Mohon tunggu...
Weinata Sairin
Weinata Sairin Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Teologi dan Aktivis Dialog Kerukunan

Belajar Teologia secara mendalam dan menjadi Pendeta, serta sangat intens menjadi aktivis dialog kerukunan umat beragama

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Berbuat Baik, sebagai Respons Atas Kebaikan Tuhan

22 Agustus 2021   05:00 Diperbarui: 22 Agustus 2021   06:29 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Paulus menasihatkan agar diusahakan senantiasa yang baik. Tidak dijelaskan lebil detail dan elaboratif apa yang dimaksudkan dengan "sesuatu yang baik" itu. Namun, dalam konteks Jemaat Tesalonika, yang baik itu minimal adalah merajut tali persaudaraan di antara warga jemaat dari berbagai latar belakang yang berbeda; mengembangkan harmoni untuk memantapkan kebersamaan internal. 

Selain itu, kata "baik" dalam konteks eksternal adalah juga lebih terbuka dalam mengapresiasi realitas kemajemukan, concern pada masalah-masalah yang dihadapi masyarakat luas, memberi topangan dan dukungan nyata bagi permasalahan riil yang tengah digumuli masyarakat. 

Dalam perkembangannya, paling tidak 10 tahun terakhir ini, kekristenan mengalami pergumulan dan tantangan yang cukup dahsyat dalam menjalankan tugas panggilannya di tengah masyarakat majemuk Indonesia.

Ujaran kebencian, penistaan, hujatan, persekusi, kesulitan pembangunan gedung gereja, pelarangan ibadah, penghentian/pengusiran ibadah dan sebagainya, telah menjadi bagian integral dari sejarah kehadiran kekristenan di Indonesia.

Gereja dan umat Kristen dalam menghadapi realitas itu lebih memaknainya sebagai bagian dari salib yang harus dipikul, artinya tidak  memberikan perlawanan yang berarti kecuali mendoakan agar Tuhan mengubah mindset mereka tentang kekristenan, dan agar Roh Kudus menguasai mereka sehingga mereka diperkenalkan dengan figur Yesus Kristus, Jalan dan Kebenaran dan Hidup.

Nasihat Paulus kepada Jemaat Tesalonika masih tetap memiliki relevansinya bagi kita yang hidup di zaman kini, dengan berbagai dinamika di dalamnya. Tahun 2024, tatkala ada agenda Pilkada serentak dan Pilpres di negeri ini, bukan tidak mungkin hambatan terhadap kekristenan makin mengemuka. 

Kekristenan tidak berada di bawah dan/atau tunduk pada kuasa apa pun, termasuk kuasa politik. Ketika politik identitas dan keragaman SARA tetap dipahami sebagai bagian dari strategi mendulang keberhasilan, friksi dan gesekan dalam hidup beragama akan tetap memiliki peluang. 

Menghadapi realitas itu, sebuah kekristenan yang cantik, elegan, dan penuh kasih harus makin ditampakkan dalam dunia nyata. 

Sikap inferior, sindrom minority complex, tidak boleh mewarnai kekristenan. Kekristenan harus lebih memiliki self-confident sebagai sebuah entitas yang sejak awal ikut proaktif mendesain rumah besar Indonesia, dan yang sama sekali bukan warga negara kelas dua atau penumpang tanpa karcis di gerbong NKRI..

Di era pandemi, tatkala kemiskinan, pengangguran bahkan kematian melilit kehidupan umat manusia maka umat Kristen, organisasi Kristen, lembaga-lembaga oikoumene di semua aras harus lebih proaktif dalam 'berbuat baik'. Banyak bentuk perbuatan baik yang bisa dikakukan : pelayanan spiritual lewat medsos, pemberian sembako, kunjungan pastoral, penguatan iman dlsb. 

Di tingkat lokal selain ada Jemaat, ada juga persekutuan oikoumene, badan kerjasama Gereja, komunitas 7 Gereja dan sebagainya.
Mereka bisa melakukan kegiatan yang terarah bagi mereka yang terpapar Covid, tanpa memandang Sara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun