas Pembacaan surat Komisi XI DPR tentang pembatalan pembicaraan tingkat II RUU JPSK (Rancangan Undang-undang Jaring Pengaman Sistim Keuangan) yang telah diajukan pemerintah tanggal 14 Januari 2009. Dengan demikian, Sidang Paripurna DPR ini merupakan penegasan bahwa DPR tidak menyetujui Perppu No 4/2008 mengenai JPSK sejak tanggal 18 Desember 2008. Dengan pembatalan RUU JPSK ini, maka pengucuran dana talangan (bail out) Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun dianggap tidak sah dan tidak ada dasar hukumnya.
Kenapa ?
Sejak tanggal 14 Januari 2009 sampai tanggal 30 September 2009 RUU JPSK tetap rancangan undang-undang, BELUM PERNAH jadi UU (belum bisa jadi landasan hukum)
*). Sesuai ketentuan pasal 36 ayat 2 UU No. 10 tahun 2004, maka Sidang Paripurna DPR tanggal 18 Desember 2008 hanya bisa menerima atau menolak Perppu - dan DPR tidak pernah boleh mengambangkan Perppu itu - juga tidak pernah bisa dibuktikan bahwa DPR menerima Perppu itu, lalu kenapa (i) Pemerintah baru mencabutnya tanggal 11 Desember 2009, (ii) Pemerintah mengajukan RUU JPSK tanggal 14 Januari 2009, (iii) Perppu No. 4 tahun 2008 itu juga tidak bisa jadi jadi landasan hukum selama belum memenuhi ketentuan pasal 36 ayat 2 UU tahun 2004
c). Dari penjelasan pasal 2 ayat 2 RUU Pencabutan Perppu No. 4 tahun 2008 yang ditanda tangani Presiden SBY tanggal 11 Desember 2009, terlihat bahwa Perppu ini HANYA DIBERLAKUKAN untuk Bank Century - sakti amat Robert Tantular
F. Apa ada krisis ekonomi di bulan November 2008 ?
Alasan adanya dampak krisis ekonomi global yang terasa di Indonesia pada bulan November 2008 berupa naiknya kurs, turunnya IHSG dan terkurasnya cadangan devisa untuk menjaga volatilitas rupiah itu sebenarnya dipicu oleh :
a). Kebijakan Gubernur BI : Boediono yang justru menaikkan suku bunga (BI rate) di bulan Oktober 2008, pada saat negara lain justru menurunkan suku bunganya
b). Boediono masih tetap menggunakan sistim penjaminan LPS, pada saat negara lain justru menerapkan blanket guarantee (penjaminan penuh)
Dari Notulen rapat KSSK pada tanggal 13 November 2008, menunjukkan bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah menginformasikan masalah perlunya blanket guarantee ini kepada Presiden. Namun, karena pada hari itu, Presiden akan melaksanakan tugas ke San Francisco, Amerika Serikat, Presiden RI tidak bisa mengambil keputusan tentang kemungkinan penerapan blanket guarantee
Apa buktinya bahwa sebenarnya krisis yang termonitor di komputer Danareksa pada bulan November 2008 itu adalah akibat kesalahan kebijakan BI sendiri ?
Laporan triwulan keempat BI tidak pernah mencantumkan adanya krisis ekonomi berdampak sistemik di bulan November 2008
Simak ini :
Bank Indonesia selalu menyampaikan Laporan Perkembangan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah pada setiap triwulan merupakan pemenuhan amanat yang digariskan dalam Undang-Undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.3 Tahun 2004.
