[caption caption="Ketum "][/caption](Ketum ‘PSSI’-nya Brunei Darussalam saat menerima AFC Grassroots Awards 2015 / sumber :brunei times)
Bicara sepakbola Brunei Darussalam maka yang ada dibenak penulis adalah Timnasnya selalu menjadi lumbung gol saat melakoni laga internasional dan berada diranking 203 FIFA (Oktober 2012) namun di 2015 menempati ranking ke-186 serta Federasinya pernah dibekukan oleh FIFA akibat adanya intervensi. Namun walau begitu diajang HBT 2012 dan 2014, Timnas Brunei U-21 mampu mengejutkan Timnas Indonesia dengan mampu tampil sebagai pemenang sebuah prestasi tersendiri bagi negara ‘petro dollar’ tersebut.
Kini disaat sepakbola Indonesia masih terpasung sanksi FIFA, negara tetangga kita tersebut malah meraih prestasi yang cukup membanggakan dilevel Asia dengan meraih AFC Awards 2015 untuk pengembangan grassroots atau usia muda bersama Jepang dan Vietnam. Ditahun sebelumnya Filipina yang sempat mengejutkan di Piala AFF 2010 dengan pemain naturalisasinya juga mampu meraih AFC Awards 2014 yang sekaligus menjadi usaha mereka dalam mencetak pemain muda berbakat untuk masa depan Timnas Filipina.
GRASSROOTS di Brunei Darussalam
Federasi sepakbola Brunei Darussalam (NFABD) memulai kampanye ‘Grassroots Football Month’ sejak 2013 dengan meluncurkan program pelatihan sepakbola nasional yang cukup sukses di empat provinsi di Brunei Darussalam. Dan perayaan AFC Grassroots diselenggarakan NFABD pada 17 Mei tahun lalu yang diikuti 240 anak usia 6-12 tahun bertempat di lapangan sepakbola Balapan, Hasanal Bolkiah National Sports Complex, Berakas.
Sebagaimana yang diutarakan sang ketum NFABD, HRH Pangeran Hj Sufri Bolkiah bahwa program yang telah dijalankan selama 2 tahun tersebut mampu menjadi pondasi sepakbola Brunei Darussalam dalam mengembangkan sepakbola akar rumput. Sehingga atas prestasinya ini, AFC memberikan hadiah AFC Grassroots Awards 2015 untuk pengembangan grassroots kepada Asosiasi sepakbola Brunei Darussalam.
“KASIBULAN PROJECT” , proyek Grassroots di Filipina
Di Filipina, gerakan akar rumput sepak bola disebut KASIBULAN yang ditujukan untuk mendapatkan siswa sekolah umum ke dalam permainan sepakbola tanpa mengalami tekanan untuk menang dan menggondol piala (awalnya adalah bagaimana mereka mencintai permainan sepakbola).
Kasibulan Proyek secara diremsikan oleh PFF pada 11 Februari 2012 dan mendapat dukungan dari Taman Filipina dan Gaming Corp. Di antara yang aktif dengan proyek Kasibulan adalah Asosiasi Sepakbola Capital Region Nasional, yang dipimpin oleh pengacara Rolan- Tulay.
“Tujuan dari Kasibulan adalah untuk mendapatkan anak-anak dari sekolah umum berusia enam sampai 12 tahun ke permainan sepak bola. Menang adalah tidak penting karena tujuan utamanya adalah latihan. Sebaliknya, prinsip fair play, yang telah menjadi kredo internasional dalam sepak bola, juga akan ditanamkan di kalangan anak-anak,” ungkapnya kepada manila times.
Bagaimana GRASSROOTS di INDONESIA ?
Bicara Grassroot (akar rumput) pembinaan sepakbola nasional, penulis jadi teringat kembali saat laga Timnas U-19 di Stadion GBK, Jakarta saat kontra Myanmar U-19. Dimana laga pertama itu untuk publik sepakbola nasional (umum) sedangkan hari kedua hanya diperuntukkan untuk anak-anak usia muda yang berusia 12 tahun dan tergabung dalam beberapa SSB yang diundang PSSI, kebetulan momennya sekaligus untuk Grassroots Events yang memang digagas oleh AFC.
Jika sejenak kita melihat harus diakui yang cukup konsisten menggelar turnamen usia belia adalah DANONE Cup dengan U-12 nya tetapi setelah itu terjadi ketimpangan dengan tidak banyak turnamen yang dihadirkan baik oleh Asprov maupun PSSI. Kalaupun ada sifatnya adalah per kelompok macam liga top skor, liga kompas gramedia. Sedangkan PSSI lebih fokus pada Piala Nusantara maupun Piala Suratin yang merupakan level maksimal U-19.
PSSI sejatinya terbantu dengan kehadiran pihak swasta yang masih mau peduli dengan sepakbola usia muda, lalu juga mantan pemain yang mulai fokus dengan pembinaan belia hingga pelatih Timnas yang keukeuh dengan pencarian bakat macam coach Indra Sjafrie dan juga Aji Santoso yang mendirikan ASIFA hanya demi mewujudkan mimpi menghasilkan pemain muda berbakat untuk masa depan.
Curahan Hati Aji Santoso ..
Selain coach Indra Sjafrie yang rajin blusukan untuk mencari talenta muda terbaik disepakbola, coach Aji Santoso yang juga pelatih kepala Timnas U-23 pun memiliki pandangan yang sama tentang pentingnya grass root dari pembinaan sepakbola di Indonesia. Membaca Curahan hatinya tentang REVOLUSI GRASS ROOT di sebuah web site menunjukkan pengetahuannya yang memadai tentang mimpi Timnas berjenjang .. (berikut beberapa kutipannya ..)
Presiden boleh berganti, para menteri boleh berganti, khususnya Menpora, namun program mulia menggelar PON Remaja harus tetap jalan. Siapa pun pesidennya dan siapa pun menteri olahraganya. Sebagai pelatih sepakbola saya menegaskan bahwa PON Remaja adalah langkah strategis untuk menyiapkan pemain-pemain remaja hebat yang menggantikan Evan Dimas Darmono dan kawan-kawan. Tahun depan (2015), sebagian besar (mungkin semua) pemain Indonesia U-19 saat ini tidak bisa lagi mengikuti Piala AFF U-19 dan Piala AFC U-19 karena usianya sudah 20 tahun.
Karena itu, PSSI WAJIB MENYALAKAN API REVOLUSI GRASSROOT. Grassroot (akar rumput) sepakbola adalah pemain-pemain kelompok umur (KU). Mulai KU6, KU8. KU10, KU12, KU14, KU16, KU18. Turnamen dan kompetisi sepakbola KU harus diputar setiap tahun!
Selama ini proses pembinaan pemain terputus. Di usia 12 tahun masih ada Piala Danone. Namun setelah itu tidak ada lagi turnamen bergengsi sampai di KU 18. Banyak para bintang Piala Danone yang lenyap seperti tertelan bumi. Ini karena mereka tidak dirawat dari tahun ke tahun lewat turnamen-turnamen skala regional, nasional, dan internasional.
http://sportjatim.com/index.php/kolom-2/4330-nyalakan-api-revolusi-grassroot
Disaat Indonesia masih disibukkan dengan konflik yang terjadi antara Kemenpora dengan PSSI yang tentunya menguras berbagai energi dan terhentinya geliat Timnas usia muda (U-16 dan U-19), negara lain seperti Brunei Darussalam hingga Timor Leste terus berbenah paska pembekuan FIFA dengan mengikuti ‘Development Program’ dari FIFA untuk menjadikan sepakbola mereka kian berkembang. Lalu kemana Indonesia ?
Pastinya potensi sepakbola Indonesia termasuk didalamnya pemain potensial tidak akan pernah surut, tinggal bagaimana stake holder sepakbola Indonesia mampu menyelesaikan polemik yang ada untuk memfokuskan tenaga dan pikiran demi kemajuan sepakbola Indonesia menuju cita-cita menjadi MACAN ASIA. Kalau tidak ada pernah berubah jangan pernah malu jika dimasa depan negara seperti Brunei hingga Kamboja akan melewati Indonesia.
Meraih AFC Awards 2015 bersama Jepang dan Vietnam tentu menjadi bentuk pengakuan AFC akan konsistensi NFABD dalam mengembangkan sepakbola akar rumput di Brunei Darussalam kini tantangan bagi Pengurus PSSI dalam menerapkan dengan tepat dan terarah program grassroots untuk sepakbola negeri ini. Curahan hati Aji Santoso bisa jadi gambaran real sepakbola usia muda negeri ini dan REVOLUSI GRASSROOTS memanga HARUS SELALU DIGELORAKAN !
Salam GRASSROOTS,
Wefi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H