Mohon tunggu...
Weinata Sairin
Weinata Sairin Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Teologi dan Aktivis Dialog Kerukunan

Belajar Teologia secara mendalam dan menjadi Pendeta, serta sangat intens menjadi aktivis dialog kerukunan umat beragama

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menapaki Jalan Kehidupan yang Tuhan Tetapkan

28 Agustus 2022   05:00 Diperbarui: 28 Agustus 2022   05:13 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan kehidupan|sumber: inc.com

REFLEKSI ALKITAB, MINGGU 28 Agustus 2022

MENAPAKI JALAN KEHIDUPAN YANG TUHAN TETAPKAN

Oleh Pdt Em.Weinata Sairin, MTh(GKP)

"Ganjaran kerendahan hati dan takut akan TUHAN adalah kekayaan, kehormatan, dan kehidupan" ~ Amsal  22:4

Mimpi-mimpi standar banyak orang di dunia ini, tanpa mengaitkannya dengan SARA, paling tidak terpaut dengan tiga hal penting: Kekayaan, kehormatan, dan kehidupan. Kekayaan tentu saja amat relatif dan subyektif, Tak ada ukuran dan standar yang pasti. Seorang dengan total aset sekian miliar, baginya belum layak dianggap kaya, sehingga ia terus berjuang dengan berbagai cara untuk melipat-gandakan kekayaan yang ada. Misalnya dengan korupsi, dengan membunuh dan dengan berbagai cara melawan hukum bahkan melecehkan agama. Namun, bagi orang lain, total aset dalam jumlah seperti itu sudah sangat berlebihan.

Sifat tidak pernah merasa cukup dengan berkat yang sudah dianugerahkan Tuhan mernbuat seseorang terus-menerus mencari jalan bagaimana cara terbaik untuk menghimpun dana demi menambah kekayaan yang sudah ada. Biasanya pada sisi ini orang cenderung untuk melipatgandakan kekayaannya dengan cara-cara melawan hukum  atau mencederai agama.

Obsesi terhadap kekayaan memang acap kali menimbulkan dampak besar dalam kehidupan. Dalam dunia sekuler kita menyaksikan mereka yang terkena OTT (operasi tangkap tangan), yang kemudian berujung pada pidana penjara adalah orang-orang yang dalam arti tertentu bisa disebut "superkaya", karena aset mereka yang bernilai miliaran rupiah dalam berbagai bentuk dan bertebaran di berbagai penjuru dunia dan sama sekali bukan orang miskin yang tinggal di gubuk reyot atau rumah beratap rumbia.

Apa yang dimaksud kehormatan? Di Zaman baheula, kehormatan berkaitan dengan asal-usul, keturunan, berdarah biru atau "non-colour" , bibit-bebet-bobot, dan seterusnya. Di zaman kini "kehormatan" tidak lagi berkisar pada aspek-aspek genealogis, tetapi pada soal kompetensi, kedudukan, kepangkatan, eselon, aset, akademis. "Nama baik" adalah juga bagian dari kehormatan yang sangat dipentingkan sejak dulu kala.

Setiap orang tentu saja merindukan kekayaan, kehormatan, kehidupan (yang indah dan panjang) sehingga benar-benar kebahagiaan itu dirasakan. Itu sesuatu yang sah-sah saja; wajar dan manusiawi. Sejauh kerinduan itu dicapai dengan kerja keras, tidak bertentangan dengan agama, tidak melawan hukum, ya, mengapa tidak? Dalam realitas empiris, justru kita melihat bahwa upaya untuk meraih kekayaan dan lain-lain dilakukan dengan berbagai cara yang acap kali bertentangan dengan ajaran agama dan bahkan melawan hukum.

Sangat menarik narasi Kitab Amsal Pasal 22: 4 yang dikutip di bagia awal tulisan ini. Menurut Amsal, ganjaran dari kerendahan hati dan takut akan Than adalah kekayaan, kehormatan, dan kehidupan. Kerendahah Hati dan Takut akan Tuhan adalah dua keywords yang amat penting dan fundamental untuk dilakukan oleh manusia dalam rentang kehidupannya.

Narasi Kitab Amsal ini amat penting mendapat garis bawah agar kita sebagai umat yang telah ditebus Yesus Kristus tidak tergelincir dan terjerembab lagi dalam lumpur dosa hanya karena mengejar kekayaan dan dan kehormatan.

Sikap Yesus sendiri terhadap harta amat tegas. Ia menyatakn jangan mengumpulkan harta di bumi tetapi di surga. Di mana hartamu berada di situ juga hatimu (Mat. 6 :19-24). Harta dan/atau kekayaan menjadi mamon yang lebih atraktif dan menggiurkan dibanding Allah. Manusia tak bisa berada pada posisi mendua, percaya kepada Allah dan sekaligus beriman kepada mamon.

Amsal justru mengedukasi dan mengingatkan umat agar mereka bersikap rendah hati dan takut akan Tuhan. Dengan konsisten melakukan itu maka umat akan mendapat ganjaran, reward, yaitu kekayaan kehormatan, dan kehidupan.

Di tengah kecenderungan yang terjadi di dalam dunia sekuler, tatkala orang berjuang keras mendapatkan kekayaan dengan menghalalkan segala cara, maka narasi Kitab Amsal dan pesan Yesus dalam Khotbah di Bukit sangat menolong kita untuk menjalani kehidupan dalam perspektif yang baru yang berada dalam koridor yang Allah tetapkan.

Di era seperti sekarang ini ketika roh demonis menguasai kedirian umat, sehingga dengan santai membuat skenario untuk membunuh kawan seiman atau siapa saja, maka firman Tuhan harus mampu mengedukasi umat dan mentransformasi umat sehingga mampu untuk tetap setia pada jalan yang Tuhan telah tetapkan. Kekristenan harus tampil unggul ditengah dunia yangn makin rapuh dan bergelimang aib.

Selamat Merayakan Hari Minggu

God Bless Us.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun