Pendahuluan
Pilkada Daerah Khusus Jakarta 2024 akan menjadi salah satu momen penting dalam perjalanan politik Indonesia. Selain menjadi cerminan kondisi politik nasional, peristiwa-peristiwa yang terjadi di DKJ dapat dengan mudah tersebar dan mempengaruhi kota-kota besar lainnya di Indonesia. Dan sebagaimana yang kita ketahui saat ini, perhatian pengamat politik, berita televisi, podcast politik, dan tulisan-tulisan yang tersebar luas di medsos dan grup WA dipadati dengan diskusi, pertanyaan dan spekulasi: siapa calon gubernur dan wakil gubernur yang akan diusung PDI Perjuangan?Â
Tokoh politik seperti Ganjar Pranowo dan Djarot Saiful Hidayat, atau jawara medsos seperti Denny Siregar, relawan Demi Anak Generasi, dan berbagai aksi dan banyak tulisannya lainnya, memberikan dukungan dan harapannya agar PDI Perjuangan mengusung Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Namun sepertinya (elit?) PDI Perjuangan malah sibuk dengan pilihan dan pertimbangannya sendiri. Apa yang sedang terjadi di belakang sana? Akankah PDI Perjuangan menggunakan putusan MK No. 60 dan 70 MK sebagai kesempatan emas untuk membersamai dan berjuang untuk kepentingan rakyat? Atau, ternyata sama saja dengan partai lainnya yang hanya berjuang untuk kepentingan elit-elitnya?
Sebagai pemenang kedua Pileg 2024, PDI Perjuangan kini menghadapi tantangan sekaligus ujian besar dalam mempertahankan pengaruhnya di Jakarta. Dan salah satu isu paling krusial yang muncul saat ini: apakah partai ini akan mencalonkan Ahok sebagai Gubernur DKJ atau justru memilih figur lain?Â
Keputusan ini tidak hanya akan menentukan menang-kalah pada Pilkada DKJ 2024, tetapi juga memiliki dampak jangka panjang terhadap persepsi publik dan posisi PDI Perjuangan dalam peta politik nasional. Jutaan mahasiswa/i dari berbagai kota besar yang Kamis 22 Agustus 2024 lalu turun ke jalan akan menyaksikan dan menilai: apakah masih ada partai yang benar-benar serius mendengar rakyat dan mendukung kader terbaiknya berdasarkan rekam jejak, kompetensi, dan kejujurannya guna mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila?
Berikut ini setidaknya 7 batu ujian yang kemungkinan besar sebenarnya sudah diketahui oleh (elit) PDI Perjuangan jika mereka mencalonkan atau tidak mencalonkan Ahok.Â
1. Konsistensi Ideologi Partai: Kekuatan atau Beban?
PDI Perjuangan dikenal sebagai partai yang konsisten dalam memegang teguh ideologi nasionalisme dan marhaenisme, yang diwariskan oleh Ir. Soekarno. Ahok sudah menunjukkan komitmennya yang kuat terhadap prinsip-prinsip tersebut selama karir politiknya. Kebijakan-kebijakan Ahok yang selalu berpihak pada rakyat kecil dan kegigihannya mengadministrasi keadilan sosial menjadi bukti sekaligus amplifikasi nilai-nilai yang selama ini diperjuangkan oleh PDI Perjuangan.
Jika PDI Perjuangan mencalonkan Ahok, maka PDI Perjuangan akan semakin memperkuat identitas sebagai partai marhaen. Ahok juga menjadi simbol dari prinsip-prinsip nasionalisme dan keberpihakan pada rakyat kecil yang telah menjadi ciri khas PDI Perjuangan. Meneruskan dukungan terhadap Ahok akan menegaskan posisi partai sebagai benteng penjaga ideologi Ir. Soekarno.
