Mohon tunggu...
Weedy Koshino
Weedy Koshino Mohon Tunggu... Lainnya - Weedy Koshino

Konnichiwa! Ibu 2 anak yang hidup di Jepang. Ingin membagi pengalaman selama hidup di Jepang. Penulis Buku Unbelievable Japan 1,2,3 dan Amazing Japan. Yoroshiku Onegaishimasu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Budaya Minta Maaf dengan Memberikan Kue di Jepang

28 April 2017   23:21 Diperbarui: 29 April 2017   17:11 1645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memberikan kue saat minta maaf


"Ma, cepetan ke bawah, aku nabrak orang dengan sepeda," kata si bungsu dengan suara setengah menangis. 

"Haa...ya Allah mbak, ya sudah mama turun ya, wakatta, shita ni ikuyo."

Sampai di bawah, halaman apartemen sudah banyak anak-anak kecil yang mengerubungi seorang anak yang sedang menangis didampingi dua orang ibu, yang ternyata mereka adalah ibu si anak itu dan ibu guru yang sedang bertugas melaksanakan kateihoumon (kunjungan wali kelas ke rumah murid). Segera, ibu guru yang sepertinya melihat kejadian itu menjelaskan kepada saya masalahnya. Katanya, si bungsu yang sedang naik sepeda tidak sengaja menabrak temannya yang sedang main petak umpet. Saat itu temannya tiba-tiba lari keluar dari tempat persembunyiannya bersamaan dengan si bungsu yang sedang melintas dengan menaiki sepeda. Dua-duanya sama-sama terkejut, dan si bungsu sepertinya terlambat untuk segera mengerem sepeda. Dan ketabraklah temannya itu hingga jatuh dan pipi kanannya luka dan berdarah. 

Sang ibu terlihat sangat khawatir sekali, dan saya pun ikut meringis melihat luka di pipinya, aduh kasihan sekali. Buru-buru saya gandeng si bungsu untuk segera meminta maaf kepada ibu dan anak itu. Kami membungkukkan badan sambil mengatakan, gomenasai, mohon maaf. 

Leganya, sang ibu sangat tenang sekali menyikapi masalah ini, ia tidak marah-marah atau memperlihatkan raut muka kesal kepada kami. Justru ibu itu juga meminta maaf, kalau anaknya juga tidak hati-hati dalam bermain sambil menenangkan anak saya yang terlihat sangat ketakutan. 

Lalu saya menawarkan untuk mengantarkan anak itu ke RS terdekat, namun mereka sepertinya ingin pergi sendiri dan saya meminta ibu itu untuk memberikan kabar karena saya  juga khawatir dengan keadaaan anaknya. Sebelum berpisah, kami bertukar no telp dan alamat rumah. 

Malamnya si bungsu murung seharian, tidak nafsu makan, dan tidak banyak bicara. Mungkin shock dengan kejadian sore tadi. Saya meluk badannya saat menonton TV, daijyoubu yo, gak apa-apa, besok temennya kan mau ke RS, kita berdoa aja semoga lukanya cepat sembuh ya. Si bungsu pun mengangguk, tak sengaja terlihat genangan air di sudut matanya. 

Keesokan harinya, saya mendapat pesan di Hp dari ibu anak itu, kalau anaknya tidak apa-apa dan hanya luka sedikit di pipi, jadi kami tidak perlu khawatir. Alhamdulillah ya Allah. lega sekali hati mendengar kabar itu. Ingin rasanya cepet pulang dan menyampaikan kabar gembira ini ke si bungsu, pasti di sekolah ia masih memikirkan masalah kemarin sore. 

Pulang kerja, saya mampir ke toko untuk membeli kue, karena saya berencana akan ke rumah anak itu bersama si bungsu untuk meminta maaf. 

Budaya Minta Maaf Dengan Memberikan Kue

Di Jepang, budaya meminta maaf atas kesalahan bukan hanya dengan membungkukkan badan atau mengucapkan kata gomenasai saja. Ada satu ritual tidak tertulis dimana kita yang melakukan kesalahan sepatutnya untuk memberikan penganan tanda kita mengakui kesalahan dan meminta maaf kepada orang yang telah kita lukai atau sakiti. 

Dan tadi sore kami kembali meminta maaf dan si bungsu mendekati temannya itu sambil memberikan bingkisan kue kepada temannya yang ia lukai.  Kenshin kun, gomenasai, odaijini. Maaf ya, semoga lukanya cepat sembuh. Dan di balas dengan senyuman, Anisa chan arigatou. Boku mo gomen ne, shinpai kakete. Mou daijyobu yo! Aku juga minta maaf ya, maaf jadi khawatir, tenang aja aku sudah sembuh kok. Dan kami ibu-ibu yang denger omongan bocah-bocah unyil ini langsung senyam senyum, alhamdulillah semua bisa selesai masalahnya dengan baik. 

Kejadian kami harus meminta maaf sambil membawa bingkisan kue ini adalah pengalaman kedua kami. Namanya anak-anak kayanya gak tenang kali yah kalau gak bikin orang tuanya ketar ketir dan jantung empot-empotan. Saya inget kejadian dulu waktu anak-anak saya masih belum sekolah. Waktu itu anak-anak yang sedang bermain di balkon tanpa sepengetahuan kami membuang satu-satu kulit kerang yang kami pungut waktu jalan-jalan ke pantai. Kami baru sadar ketika melihat ember yang harusnya penuh berisi kulit kerang berukuran besar kok isinya setengah raib semua. Saya lihat balkon bersih tidak ada kulit kerang bececeran. waduh ini mah sudah gak salah lagi, pasti di buang ke bawah, luar pagar balkon!! OMG. Bener saja, saya ngelongok halaman lantai bawah yang ternyata sudah penuh dengan benda-benda putih yang pastinya itu adalah kulit kerang yang krucils buang-buangin dari lantai 12! waduhhhh..

Suami pun ikutan panik, dan segera mengambil kunci mobil dan pamit katanya ingin membeli kue. Saya bengong. Lah kok malah beli kue bukannya minta maaf? 

Saat suami sampai rumah dan menjelaskan kalau dia sudah mendatangi rumah lantai satu itu untuk meminta maaf dan memberikan bingkisan kue kepada mereka. Dari ceritanya, syukur sekali pemilik rumah tidak sedang di halaman, saat anak-anak menjatuhkan kulit kerang ke halaman rumahnya. Duh gak kebayang deh kalau saja itu kulit kerang jatuhin kepala mereka, hiksss. 

Saat itu saya baru tahu gaya orang Jepang ketika meminta maaf selain dengan bahasa verbal ternyata ada perbuatan lain yang sepatutnya kita lakukan tanda kita bener-bener menyesal. Yaitu, dengan memberikan bingkisan makanan berupa kue-kue. 

Dulu saya pernah tanya tentang ini dengan ibu-ibu Jepang serta ibu mertua, mereka mengatakan apabila ada anaknya yang melakukan kesalahan menyakiti temannya, apalagi sampai melukai badan, sudah sepantasnya kita memberikan bingkisan kue tanda minta maaf, dan kebiasaan ini adalah hal yang sangat biasa sekali di Jepang. Penganan yang akan diberikan ini biasanya makanan yang dibungkus rapih dengan kertas kado, biasanya makanan khusus untuk oleh-oleh. Di jual di supermarket, toko kue dan departemen store. Harga bingkisan makanan beraneka ragam, berkisar antara 1000 yen hingga 3000 yen, banyak sekali dijual di supermaket. 

Daripada berisi barang, bingkisan berisi kue dianggap lebih tepat dan paling umum dilakukan oleh ibu-ibu Jepang ketika terkena kasus seperti saya diatas. Katanya, maksud dari pemberian bingkisan kue ini adalah agar tetap terjalin hubungan yang baik walau pernah ada kejadian yang tidak mengenakkan. 

salam hangat, wk!

Image : http://www.syufumanner.com/600/post_19.html

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun