Saya mengambil ponsel dan mencari-cari nama seseorang dalam kontak telepon. Memencet tombol dial dan menunggu suara dari seberang. Lama sudah bunyi tut terdengar sampai kemudian ada suara yang menyahut. Setelah basa-basi bertanya kabar sejenak, saya beralih ke pertanyaan utama,
"Gimana perkembangannya, Pak?"
"Mmm," sahutnya, "Tak usah dilanjutkan ya."
Saya penasaran, 'Kenapa tak dilanjutkan?'
"Keluarga tak mau melanjutkan. Katanya, sudah mengambil jalan damai. Tapi menurut saya ada ancaman," jawab Pak Pengacara.
Nah, loh! Ancaman?!
Pak Pengacara lalu mengatakan, keluarga sudah bertemu dengan si pelaku. Singkat cerita, mereka sepakat tak melanjutkan kasusnya ke meja hukum. Case closed.
***
Kasus yang saya ceritakan di atas adalah kasus kekerasan seksual pada anak laki-laki. Kasus itu menjadi tugas liputan saya ketika masih menjadi jurnalis di Batam tiga tahun lalu.
Ketika itu, Pak Pengacara mengaku belum membuat laporan hukum. Ia berencana melakukannya setelah ada 'backing' yang kuat dari masyarakat sembari menunggu hasil visum keluar. Lewat pemberitaan, ia semacam ingin menghimpun kekuatan. Sebab, sang pelaku kekerasan adalah aparat penegak hukum. Korbannya sudah lebih dari lima anak.
Glek. Saya menelan ludah.