Ahok adalah salah satu politisi yang paling konsisten dalam menerapkan nilai-nilai Pancasila dan ajaran-ajaran Ir. Soekarno. Dengan tidak mencalonkannya, PDI Perjuangan akan kehilangan momentum untuk mengkonsolidasikan ideologi partai dan menggerogoti identitas marhaenisme di mata warga Jakarta dan seluruh Indonesia. PDI Perjuangan akan menanggung beban di cap sebagai partai elitis yang cenderung tuli dan manipulatif terhadap suara rakyat dan wong cilik.Â
2. Rekam Jejak Kinerja yang Terbukti: Pilihan Aman atau Berisiko?
Ahok memiliki rekam jejak yang telah terbukti sebagai pemimpin yang bersih, transparan, profesional, tegas, dan berorientasi pada hasil. Selama menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, dia berhasil menjalankan berbagai program infrastruktur, pendidikan, kesehatan, serta layanan publik yang cepat sehingga dirasakan dan berdampak nyata bagi warga Jakarta.
Jika PDI Perjuangan mencalonkan Ahok, maka PDI Perjuangan menawarkan jaminan pilihan yang paling aman kepada warga Jakarta, yaitu seorang kandidat yang memiliki rekam jejak yang telah terbukti kinerjanya. Calon pemilih akan dengan mudah melihat bagaimana program-program yang sukses di masa lalu dapat dilanjutkan dan bahkan ditingkatkan lebih jauh lagi.
Jika PDI Perjuangan tidak mencalonkan Ahok, maka PDI Perjuangan harus mencari-cari kandidat lain yang belum tentu memiliki pengalaman dan rekam jejak sebaik, seberani, dan sejujur Ahok. Hal ini berisiko akan mengurangi daya tarik partai di mata pemilih yang semakin menghargai rekam jejak, transparansi, dan profesionalitas. Apalagi nanti, jika calon yang diusung menang, tapi kinerjanya jauh di bawah kinerja Ahok sebelumnya: masyarakat akan kecewa terhadap PDI Perjuangan karena ternyata hanya memanfaatkan rakyat untuk memilih "badut" yang tidak bisa kerja!
3. Komitmen pada Nilai-Nilai Pancasila: Pilar atau Retakan?
Ahok dikenal sebagai pemimpin yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila. Sila pertama tidak berhenti saat ia selesai mengucapkan sumpah jabatan, melainkan terus menjadi fondasi sekaligus pagar selama ia menjabat sebagai Gubernur DKI. Ia juga secara konsisten terus memperjuangkan terwujudnya keadilan sosial dan kemanusiaan yang adil dan beradab.Â
Kebijakannya yang mengutamakan kesejahteraan rakyat tanpa memandang suku, agama, ras, atau golongan adalah cerminan nyata dari implementasi Pancasila dalam pemerintahan. Selama masa kepemimpinannya, kebijakan-kebijakan Ahok, yang sering membela dan memanusiakan kelompok wong cilik yang terabaikan dan terpinggirkan, sudah mewujudkan nilai-nilai luhur Pancasila dalam kebijakan, keputusan, dan eksekusi program.Â
Jika PDI Perjuangan mencalonkan Ahok, maka PDI Perjuangan akan semakin memperkuat posisinya sebagai pilar yang paling konsisten dalam memperjuangkan nilai-nilai Pancasila dalam keputusan dan tindakan. Ini akan mempertebal bukti bahwa PDI Perjuangan sebagai partai penjaga Pancasila dan pembela wong cilik, sehingga dapat semakin memperkuat hubungan emosional antara partai dengan pemilih yang menghargai Pancasila sebagai dasar moral dan etika bangsa.
Jika PDI Perjuangan tidak mencalonkan Ahok, maka PDI Perjuangan akan kehilangan kesempatan untuk menunjukkan konsistensi dan komitmen nyatanya sebagai penjaga nilai-nilai Pancasila. Hal ini bisa menjadi retakan, yaitu memberikan ruang bagi partai lain untuk mengklaim posisi sebagai penjaga utama nilai-nilai Pancasila. Sulit dibayangkan apabila nanti, jika menang, gubernur lain yang dipilih PDI Perjuangan ternyata hanya Pancasilais sebatas kata-kata saja, tapi Pancadurna dalam sikap dan keputusan-keputusannya.