Dalam TKM (Tinjauan Kebijakan Moneter) Nopember 2008, yang dikeluarkan setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia tanggal 6 November 2008, pada halaman 14 antara lain menyatakan:"Kinerja sektor perbankan masih tetap baik. Indikator-indikator utama seperti CAR, NPL dan PDN perbankan menunjukkan ketahanan dalam menghadapi gejolak pasar. Net Interest Income (NII) pada September 2008 tercatat stabil dari bulan sebelumnya sebesar Rp9,3 triliun. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan-NPL) sama dengan bulan sebelumnya sebesar 3,9% (gross) dan 1,4% (net). Dari sisi modal, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio-CAR) meningkat dari bulan sebelumnya sebesar 16,5%. Sedangkan Return On Asset (ROA) relatif stabil dari bulan sebelumnya, masing-masing sebesar 2,6%. Di sisi lain, kondisi likuiditas perbankan yang mulai longgar telah memberi keleluasaan bagi perbankan dalam menjalankan usahanya. Pertumbuhan kredit masih relatif stabil mencapai 34,6% dengan risiko kredit yang tetap terjaga. Meskipun demikian, ke depan risiko kredit masih perlu diwaspadai."
Dalam TKM Desember 2008, yang dikeluarkan setelah RDG-BI 4 Desember 2008, pada halaman 17 antara lain menyatakan:
"Kinerja sektor perbankan pada Oktober 2008 secara umum tetap mantap. Indikator-indikator utama seperti CAR, NPL dan NII perbankan menunjukkan ketahanan dalam menghadapi gejolak pasar. Posisi kredit masih mengalami peningkatan mencapai Rp1.343,5 triliun atau tumbuh sebesar 37,1%. Total aset juga mengalami peningkatan mencapai Rp2.235 triliun atau tumbuh sebesar 20% (yoy). Indikator lainnya turut menggambarkan perkembangan yang stabil. Rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan - NPL) pada Oktober 2008 tercatat sebesar 3,9% (gross) dan 1,6% (net). Net Interest Income (NII) meningkat signifikan menjadi Rp10,6 triliun dari Rp9,3 triliun pada bulan sebelumnya. Sementara itu, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio - CAR) dan Return On Asset (ROA) relatif stabil dari bulan sebelumnya sebesar 16% dan 2,7%.
Dalam LKM (Laporan Kebijakan Moneter) triwulan IV-2008, setelah RDG-BI pada awal Januari 2009, pada halaman 2-3, menyatakan antara lain:
"Di sisi perbankan, industri perbankan dalam negeri diprakirakan akan mengalami dampak dari krisis keuangan global dan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Namun secara umum, perbankan nasional masih tetap memiliki daya tahan yang cukup baik, yang tercermin dari indikator utama perbankan CAR dan NPL. Rasio kecukupan modal (CAR) masih tetap tinggi meskipun sedikit menurun menjadi 14,3%. Sedangkan NPL meskipun cenderung meningkat, diprakirakan masih berada di sekitar 5%."
Dalam Laporan (kepada DPR) triwulanan keempat ditahun 2008, tertanggal 31 Januari 2009, pada halaman 2 menyatakan antara lain:
"Perkembangan perbankan selama triwulan IV-2008 relatif terjaga, meskipun sempat mengalami gejolak sebagai imbas krisis keuangan global. Hal ini tercermin pada profil risiko perbankan yang relatif terkendali dan dibarengi pertumbuhan kredit yang masih tinggi, serta Dana Pihak Ketiga (DPK) yang meningkat signifikan. Dari segi profitabilitas, usaha perbankan juga masih mendatangkan keuntungan. Dari segi likuiditas, tekanan likuiditas yang dihadapi perbankan pada triwulan sebelumnya mulai berkurang pada triwulan IV-2008. Hal ini sejalan dengan kenaikan DPK yang cukup signifikan serta meningkatnya likuiditas menyusul berbagai respon kebijakan yang telah diambil baik oleh Bank Indonesia maupun Pemerintah."
Secara sederhana bisa disimpulkan bahwa suasana krisis atau akan adanya ANCAMAN DAMPAK (BURUK) SISTEMIK tidak terlihat dan tidak diisyaratkan secara jelas dalam berbagai laporan resmi Bank Indonesia ketika itu. Bahkan, jika kita membaca secara lengkap semua laporan itu , terasa ada nada optimis atas segala situasi yang berkembang.
G. Mengkaji dampak sistemik