Beberapa waktu publik dikejutkan dengan kasus kekerasan seksual kepada anak / paedofil di TK JIS yang dilakukan oleh oknum Cleaning Service yang ada disana. Kasus tersebut juga menyeret nama seorang guru internasional yang juga menjadi buronan CIA karena kasus yang sama dinegara lainnya, sejak itu semua pihak pun concern dengan kondisi yang terjadi.
Lalu bagaimana dengan dunia sepakbola ? di Indonesia memang tidak ada kisah yang terungkap tentang adanya pedofilia terhadap pemain muda, tetapi kita juga harus tetap waspada menjada putra putri kita dari pedofilia. Apa yang terjadi di sepakbola Italia bisa menjadi contoh untuk kita dalam mewaspadai pedofilia, karena bagaimanapun pedofilia pun ada di sepakbola dan yang menjadi korban rata-rata adalah pemain belia.
Beberapa waktu lalu Save The Children melakukan survey dengan beberapa responden yang ada di Italia, hasilnya 43 persen responden menganggap pusat – pusat pelatihan olahraga merupakan tempat berisiko bagi anak-anak untuk mengalami pelecehan seksual. Resiko akan semakin besar terjadi pada klub-klub kecil.
Statistik yang dimunculkan oleh Save The Children antara lain :
1. Bentuk Pelecehan Seksual yang dialami : Disentuh alat vital/ payudara (29 %), Tersangkan pelecehan (16.4 %), Memegang alat vital/ payudara (12,3 %) , Pelecehan verbal (9,9 %), Berpartisipasi dalam Pelecehan (6,5 %), Penetrasi ke vagina (5,1 %), Eksibisionisme (4,1 %), Merayu di dunia maya (4,1 %), Pedopornografi (3,8 %), Penetrasi Anal (3,4 %), Oral Seks (3,1 %) dan Memperlihatkan materi pormografi (2,3 %).
2. Sedangkan jumlah kasus pelecehan seksual di Italia : 2011 (3,3 %), 2012 (4,6 %) dan 2013 (7,9 %)
3. Untuk korban yang dilecehkan : Perempuan (73,5 %) dan Laki-laki (26,5 %)
4. Jika melihat pada kelompok umur : 0-10 tahun (Laki-laki 70,3 %;Perempuan 42,5 %), 11-14 tahun (Laki-laki 13,5 % ; Perempuan 33,6 %) serta 15 – 18 tahun (Laki-laki 16,2 % , Perempuan 23,9 %)
Kisah Korban Paedofil di Italia
“Saya masih trauma jika mengingat kejadian itu kembali. Menurut banyak orang saya hebat bermain di posisi gelandang. Lalu saya melakukan ujicoba dibeberapa klub Italia. Panggilan dari satu tim membuat saya seperti berada di surga. Saya terus berkembang dan bermimpi bisa menjadi pesepakbola profesional seperti idola saya Roberto Baggio,” ungkap salah seorang yang mengungkapkan kesaksian korban paedofil saat berusia 13 tahun.
Pada mulanya, kehidupannya berjalan lancar baik sekolah, latihan maupun pertandingan yang diikutinya. Hingga akhirnya peristiwa tersebut menimpa dirinya dan menimbulkan efek traumatis hebat yang mengubah hidupnya 360 derajat.
“Berkat dukungan keluarga, saya bisa bangkit sehingga sekarang punya pekerjaan, kekasih, dan banyak sahabat.Saya ingin melupakan kisah mengerikan itu selamanya,” lanjutnya sembari menjelaskan bahwa dia butuh tiga pusat rehabilitasi untuk memulihkan luka didalam dirinya.
Paedofil yang berhasil ditangkap Polisi Italia
Awal Oktober ini, seorang pelatih junior di Padova ditangkap polisi Italia dengan tuduhan melakukan pelecehan seksual dimana dia mencabuli para pemain belia berusia 13-14 tahun. Pria 54 tahun tersebut selama ini selalu bersikap baik didepan orang tua para pemainnya. Tetapi ayah dua anak tersebut berubah menjadi monster dikamar ganti dan melakukan aksi bejatnya kepada pemain belia yang cidera.
“Sentuh saya atau kamu tidak akan main,” hardik seorang pelatih di kota Napoli yang akhrinya ditangkap polisi di tahun 2009.
Lalu di 2010 ada seorang instruktur muda di kota Roma ditangkap karena ketahuan memasang kamera tersembunyi di ruang ganti pemain , sedangkan ditahun yang sama di kota Brescia seorang instruktur muda juga ditangkap karena memberikan ‘pendidikan seks’ kepada para pemainnya. Serta beberapa kasus Paedofil lainnya di kota Milan dan sebagainya.
Rencana dari Federasi Sepakbola Italia (FIGC)
Presiden FIGN , Carlo Tacevvechio pun mengetahui masalah Paedofil ini. Salah satu yang disorotnya adalah mengenai sekolah sepakbola resmi yang terdaftar di FIGC karena bagaimanapun banyak pemain , juga mantan pemain profesional yang membuka struktur tanpa sertifikasi FIGC. Karena sang presiden memberi jaminan untuk sekolah yang telah terdaftar dan memiliki sertifikasi memiliki Psikolog,Dokter dan staff persiapan yang memang ahli dibidangnya.
FIGC pun pada prinsipnya mendukung apa yang dilakukan oleh Save The Children dalam mengatasi masalah Paedofil ini, salah satunya adalah mengenai kewajiban seorang instruktur memiliki SKCK atau Surat Keterangan Catatan Kepolisian.
“Para pelatih pada dasarnya harus memberikan surat ini. Tapi SKCK tidak bisa menjadi jaminan, ada beberapa hal hal didalam dokumen yang tidak dijelaskan. Pada saat ini perlindungan terbaik didapat dari kepastian dan pengawasan yang kami lakukan setiap tahun. Kami tahu masalah ini, kami tidak membantahnya,” ungkap Carlo Tavecchio yang juga memiliki tiga anak di Afrika tersebut. (sumber rujukan : Harian Top Skor).
SAVE FOOTBALL FROM PAEDOFIL !
Semoga Bermanfaat untuk rekan Kompasioner !
Salam sepakbola,
Wefi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H