Kalau dulu di Dejima ini hanya berdagang saja dengan belanda tanpa mengaitkan agama, nah setelah restorasi meiji makin gencar sajalah belanda masuk melakukan perdagangan dengan Jepang, dan itu dibarengi dengan penyebaran agama kristen, maka tak heran ya banyak gereja di kota nagasaki.Â
Beberapa tahun yang lalu, saya mengunjungi kota Nagasaki. Kota yang penuh sejarah dan kisah-kisah pilu ketika mengunjungi Heiwa Kouen, taman perdamaian, yaitu tempat dimana jatuhnya bom atom oleh Amerika. Tak lupa suami mengajak untuk mengunjungi pulau Dejima. Kaget sekaget kagetnya!! Dejima yang kini sudah disulap menjadi museum itu menyimpan kisah tentang Indonesia juga. Barang-barang yang dibawa oleh Belanda untuk dijual ke Jepang itu mirip barang-barang dari Jawa. Kalau teman-teman main ke Nagasaki, cobalah pergi ke Dejima ini. Rekomen sekali.Â
Semua ini bisa terlihat dari patung-patung kecil yang ada di hiasan kaca, di mana penampakan orang-orang Indonesia dengan baju jarik jawanya sedang melayani para meneer Belanda dan tamu-tamunya.Â
Belum lagi kayu-kayu pahatan khas Jepara, kursi, meja, penyekat kayu, model rumah, plek plek plek semuanya itu mengingatkan kalau saya dulu suka mudik lebaran ke rumah mbah kakung dan putri di Jawa. Kalau melihat ini semua panas hati rasanya seperti mengorek luka lama untuk lagi membenci penjajah Belanda dan Jepang yang pernah masuk ke Indonesia.Â
Bukan hanya Jepang, Belanda dan Indonesia yang punya masa kelam dan terpuruk, tapi saya yakin di seluruh negara yang ada di dunia ini pun pastinya pernah mengalami masa-masa dimana, hak asasi, kebebasan beragama, kebebasan berbicara, seperti hal yang mustahil untuk dilakukan.Â
Tapi sekarang Indonesia sudah bebas merdeka. Jepang pun sudah banyak melakukan pemberian kompensasi berupa uang dan bantuan atas kekejaman dan kejahatan perang yang dilakukannya kepada banyak negara.Â
Bangkitnya Jepang jadi negara kuno menjadi modern, tak terlepas dari keputusannya yang diambil untuk membuka dirinya kepada dunia luar. Menyerap ilmu dan teknologi yang jauh tertinggal pada masa itu dengan terus belajar dan mengirimkan orang-orang untuk belajar ke luar negeri dan kembali lagi untuk membangun negerinya.Â
Jaminan pemerintah memberikan kebebasan warganya untuk menganut agama apa saja bahkan bagi yang tidak ingin beragama sekalipun, membuat Jepang belajar dari masa lalunya, tidak ingin ricuh dengan masalah agama dan kepercayaan.
Asas toleransi dan saling menghormati bener bener bisa terasa sekali suasanaya di sini. Topik agama dan politik adalah hal yang sangat pribadi dan bukanlah bahasan umum dalam perbincangan sehari-hari, apalagi menjadi suatu perdebatan yang bisa menyakitkan hati. Mungkin karena itu negara yang pernah banyak masalah ini, akhirnya bisa bangkit dan belajar sehingga kini bisa menjadi negara yang sangat besar dan teramat maju, mengejar segala ketertinggalannya.Â