Mohon tunggu...
welly seran
welly seran Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Lebih hidup dengan semangat emas

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Hari Ini Pilkada, Waspada Politik Uang

15 Februari 2017   00:29 Diperbarui: 15 Februari 2017   00:34 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Isteri dan anak almarhum pun tidak luput dari ancaman. Ancaman yang dimaksud berupa intimidasi kepada almarhum bahwa kalau almarhum terlalu jujur dan tidak mau diajak bekerjasama, alamarhum diminta menjaga anak dan istrinya dengan baik. Kalimat “menjaga anak dan isteri dengan baik” tersebut sempat menciutkan nyali almarhum. Atas ancaman ini almarhum melaporkan dan meminta perlindungan dari aparat desa setempat, namun tidak mendapat tanggapan positif. Sampai pada akhirnya almarhum ditemukan tewas bersimbah darah karena ditusuk benda tajam pada hari Jumat (11/4) tepat pukul 14. 30 WIB.

Ada upaya menggiring opini publik dengan isu “bunuh diri”

Di tengah proses hukum yang sedang berjalan terkesan ada upaya dari pihak tertentu untuk menggiring kasus ini agar mengerucut dari kasus dugaan pembunuhan menjadi kasus bunuh diri. Hal ini semakin diperparah dengan adanya pemberitaan yang tidak berimbang dari salah satu media massa berskala nasional yang menyatakan bahwa almarhum adalah tim sukses dari salah satu caleg yang tidak kuat mendapat tekanan dan akhirnya bunuh diri (Tribun News. Com Sabtu, 12 April 2014 23:17 WIB).

Sayangnya dalam penulisan berita tersebut terdapat beberapa pelanggaran kode etik jurnalistik yang layak dipertanyakan. Pertama, Maria Goreti (34) isteri almarhum menyatakan bahwa Wartawan Tribun hanya meminta keterangan dari narasumber sekunder tanpa mengonfirmasi isi berita kepada narasumber primer (pihak korban). Narasumber sekunder yang digunakan pun tidak jelas asal-usulnya. Isteri almarhum menyatakan tidak mengenal yang namanya Saleh (40), narasumber dalam berita tersebut yang mengaku sebagai kerabat almarhum. Di desa tersebut pun tidak ada warga yang bernama Saleh.

Kedua, pihak keluarga almarhum sama sekali tidak pernah melihat keberadaan Wartawan Tribun di Tempat Kejadian Perkara (TKP), baik pada hari pertama kejadian sampai pada pemakaman jenazah almarhum, bahkan sampai sekarang pun pihak keluarga almarhum belum pernah melakukan wawancara dengan wartawan atau pihak manapun. Sehingga, layak dipertanyakan dari mana Wartawan Tribun mendapat data untuk penulisan berita tersebut? Hal ini diperkuat pula dengan tidak adanya foto lokasi kejadian pada berita yang diterbitkan (hanya ilustrasi) yang menunjukkan bahwa Wartawan Tribun tidak betul-betul terjun ke TKP untuk memperoleh informasi yang valid.

Ketiga, kasus ini masih dalam proses penyelidikan, belum bisa disimpulkan bahwa status kematian almarhum adalah ”bunuh diri” atau “dibunuh”, tetapi redaksi tribun sudah memvonis bahwa almarhum meninggal karena “bunuh diri”. Hal ini tentu sangat menyakitkan bagi keluarga almarhum.

Disengaja atau pun tidak, dari kejanggalan-kejanggalan tersebut, sangat jelas bahwa memang ada upaya dari pihak-pihak tertentu untuk mengaburkan kasus ini. Polisi harus bertindak cepat dan tidak terpengaruh oleh opini-opini yang memang sengaja digiring ke arah yang tidak semestinya.

Proses hukum yang berlangsung lamban

Almarhum meninggal dunia dengan meninggalkan buku harian yang berisi temuan-temuan selama melaksanakan tugas sebagai Pengawas Pemilu Lapangan (PPL). Dalam buku tersebut nama-nama orang yang pernah mengintervensi almarhum sudah dituliskan secara lengkap, bahkan nama-nama oknum yang pernah mengancam almarhum dan keluarganya sudah tertulis secara gamblang dalam buku tersebut. Seharusnya tugas pihak kepolisian (Polres Melawi Kalimantan Barat) tidaklah terlalu sulit. Namun, entah mengapa proses hukum berjalan sangat lamban. Pihak kepolisian terkesan sangat hati-hati dalam menangani kasus ini.

Pihak almarhum telah melaporkan kejadian sejak tanggal 12 April 2014, namun sampai saat ini belum ada perkembangan yang berarti. Kasus ini terus mengambang, sementara status kematian almarhum yang dikatakan “bunuh diri” semakin meluas dan opini masyarakat semakin hari semakin selaras dengan apa yang diberitakan di media massa bahwa almarhum meninggal karena “bunuh diri”.

Kisah Rudi Hartono Seran yang setia pada prinsipnya untuk melaksanakan Pemilu yang bersih dan adil sampai harus mengorbankan nyawa dan keluarganya selayaknya dapat membuka mata hati kita bahwa “politik uang” memang harus diperangi. Para pemimpin yang mendapatkan kursi kepemimpinan dengan membeli suara rakyat tentu tidak akan pernah memikirkan nasib rakyat, mereka hanya akan berpikir bagaimana mengembalikan uang yang sudah mereka keluarkan untuk membeli suara rakyat. Kalau sudah demikian, maka jangan pernah bermimpi aspirasi kita sebagai rakyat yang diwakili akan didengar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun