Hari Raya bukan persoalan mengenakan busana indah
Hari Raya dirayakan dengan mengabdi kepada TUHAN
Dengan menjadi sadar terhadap TUHAN Yang Maha Melindungi
Merayakan Hari Raya adalah Sultan dari hati, bukan Sultan alam\
Sultan alam tenggelam dalam alpa, tetapi Sultan hati tidak pernah punya sikap lupa
Merayakan Hari Raya dijauhkan dari
Hukuman Ilahi pada Hari Kebangkitan
Hari Raya bukan persoalan mengenakan parfum, tetapi menyesali dosa-dosa kita
Dengan bertobat dan tidak melakukannya lagi
Tetapi tentang melintasi Shirath yang mengerikanÂ
Untuk selanjutnya duduk disinggasana Firdaus.
Hari Raya dirayakan bukan dengan membualkan istana dan kekuasaan
Tetapi dengan membawa serta cahaya pada kegelapan makam dan membekalinya dengan amal salih.
.
Itulah lantunan Bahlul , si bodoh yang bijak yang hidup diera Khalifah Abassiyah, Harun Al Rasyid. Lantunan stanza diungkapkan Bahlul saat mencegat parade lebaran sang khalifah disaat masyarakat begitu bersemangat dalam menyambutnya iring-iringan parade lebaran Khalifah yang melintas jalanan dikota.
Lantunan Stanza tersebut membuat Khalifah Harun al Rasyid pun meneteskan air mata usai mendengarkan lantuan si Bahlul tersebut. Karena memang Hari Raya Idul Fitri tidak melulu soal baju baru, parfum baru ataupun tampilan baru yang bersifat duniawi. Dia adalah momen dimana kita mampu melanjutkan sebulan gemblengan selama Ramadhan 1437 di 11 bulan  kedepan.
Selamat Idul Fitri 1437 H Mohon Maaf Lahir dan Batin Tqobbalallahu minna wa minkum.
(Tegal, 5 Juli 2016 Â Wefi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H