Selain itu, sudah pasti sumber energi terbarukan dan teknologi yang digunakan sangat ramah terhadap lingkungan. Jenniches dan Worell (2019) dalam studi mereka mengungkapkan bahwa penggunaan teknologi solar photovoltaic dapat mengurangi emisi rumah kaca sebesar 2365-ton CO2 per tahun (0,7 kgCO2-eq/kWh) dan mengurangi polusi udara sekitar 0,97 tSO2 per tahun, 1,48 tNOx per tahun dan 0,07 t NMVOC per tahun (sesuai Indeks
Standar Pencemar Udara). Ini membuktikan teknologi yang dipakai sangat ramah terhadap lingkungan.
Kembali ke persoalan yang dihadapi oleh daerah-daerah 3T di Indonesia, pilihan untuk menggunakan teknologi ramah lingkungan sebagai media utama akses energi listrik bagi masyarakat adalah pilihan yang paling tepat. Ambil contoh, program yang digagas oleh HIVOS di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Berkolaborasi dengan Pemerintah, melalui Kementerian ESDM, dicanangkanlah Program Sumba Iconic Island sebagai payung besar implementasi program yang berbasis energi terbarukan di Pulau Sumba.
Pada prakteknya, HIVOS dan Kementerian ESDM tidak sendirian dalam menyukseskan Pulau Sumba sebagai Pulai Ikonis Energi Terbarukan. Berbagai NGO dan donatur dari luar juga turut berkontribusi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat terpencil akan akses energi listrik. Mulai dari penggunaan teknologi berbasis surya, air dan angin serta biogas; semuanya diaplikasikan untuk memenuhi kebutuhan akan energi listrik bagi masyarakat di remote area di Pulau Sumba.
Secara programatik, apa yang dilakukan tidak saja memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengakses listrik, tetapi juga didukung dengan upaya-upaya pemberdayaan masyarakat. Mendorong kesetaraan gender dan mendukung aktivitas ekonomi produktif berbasis energi guna menciptakan pertumbuhan ekonomi masyarakat yang lebih inklusif dan makin kompetitif.
Secara prinsip, pengembangan program-program seperti ini dapat menumbuhkan daya saing masyarakat setempat. Masyarakat diberdayakan untuk secara bijak memanfaatkan akses energi listrik untuk suatu aktivitas yang lebih produktif. Konsistensi inilah yang nantinya akan menciptakan suatu pertumbuhan ekonomi yang lebih kompetitif dan berkelanjutan.
Peran Kaum Muda
Namun demikian, harus diakui bahwa pemanfaatan teknologi ramah lingkungan bukanlah tidak ada tantangan. Salah satu tantangan terbesarnya adalah ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas, khususnya dalam penguasaan system teknologi tersebut. Pengalaman menunjukan bahwa banyak masyarakat yang dengan swadaya membeli teknologi semisal Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) rumah (kapasitas rendah), tidak mampu memperbaikinya bila terjadi kerusakan. Begitu juga dengan beberapa system yang dibangun oleh pemerintah atau pihak ketiga lainnya yang tidak memperhatikan faktor operational and maintenance (O&M), juga berada pada masalah yang sama. Lagi-lagi ketersediaan skilled sumber daya manusia menjadi isu utamanya.
Pada Tahun 2016, melalui Project TERANG di Sumba, HIVOS memberdayakan sekelompok anak muda di Sumba untuk menjawab permasalahan di atas. Anak-anak muda ini tergabung dalam PT. RESCO Sumba Terang dibekali dengan berbagai pengetahuan dan skills terkait PLTS dan teknologi ramah lingkungan lainnya. Kehadiran PT RESCO ini untuk memastikan dan menyakinkan para pengguna teknologi ramah lingkungan di Pulau Sumba untuk menyakini bahwa pemanfaatan sumber energi terbarukan dan teknologinya adalah solusi tepat di daerah-daerah remote. Masyarakat tidak perlu kuatir akan persoalan yang sering mereka hadapi dalam menggunakan teknologi-teknologi tersebut karena sekelompok anak muda yang terlatih siap menjadi solusinya.
Lebih menariknya, saat ini Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sedang gencar-gencarnya mengangkat performa pendidikan vokasi. Pendidikan vokasi yang selama ini masih dipandang sebelah mata diharapkan menjadi anti klimaks penyediaan sumber daya manusia yang berkualitas dan kompetitif bagi dunia usaha dan industri.Â
Salah satu program vokasi yang didorong adalah menciptakan kualitas sumber daya manusia yang mumpuni di bidang kelistrikan. Termasuk penguasaan akan system teknologi ramah lingkungan. Lembaga penyedia pendidikan vokasi, semisal Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Perguruan Tinggi, diproyeksikan sebagai motor penggerak penghasil manusia-manusia terampil di sektor kelistrikan tersebut. Oleh karenanya, banyak Sekolah Menengah Kejuruan di Indonesia dijadikan sebagai Center of Excellence atau pilot dengan skema pendanaan khusus untuk menjawab kebutuhan ini. Sebagai contoh SMK Negeri 5 Kota Kupang, mendapatkan kesempatan sebagai Sekolah Pusat Keunggulan Teknik Energi Surya Hydro dan Angin dengan skema Kerjasama Luar Negeri.