4. Integritas dan Transparansi: Nilai Tambah atau Kerugian?
Integritas dan transparansi adalah dua kualitas yang sangat menonjol dari kepemimpinan Ahok. Ia secara konsisten menentang korupsi dan menjalankan pemerintahan dengan prinsip-prinsip clean & good governance. Ahok sudah menjadi simbol dari pemerintahan yang bersih, berintegritas, dan profesional, yang tentunya merupakan nilai-nilai yang sangat dihargai oleh PDI Perjuangan dan kalangan terdidik dan para profesional.Â
Jika PDI Perjuangan mencalonkan Ahok, maka itu akan menjadi nilai tambah dan memperkuat citra PDI Perjuangan sebagai partai yang berkomitmen pada pemerintahan yang bersih, profesional, dan anti-korupsi. Ini akan memberikan kepercayaan lebih kepada pemilih bahwa PDI Perjuangan serius dalam mewujudkan clean & good governance di Jakarta dan kota-kota lainnya.
Ahok adalah figur yang dikenal di seluruh Indonesia, bukan hanya di Jakarta. Tidak mencalonkan Ahok berarti mengabaikan kesempatan untuk memperkuat jati diri sebagai PDI Perjuangan yang anti-korupsi dan berkomitmen pada pemerintahan yang bersih. Tentunya hal ini akan merugikan karena melemahkan kepercayaan publik terhadap PDI Perjuangan. Dan lebih celaka lagi nanti, apabila calon lain yang diusung tersebut menang, lalu semakin rapat menutup balai kota agar makin kusuk dan mesra bersundal dengan DPRD DKJ untuk bancaan APBD.Â
5. Pengalaman dalam Mengelola Krisis: Kartu As atau Joker?
Selama masa kepemimpinannya, Ahok telah menunjukkan kemampuan luar biasa dalam mengelola berbagai krisis, baik itu masalah banjir, kemacetan, maupun pengelolaan anggaran. Kemampuannya untuk menghadapi tantangan-tantangan besar dengan tegas dan efektif membuatnya menjadi pemimpin yang tangguh dalam menghadapi situasi-situasi sulit.
Jika PDI Perjuangan mencalonkan Ahok, maka PDI Perjuangan menawarkan kepada warga Jakarta seorang pemimpin yang sudah terbukti mampu mengatasi berbagai krisis dengan baik. Ini adalah kartu as yang dapat menjadi faktor penentu dalam Pilkada DKI Jakarta 2024.
Ahok sudah memahami kompleksitas Jakarta dan memiliki visi yang jelas untuk melanjutkan pembangunan dan program-program yang sudah dimulai. Tidak mencalonkan Ahok berarti menghilangkan kesempatan untuk memastikan keberlanjutan program-program penting yang berpihak pada rakyat kecil.Â
Warga Jakarta akan menilai apakah PDI Perjuangan menyodorkan cagub badut Joker, coba-coba, atau tidak punya pengalaman mengelola kota, atau bahkan mungkin cagub yang sudah ditolak parpol lain?!? Dan lebih celaka lagi nanti jika calon lain yang diusung nanti menang tapi ternyata tidak sanggup mengatasi krisis-krisis yang semakin kompleks dan kinerjanya di jauh di bawah Ahok. Publik dengan mudah akan kecewa pada PDI Perjuangan dan mulai menaruh bibit-bibit curiga mempertanyakan independesi PDI Perjuangan: Siapa dan mengapa PDI Perjuangan malah mengusung Joker yang kompetensi, kinerja, dan kualifikasinya (jauh) di bawah Ahok?
6. Inspirasi dari Ir. Soekarno: Pengingat atau Pengabaian?
Ahok adalah representasi nyata dari semangat dan ajaran Soekarno yang selama ini diperjuangkan oleh PDI Perjuangan. Ahok sering mengutip dan menerapkan ajaran-ajaran Ir. Soekarno dalam kepemimpinannya maupun lisannya ketika menjadi nara sumber atau ketika diwawancarai. Keyakinan, tujuan, dan kutipan Ahok tentang "Berdiri di atas kaki sendiri" dan "Berjuang untuk rakyat kecil" adalah contoh dari cerminan nyata dari ajaran Ir. Soekarno yang dia hidupi dan perjuangkan selama menjabat sebagai Gubernur.Â
Jika PDI Perjuangan mencalonkan Ahok, maka itu akan memberikan penghormatan terhadap warisan Ir. Soekarno sekaligus mengukuhkan PDI Perjuangan sebagai partai yang setia pada ajaran-ajaran proklamator bangsa ini. Hal ini akan menginspirasi dan menarik simpati para pemilih yang melihat Ir. Soekarno sebagai simbol perjuangan dan kemerdekaan.
Jika PDI Perjuangan tidak mencalonkan Ahok, maka publik akan menganggap PDI Perjuangan sembrono karena mengusung Cagub yang belum jelas sikap dan ketundukkannya pada ajaran-ajaran Ir. Soekarno. Calon pemilih akan menilai PDI Perjuangan sudah jadi pragmatis memburu kemenangan dengan mengabaikan pribadi yang selama ini terbukti menjunjung tinggi ajaran Ir. Soekarno dan nilai-nilai luhur Pancasila.Â
7. Dukungan Basis Pemilih yang Kuat: Peluang atau Kehilangan?
Ahok memiliki basis pemilih yang loyal dan kuat di Jakarta. Dukungan ini tidak hanya datang dari kalangan minoritas dan warga Jakarta tetapi juga dari masyarakat luas yang menghargai kejujuran, keberanian, dan kinerja Ahok.Â
Mencalonkan Ahok akan memberikan PDI Perjuangan peluang elektoral yang signifikan karena ia sudah dikenal luas dan dipercaya oleh banyak warga Jakarta. Survey elektabilitasnya senantiasa nomor 2 walau Ahok sudah bertahun-tahun tidak lagi menjadi pejabat publik dan sekitar 5 tahun sepi dari pemberitaan media (setelah dia ditahan di mako Brimob sampai menjelang pemilu legislatif). Dengan pasangan cawagub yang tepat serta dukungan penuh dari mesin partai maka peluang kemenangan di Pilkada DKI 2024 sangat layak diperjuangkan dan dimenangkan.Â
Tidak mencalonkan Ahok akan mengecewakan pendukung setianya dan membuat mereka mudah berpaling ke kandidat atau partai lain sehingga mengurangi perolehan suara PDI Perjuangan secara signifikan pada Pilkada DKI 2024 dan tahun-tahun selanjutnya. Tidak mudah mengembalikan kepercayaan dan harapan pendukung atau loyalis yang merasa diabaikan dan dikecewakan.Â
Penutup
Keputusan PDI Perjuangan mengenai pencalonan Basuki Tjahaja Purnama dalam Pilkada DKI Jakarta 2024 bukanlah sekadar pilihan taktis, melainkan langkah strategis yang akan menentukan masa depan partai ini. Mencalonkan Ahok membawa banyak keuntungan yang dapat memperkuat posisi PDI Perjuangan di Jakarta maupun di kota-kota lain di Indonesia.Â
Sebaliknya, tidak mencalonkan Ahok akan menghadirkan risiko hilangnya dukungan loyalis serta rusaknya citra positif PDI Perjuangan sebagai partai ideologis dan nasionalis sehingga akan merugikan partai dalam jangka panjang. Keputusan ini akan menjadi salah satu batu ujian bagi PDI Perjuangan dalam mempertahankan relevansi dan kekuatannya di panggung politik Indonesia.
Akankah sejarah akan mencatat "Peristiwa Banteng Tuli 2024" karena PDI Perjuangan menolak mendengar suara rakyat sekaligus menyia-nyiakan kesempatan untuk membuktikan dirinya sebagai partai ideologis dan Pancasilais? Atau sejarah akan mencatat "Peristiwa  Banteng Pemberani 2024" karena PDI Perjuangan berani mengambil risiko dan siap bekerja keras untuk mengusung dan memenangkan kader ultimanya, Ahok, untuk memimpin DKJ?Â
Mari kita saksikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H